"Tersenyumlah Arka, berbahagialah. Semua orang sangat menunggunya momen tersebut.".
.
.
.
P
intu kamar tertutup dengan keras, Arka menundukkan kepalanya bertumpu pada buku yang sedang ia baca tadi.
Arka mulai menangis tersedu-sedu setelah Ayahnya pergi dari kamarnya. Arka tidak meminta apapun, ia bahkan tidak pernah bersuara.
Tapi Arga selalu saja marah hal kecil pun, Arka sudah terbiasa dengan nada tinggi Ayahnya.
Walaupun Ayahnya begitu tapi Arka sangat menyayanginya.
_
Setelah pulang sekolah Hana mengajak Arka dan Mbak Siti untuk mampir ke suatu tempat. Setelah semalam ia mendapatkan kabar bahagia jika Arga sudah setuju, sepanjang perjalanan Arka hanya terdiam. Anak itu tampak murung tidak seperti biasanya, Arka tidak membaca bukunya lagi.
Apalagi kedua matanya tampak sedikit sembab. "Apa Arka sudah menangis?" tanya Hana di dalam hatinya.
Kendaraan beroda empat itu berhenti di depan bangunan berwarna pink bertulisan pet shop. Kening Arka mengerut setelah turun dari mobil. Bukannya Ayahnya melarangnya untuk memiliki kucing?
Arka pusing tapi ia tidak mau bertanya.
Hana mengisyaratkan Mbak Siti untuk menyuruh Arka masuk ke dalam, matanya berbinar saat melihat beberapa kucing yang berada di kandang. Binar matanya menghilang ketika mengingat perkataan Ayahnya semalam.
Tidak boleh ada kucing.
Hana menjongkok, menyetarakan tubuhnya dengan tinggi badan anak sambungnya. "Mau yang mana?"
Arka menatap Hana dengan penuh tanya. Hana menghela napas mengulangi pertanyaannya lagi. "Kucingnya mau yang mana? Mau kayak Zia?"
Arka mengedip-gedipkan matanya beberapa kali, ia mengira jika kedatangannya ke sini hanya untuk melihatnya saja dan mengobati keinginannya saja.
Bukannya Ayahnya melarangnya memiliki kucing?
Arka tidak mau melawan Ayahnya lebih baik ia urungkan niatnya saja.
Arka menggelengkan kepalanya. "Ayah udah kasih ijin kok," ucap Hana.
Arka menggelengkan kepalanya, jika Ayahnya sudah turun tangannya pasti itu tidak boleh di lakukan. Ia menarik Mbak Siti untuk mendekat kearahnya, membisikkan sesuatu. "Katanya Bapak engga kasih ijin."
"Arga?"
Mbak Siti mengangguk, Hana memijit keningnya yang pening. Jadi semalam Arga ke kamar Arka?
Hana mengeluarkan ponselnya, ia menghubungi ibu mertuanya dan menjelaskan semuanya. Laila yang berada di sana hanya menghela napas panjang, Arga adalah Arga. Entah sifat itu turun dari siapa? Dirinya atau Mas Arsen.
Hana menyerahkan ponsel miliknya, memperlihatkan percakapannya dengan Laila lalu dengan Arga.
Ia terdiam sejenak, apa yang Arga katakan pada putranya?"Ayah sudah kasih ijin, Arga mau yang mana?" Arka mulai mendekat kearahnya. Matanya tidak diam di satu titik saja, ia menunjuk seekor kucing yang berada di sudut ruangan. Kucing itu sangat lucu apalagi hidungnya pesek, Arka memilih kucing berwarna putih jantan. Hana mengacungkan jempolnya mulai bernegosiasi dengan harganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Hana
EspiritualTakdir mengantarkan Hana menuju sebuah perjodohan. Siapa sangka laki-laki yang di jodohkan adalah orang duda anak satu yang tidak lain adalah Ayah dari anak didiknya. Apa yang akan di lakukan Hana? Menerima atau menolak?