09. SEKUTU BARU RANA
"Bundaaa, Ayahhhh, aku berangkat sekolah dulu ya!" Rana berpamitan kepada kedua orang tuanya setelah selesai sarapan. Gadis itu berdiri, menyalami punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.
"Loh, bareng aja sama Jay, Ran, sekalian," kata Bunda sambil menunjuk Jayden yang duduk di seberangnya. Rana balas menggeleng cepat.
"Enggak ah, Bun, yang ada aku nyampe sejam lagi gara-gara diajak dia keliling Jakarta." Rana menatap Jayden ketus. Cowok itu tak terima. "Aku sebagai abang yang baik kan pengen ajak Rana keliling-keliling bentar, Bun."
Bunda menatap keduanya dengan gelengan kepala maklum, sedangkan Ayah masih asik menyantap nasi goreng buatan bunda.
"Keliling bentar mata lu! Pernah ya pas itu Bang Jay nganterin aku ke sekolah tapi nyampenya jam delapan! Aku jalan aja cuma sepuluh menit."
"Kamu enggak seneng ya abang ajak jalan-jalan? Padahal kan abang ingin membahagiakan kamu." Jayden memanyunkan bibirnya, raut wajahnya terlihat sedih sekali. Dia memandang Rana dengan kecewa.
Rana menatapnya jijik. "Ya liat-liat juga dong jangan pas aku mau sekolah! Gara-gara Bang Jay nganter aku jam delapan, aku dijemur tau di tiang bendera!"
"Gak apa-apa, Danar, itu namanya pengalaman. Kamu terima aja, ya, pengalaman itu salah satu hal penting dalam hidup," kata Jayden kalem, tersenyum sok manis.
"Apasi gak jelas!"
"Kamu enggak mau Ayah beliin motor aja, Ran, kayak temen-temenmu?" Ayah menawarkan. Pria 46 tahun yang masih tampak menawan dari sisa-sisa masa mudanya itu menghentikan sarapan sejenak.
Lagi-lagi Rana menggeleng. "Belum butuh banget, sih, Yah. Untuk sekarang aku masih bisa jalan kaki, soalnya perjuangan aku ke sekolah enggak seberapa dibandingkan perjuangan Ayah sama Bunda yang harus melewati hutan, lembah, sungai. Mungkin kayaknya aku bakal minta kalo untuk kuliah ntar," balas Rana membuat Ayah mengangguk.
"Itu mah ngibul, Ayah dah tajir dari kecil. Kalo Bunda sih kayaknya memang orang susah." Jayden menyambar.
Bunda tergelak mendengarnya. "Bunda memang bukan berasal dari keluarga berada, Bang."
"Kalian lah yang udah dibohongi Bunda kalian selama ini. Mertua Ayah alias kakek kalian dulunya jenderal loh!"
"Hah?!" Rana dan Jayden sama-sama terbelalak.
"Duit Bunda lebih banyak dari Ayah," timpal Ayah lagi.
"Udah, kok malah jadi ngomongin masa lalu? Rana, kamu enggak jadi ke sekolah? Nanti telat." Bunda menengahi, menghentikan topik yang tak ada habisnya.
Rana buru-buru mengecek jam tangannya. Gadis itu menepuk dahinya pelan. "Iya aku lupa harus ke sekolah. Aku pamit lagi ya, Ayah, Bunda." Rana kembali mencium punggung tangan kedua orang tuanya untuk yang kedua kali. Setelah itu ia bergegas menyambar ranselnya dan berjalan berlarian keluar rumah.
Sepanjang perjalanan Rana terus memeriksa jam tangannya. Sebenarnya masih ada cukup waktu hingga bel di sekolah berbunyi. Tapi tetap saja, hari ini adalah hari senin, bel biasanya berbunyi lebih cepat, dan Rana tidak mau menjadi artis dadakan yang harus berdiri di samping tiang bendera menghadap ratusan siswa untuk kedua kalinya.
Tin!
Klakson motor terdengar. Rana menghiraukannya. Gadis itu tetap berlari hingga motor itu menyejajarkan dirinya tepat di dekat Rana.
"Rana, oy!"
Rana menoleh tak minat. Begitu ia melihat Leo yang berada di atas motor. Lari Rana terhenti. Cepat-cepat gadis itu menghampiri Leo dan naik ke atas motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HATERS
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Candala Rana Payoda tidak akan pernah bosan untuk membahas Rahsa Cakrawala, penyanyi favoritnya. Sebagai fans garis keras, Rana akan selalu berada di garda terdepan untuk membela Rahsa dari segala cacian bersama jutaan fans...