19 - Pesta

57 5 2
                                    

19. PESTA

"Astaga!" Sean terlonjak kaget saat pintu depan rumah Rana dibuka. Menampilkan sosok Rana dengan segala macam perintilan di tubuhnya. Dimulai dari bando yang bertuliskan Cinta Rahsa, gelang-gelang dengan nama Rahsa, dan banner yang terpampang wajah Rahsa begitu jelas.

"Bang Sean!" Rana menyapa antusias, melambaikan tangannya, mengabaikan keterkejutan yang dialami Sean. Menyusul satu detik kemudian dua orang lainnya yang tiba-tiba muncul di belakang Sean. Mahes dan Dante, keduanya terbahak-bahak sambil tangannya menunjuk Rana.

"Kamu rame banget, Ran." Sean menelisik penampilan Rana dari atas sampai bawah dengan heran, dia bertanya lagi, "Kamu mau nonton konser?"

Rana menggeleng. "Enggak dong, aku kan mau ke rumah Bang Sandy, katanya mereka ngundang Rahsa. Jadi, enggak mungkin dong aku dateng biasa-biasa aja? Sebagai Rahsayang mewakili fans lainnya, aku harus tetep menonjolkan karakteristik bahwa aku itu fans sejati Rahsa!"

"Hah?" Dante dan Mahes kompak melongo, sedangkan Sean menepuk keningnya frustrasi.

"Sejak kapan—" Tapi, ucapan Sean terpotong saat matanya menangkap sosok lain baru saja keluar dari dapur, berjalan dengan gayanya yang selangit, belum lagi di tangannya ada gagang sapu.

"JANGAN BERGERAK!" Jayden berteriak, mengarahkan ujung sapu itu kepada mereka berempat.

"Wingardium Leviosa!" Jayden berseru, mengayunkan gagang sapunya dengan gerakan absurd.

"Aish, idiot." Rana bergumam, bergidik ngeri menatap Jayden. "Ngapain, sih lo? Dah tua juga kelakuan lo naudzubillahimindzalik!"

"Gua?" Jayden menunjuk dirinya sendiri, lalu tersenyum sinis. "Ya sapa tau mantranya manjur."

"Stres stres, gak usah lagi lah lo baca novel gue."

"Eits, jangan dong!" Cepat-cepat Jayden menghampiri Rana, menyengir lebar. "Besok pinjem ya seri kedua. Padahal gua dah suudzon sama Snape! Ternyata kau-tahu-siapa gelantungan di pala-nya Quirrell, njir."

"Voldemort?"

"Sssttt, jangan lo sebut namanya!" Jayden menambahkan buru-buru. "Nama itu haram disebut."

"Halah najis banget ngeliat lo."

"Gue nggak ngerti lagi sama orang-orang di rumah ini, nyet, ajaib-ajaib banget." Mahes berbisik pada Dante.

Dante manggut-manggut, dia setuju sekali, "Asli, gue kalo jadi Om Suaka atau Tante Asa, gue masukin pesantren nih anak dua, cok," katanya.

"Yoi, lo bayangin aja tiap hari di rumah lo harus ada makhluk modelan mereka. Ya kalo Rana enggak masalah yekan, cantik juga dia kesayangan gue, lah si Jayden?"

"Jayden suruh bersih-bersih rumah aje, gantiin Mbak." Keduanya langsung terkikik.

"Katanya kamu ada tugas fisika?" tanya Sean. Rana mengangguk, "Iya, kata Bang Jay, Abang Sean pinter fisika."

Sean mendelik pada Jayden. "Sejak kapan gua pinter fisika, bangke?"

"Halah, dulu lo pernah sekali dapet 100 fisika," balas Jayden santai. Langsung saja wajah Sean merah padam, "Gara-gara itu doang lo ngecap gua pintar fisika?"

"Yoi. Better lah dari gua yang selalu remed fisika."

"Tai." Sean mendengkus, perlahan matanya beralih pada Rana yang menatapnya penuh harap.

"Rana, kamu jangan kecewa ya ... Abang gak ada tanda-tanda kepintaran di pelajaran fisika sebenarnya. Abang mau aja bantu Rana, tapi kalo nanti nilainya amblas gimana?"

LOVE HATERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang