"Masalah yang kecil berubah menjadi besar di tangan Arga dan Hana."
.
.
.
.
.
.
Berdebat, mereka berdebat siapa yang akan mencium antara Arga atau Hana. Dua puluh menit berlalu mereka tidak mendapatkan hasil apapun, Hana dan Arga sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah.
Arga menghela napas panjang. "Kamu atau saya?" tanya Arga.
"Bapak aja."
"Kamu saja." Hana menggelengkan kepalanya.
"Bapak aja, saya engga mau." Arga menunjuk kearah meja rias yang penuh dengan segala skincare milik istrinya.
"Saya engga mau, kamu udah pake krim-krim apalah berlapis-lapis pula."
"Engga bakal bahaya juga."
"Siapa yang tau, itu untuk bagian luar dan untuk wajah Hana." Hana menghela napas kalau ada apa-apa dengan Arga, ia pasti akan di salahkan nantinya.
Hana mengulumkan bibirnya. "Yasudah." Arga bersorak di dalam hati, Hana beranjak dari ranjang mulai mendekat kearah suaminya.
Hana menyerahkan ponsel miliknya pada Arga, tentu saja Arga menerimanya dengan senang hati. "Sandinya." Hana menekan nomor sandi ponsel miliknya, Arga sedikit mendekatkan kepalanya.
Arga mengangguk-anggukkan kepalanya saat berhasil mengetahui sandi ponsel Hana.
"Mendekatlah Hana, kamu pikir ini ciuman jarak jauh?"
Hana mendekat kearah Arga beberapa langkah, Arga geram. Bagaimana Hana bisa menciumnya jika jaraknya sedikit jauh?
Arga menarik pinggang Hana dengan cepat. "Ini baru jarak yang pas."
Hana mendongak keatas, tinggi mereka sangatlah berbeda jauh. "Ternyata kamu pendek juga." Arga menepuk-nepuk pucuk kepala Hana berulang kali.
Hana menatap tajam suaminya.
Hana menjinjit, berusaha untuk mencium pipi suaminya tapi tidak kunjung bisa. Arga menghela napas, Hana terlalu ragu-ragu. "Cepatlah, tangan saya pegal."
Arga menurunkan tangan tangannya yang sudah pegal. "Iya."
Hana mengikis jarak antara dirinya dengan Arga, Hana berhasil mengecup pipi kanan suaminya, sudut bibir Arga sedikit terangkat. "Tahan dulu."
Hana menjauhkan tubuhnya dari Arga. "Bisa engga sih?" Hana merebut ponsel miliknya dari tangan Arga, semua foto yang di ambil blur tidak ada yang bagus sama sekali.
"Engga ada yang bagus, ulangi." Tentu saja Arga senang mengulanginya walaupun beribu kali.
"Bapak sengaja, ya?"
Setelah beberapa kali mengulang tetap saja fotonya tidak jelas. Arga menghela napas. "Saya bukan wanita yang bisa memotret dengan benar, Hana. Itu juga jauh dari profesi saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Hana
EspiritualTakdir mengantarkan Hana menuju sebuah perjodohan. Siapa sangka laki-laki yang di jodohkan adalah orang duda anak satu yang tidak lain adalah Ayah dari anak didiknya. Apa yang akan di lakukan Hana? Menerima atau menolak?