Arka?

2.5K 246 32
                                    


"Pelukanku memang tidak sehangat pelukan Ibu kandungmu."

.

.

.

.

.

.

.

.

"Arka takut petir, di luar hujan lebat. Dia sendirian, ayo pulang." Hana menggenggam tangan Arga. Ia teringat saat mereka  kehujanan, anak sambungnya tampak ketakutan dan tubuhnya bergetar saat mendengar suara petir.

"Hana."

Ke dua matanya berkaca-kaca. "Ayo." Hana menarik tangan suaminya.

"Hana dengarkan saya, acaranya belum selesai apa kata orang kalau kita pulang lebih awal?" tanya Arga.

Arga mementingkan orang lain daripada anaknya sendiri Arka.

"Arka lebih penting daripada pandangan orang-orang, Pak. Mereka engga tahu apa yang terjadi." Arga menghela napas panjang.

"Dia anak laki-laki, dia harus tidak takut dengan apapun, Hana. Dia bisa jaga dirinya sendiri, dia bukan anak 1 tahun yang hanya bisa menangis."

Arga selalu menyebut nama Arka dengan dia.

Hana menatap punggung Arga yang menjauh, meninggalkannya seorang diri di sini. Hana mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya lalu menghubungi Mbak Siti.

"Ibu demam." Jantung Hana seperti berhenti saat itu juga. Ibunya demam itu berarti Arka sendirian di rumah, membuat rasa khawatir di dalam dirinya lebih besar sekarang.

Hana harus bagaimana sekarang?

Hana menyerka air matanya lalu masuk ke dalam untuk mencari Arga tapi  sayang yang ia cari tidak ketemu.  Netranya melihat sahabat suaminya yang tadi di kenalkan kepadanya, Hana menghampiri  Hilman yang berdiri tidak jauh darinya yang tengah berbicara dengan seorang wanita.

"Mas."

Hilman menoleh. "Saya?"

Hana mengangguk, Hilman langsung menyuruh wanita itu menjauh darinya. "Kenapa?"

"Boleh minta tolong panggilkan Mas Arga?"

"Tentu saja."

"Nanti suruh ke depan saja, Mas."

"Iya." Hilman mengerutkan keningnya saat melihat pipi istri sahabatnya basah seperti telah menangis.

Hilman menepuk pundak Arga setelah berhasil menemukannya. "Di cari sama istri lo, sana kasihan dia sendirian."

Arga memijat keningnya, apalagi lagi wanita itu?

Arga menghampiri Hana lagi, wanita itu sibuk mondar-mandir tidak jelas. Di luar masih hujan lebat, Hana mengabaikan angin yang menerpa tubuhnya. "Apalagi?"

"Ayo pulang." Hana mengucapnya lagi, ia memang bukan ibu kandung Arka tapi ikatannya dengan Arka begitu kuat bahkan melebihi ibu kandungnya sendiri.

"Kepala saya pusing, Hana. Saya mohon  diam lah dan jangan mengoceh kata itu saja." Arga memijat keningnya.

"Lalu saya harus melakukan apa? Supaya Bapak iyakan ajakan saya untuk pulang? Apa  tidak ada rasa khawatir sama sekali sekarang?" Hana menunjuk dada suaminya, Arga memang tidak bisa di andalkan.

Takdir Cinta HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang