17 - Untuk Pertama Kalinya

41 6 1
                                    

17. UNTUK PERTAMA KALINYA

Tubuh Rana bergetar hebat seiring matanya terbelalak lebar. Peluh memenuhi dahinya, napasnya bergerak cepat, dia menelisik sekitar yang kemudian terdengar hembusan napas lega.

Cuma mimpi! Rana membatin.

Gadis itu meraba-raba sebelah pinggangnya untuk mencari ponsel. Setelah menemukannya, Rana segera mengecek jam.

Pukul 07.00, dan Rana memilih beranjak dari kasurnya menuju toilet. Begitu berdiri, Rana merasa tubuhnya lelah sekali, seperti ditimpa batu-batu besar sehingga gadis itu melakukan peregangan sebentar.

Rana berjalan ke toilet dengan wajah ngantuk, berkali-kali menguap. Dia menoleh ke meja dapur dan mendapati Ayah sedang bersama Jayden yang duduk membelakanginya.

Setelah selesai dengan aktivitasnya di toilet, Rana menghampiri meja makan, dia memukul lengan Jayden cukup kencang sehingga terdengar suara meringis dari laki-laki itu.

"Tumben, si memble ini dah bangun pagi-pagi buta. Bang ambilin gue minum dong," titah Rana seraya mendudukkan dirinya di sebelah Jayden. Jayden berdiri dari duduknya, berjalan mengambil minum untuk Rana.

Ayah tampak memelototi Rana, memberi kode. Rana bingung, dia bertanya, "Ayah kenap—" Namun, ucapannya terputus saat menoleh ke samping dan mendapati orang lain berada di dalam rumahnya.

"HEH!" Rana terlonjak kaget, dia sampai berdiri hanya untuk memastikan.

"Isa?! Ngapain di sini?" Rana shock berat. Dia menatap Isagi yang berdiri dengan gelas berisi air di tangannya, menggunakan pakaian Jayden. Seketika ingatannya kembali pada semalam. Seingat Rana, Isagi menawarkan bantuan untuk mengantar Rana dan sekalian menjemput Jayden yang ban mobilnya tiba-tiba bocor. Isagi mengantar Rana dan Jayden ke rumah. Saat itu sudah larut malam. Dan ya, tentu saja ini semua karena Bunda yang memaksa Isagi untuk menginap di kamar Jayden karena rawan pulang terlalu malam.

"Ini minumnya." Isagi masih menyodorkan minum itu. Rana menerimanya dengan canggung, dia menyengir tak enak. "Hehe, sori, aku pikir kamu Bang Jay," katanya.

Isagi mengangguk disertai seulas senyum manis, "Santai aja," balas laki-laki itu.

"Makanya anak bontot, liat-liat dulu siapa yang kamu ajak ngomong," sambar Ayah sembari menyeruput kopi pahit di depannya.

"Iya, Yah." Rana manggut-manggut, dia bertanya, "Ayah sama Isa ngapain pagi-pagi di sini? Bunda mana?"

"Bunda belanja ke toko. Ayah lagi ngobrol penting sama Isagi, kamu enggak perlu taulah... Masalah laki-laki," kata Ayah sok misterius.

Rana berdecih, buru-buru dia menoleh ke arah Isagi, bicara dengan serius. "Ayah tuh dari dulu pengen jadi penyanyi. Kalo Ayah minta sama kamu untuk jadi penyanyi jangan mau ya. Suaranya kayak kaleng rombeng, cuman binatang tertentu yang bisa denger. Ancur."

"Rana, Ayah denger ya," kata Ayah membuat Rana langsung menyengir lebar, sedangkan Isagi tampak terkekeh kecil.

"Kamu tau, Ayah itu dulu pas masih muda paling pentolan dalam geng Ayah. Banyak gadis-gadis yang mengantri untuk jadi pacar Ayah. Karena apa? Karena Ayah bisa nyanyi," ujar Ayah bangga. Isagi terlihat terkejut sampai mencondongkan tubuhnya. "Beneran, Om?"

"Iya, dong."

"Wah keren banget, Om." Isagi memuji, terlihat tulus. Rana menoleh ke arah Isagi dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mungkin Isagi mempercayai Ayahnya ini?

Ayah tertawa keras, terlihat senang sekali dipuji. "Kamu jangan begitu lah, meskipun suara kita berdua enggak beda jauh, masih tetep bagusan Nak Isagi."

LOVE HATERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang