"Pedulikan lebih dulu dirimu lalu orang lain."
.
.
.
.
.
.
.
Arka menatap kucing yang ada di tangan Zia dengan antusias. Sebenarnya Arka menyukai hewan berbulu itu tapi sayangnya Arga tidak menyukainya. Bulu kucing membuat Ayahnya bersin-bersin dan kotor selalu pup sembarangan.
"Mau pegang?" tanya Hana.
Arka mengangguk. "Zia, katanya Arka mau pegang itu kucing."
Zia mengangguk, meletakkan kucing yang ia pegang di paha Arka. Kucing berwarna abu itu nyaman tertidur di pangkuan Arka. Zia yang melihat itu langsung tepuk tangan. "Wah, loli suka Arka, Tante."
Hana mengangguk, kucing itu memang pilih kasih kepadanya. Loli selalu saja mencakar tangannya dan tidak bisa diam.
Gina datang membawa nampan berisikan tiga gelas jus jeruk, Hana yang melihat itu langsung berdiri. Mengambil nampan tersebut lalu meletakkan di atas meja. "Hati-hati," ucap Hana.
Ia meringis ngeri saat melihat Gina berjalan cepat seperti waktu belum hamil dulu. Gina tersenyum, "Selalu, tapi kehamilan gue sekarang lebih tenang. Engga kayak dulu manja banget sama Mas Ilham, di tinggal kerja aja udah nangis. Pas udah lahir Zia bucin banget sama Ayahnya, engga mau di tinggal." Hana menjadi saksi itu semua.
Gina sedang berandai-andai. "Nanti kalau lo hamil, lo bakal manja engga ya sama suami lo." Hana mengangkat kedua pundaknya, ia tidak tau dan sepertinya tidak akan mengalami hal tersebut.
Gina menghela napas panjang. "Jadi?"
Hana mengerutkan keningnya. "Jadi?"
"Jadi pernikahan lo beneran cuma 1 tahun?" tanya Gina tiba-tiba, Hana terdiam sejenak lalu mengangguk. "Sepuluh bulan lagi."
"Dan gue belum liat perubahan Arga." Hana menundukkan kepalanya.
Gina memijat keningnya yang tiba-tiba pening. "Kenapa lo pikirkan kebahagiaan orang lain? Harusnya sekarang lo pikir hidup lo kedepannya, Han."
"Harusnya lo mikir setelah lo pisah sama Arga, lo mau ngapain?"
"Hm, gue bakal tinggal di rumah kecil seorang diri. Gue bakal usahain ketemu Arka tiap hari walaupun keadaan engga sama lagi."
"Lo beneran sayang sama Arka?" Hana mengangguk. "Jangan di tanya lagi, gue sayang banget sama dia. Gue bahkan mikir kalau gue cerai sama Arga, apa bisa bawa Arka? Tapi sayang Arka bukan barang yang bisa di pindahkan sesuka hati."
"Dia masih punya keluarga utuh Ayah dan Ibunya ada tapi yang hilang cuma waktu, kehadiran, kenyamanan dan kasih sayang." Hana tersenyum melihat Arka yang tertawa dengan Zia, walaupun bukan dengannya tapi Hana sudah bahagia.
Melihat Arka bahagia dengan caranya sendiri.
Dalam hatinya Gina selalu berdoa, supaya pernikahan mereka akan langgeng hingga kakek nenek. Berharap semua bahagia baik Arga, Hana dan juga Arka.
Malang sekali, nasib mereka bertiga. Mereka memiliki luka masing-masing.
"Arka mau kucing?" tanya Hana, Arka terdiam sembari menundukkan kepalanya. Kalau ia mengangguk pasti Ayahnya tidak akan memberikannya ijin. Arka akan di marahi nantinya, ia menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Hana
EspiritualTakdir mengantarkan Hana menuju sebuah perjodohan. Siapa sangka laki-laki yang di jodohkan adalah orang duda anak satu yang tidak lain adalah Ayah dari anak didiknya. Apa yang akan di lakukan Hana? Menerima atau menolak?