"Jangan pernah mengambil apapun apalagi milik orang lain."
..
.
.
.
.
.
"Ngapain sih tarik-tarik, Pak? Saya bukan kambing loh," ucap Hana sembari berusaha melepaskan tangan Arga yang masih memegang pergelangan tangannya.
"Istirahat."
"Hah?"
"Istirahat Hana istirahat, kuping kamu budeg atau gimana?" Arga gemas. Sepertinya telinga istrinya memang harus di bersihkan, Arga menggelengkan kepalanya. Berbicara dengan Hana tidak bisa satu kali harus lebih, kebanyakan Hana hanya menjawab 'hah' saja.
Hana menatap tajam suaminya yang sedang berdiri di depan. Ingin sekali ia mencekik lehernya sekarang juga dan maksudnya apa mengatakan dirinya budeg. Kupingnya masih berfungsi baik, laki-laki itu saja yang selalu menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan.
"Telinga saya masih normal, ya."
"Sini saya periksa normal atau engga." Arga berusaha mendekat kearah istrinya.
"Bapak bukan dokter, ya." Ah, ia lupa jika satu hari ini Arga tidak seperti biasanya. Begitu menakutkan dan bisa membuat jantung Hana terlepas, Hana takut suaminya ketempelan.
"Apa sih." Hana berlari kecil menjauh dari suaminya, Arga yang melihat istrinya berdiri tersenyum kecil tanpa Hana mengetahuinya.
Merinding, ya Tubuhnya menggeliat saat satu tiupan mendarat di telinga kanannya. Sontak Hana langsung menutup telinganya, walaupun pun tertutup oleh hijab Hana bisa merasa hangat saat Arga meniup telinganya.
Hana menutup matanya saat melihat Arga dengan tiba-tiba membuka kaos yang melekat di tubuhnya. Hana menggelengkan kepalanya, bukannya ada kamar mandi. Mengapa sembarangan membuka baju di depan seorang gadis.
Ya, Hana masih seorang gadis walaupun sudah bersuami.
Arga mengambil hanger yang ada di lemari. "Kenapa?" tanya Arga saat melihat Hana menutup kedua matanya.
"Engga."
Arga menggelengkan kepalanya, ia kembali membalikkan tubuhnya menyimpan kaos itu di dalam lemari. Arga tersenyum tipis, berjalan pelan menghampiri Hana yang sedang duduk di pinggir ranjang dengan mata yang masih dia pejamkan.
Hana mengeratkan kepalannya saat merasakan ranjang di sisinya bergerak, seperti ada yang duduk di sampingnya.
Ya, Dia Arga.
Hana yakin Arga tidak memakai baju. "Saya engga akan macam-macam."
Hana langsung membuka kedua matanya, helaan napas terdengar di telinga Arga. Laki-laki itu mengangkat sudut bibirnya sedikit. Hana merasa beban pikirannya terangkat sudah. "Paling saya ambil satu kecupan."
Satu pukulan mendarat sempurna di lengan kekar milik suaminya. Menyebalkan, Hana ingin sekali menyuruhnya untuk keluar saat ini juga.
Hana takut Arga berbuat macam-macam.
Ia teringat dengan ucapan yang di lontarkan oleh laki-laki yang sedang duduk di sebelahnya. Tidak ada sentuhan fisik? Hana ingin sekali tertawa.
Arga seperti menjilat kembali ucapannya dahulu.
"Sana mandi."
"Mandi?" Hana mengerutkan keningnya, bagaimana ia bisa mandi jika ia tidak membawa apapun ke sini. "Gimana mau mandi, Pak? Saya engga bawa apa-apa engga mungkin kan saya engga pakai baju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Hana
روحانياتTakdir mengantarkan Hana menuju sebuah perjodohan. Siapa sangka laki-laki yang di jodohkan adalah orang duda anak satu yang tidak lain adalah Ayah dari anak didiknya. Apa yang akan di lakukan Hana? Menerima atau menolak?