15. KETAKUTAN RANA DAN JAYDEN
Rana dan Jayden bersikap ganjil sekali sepulang Bunda dari klinik tadi malam. Seperti pagi ini, ketika mereka semua sedang sarapan bersama, Jayden dan Rana saling pandang dengan gregetan. Rana yang duduk tepat di sebelah Jayden pun tak segan-segan menginjak kaki kakaknya itu dari bawah meja.
Jayden hampir menjerit namun cowok itu menahannya. Rana berbisik, "Tanyain."
Jayden menggeleng cepat-cepat, kembali berbisik, "Lu aja lah."
Rana menatap Bunda dan Ayahnya yang terlihat sangat bahagia sekali pagi ini. Rana jadi berprasangka yang tidak-tidak. Apakah tentang Bunda mengandung lagi itu benar adanya? Rana ingin sekali menanyainya langsung, tapi kata-kata itu seolah terkunci rapat di mulutnya.
Begitupun Jayden, yang biasanya paling ribut di meja makan tampak bungkam, dia jadi agak canggung, alhasil makan tanpa mengucap sepatah kata pun.
"Kalian kenapa?" tanya Ayah yang menyadari keanehan dari kedua anaknya. Rana langsung menyengir, "Eh gapapa, Yah," katanya.
"Tumben hari ini nggak kayak pasar. Kenapa? Kalian berantem?" Bunda bertanya sampai-sampai harus meletakkan sendoknya sejenak, matanya memicing curiga.
"Enggak." Jayden dan Rana menjawab serentak, tapi tidak berani menatap wajah Bunda.
Bunda dan Ayah saling pandang, matanya seperti melempar kode satu sama lain. Yang Rana lihat dari wajah kedua orang tuanya tampak bingung.
"Udah beres belum makannya? Biar Abang anter, Ran," kata Jayden kalem yang lebih dulu menyelesaikan sarapannya.
"Eh apa— ya, udah," balas Rana buru-buru. Dia melampirkan tas di pundaknya, memperbaiki kuncir kuda di kepalanya.
"Kalian berdua kenapa?" Bunda bertanya lagi untuk kedua kalinya. "Bunda semalem abis balik dari klinik. Anak-anak bunda enggak ada yang khawatir dengan keadaan bunda?"
Jayden dan Rana serentak membelakkan matanya. Apakah bunda akan memberitahu mereka sekarang?
"Ah ya! Soalnya Bunda keliatan baik-baik aja. Ayo, Ran, ntar lo telat." Jayden buru-buru menyambar lengan Rana. Rana juga sepakat dengan Jayden, dia berpamitan pada orang tuanya.
Terdengar suara tajam di belakang mereka ketika Jayden dan Rana baru saja berjalan lima langkah. "Sepulang kerja dan sekolah, Bunda harus bicara sama kalian berdua. Lagi sakit otak kalian kayaknya." Bunda menyipit menatap anak-anaknya, sedangkan Ayah terkikik dengan telur ceplok di depannya. Dua detik kemudian Ayah tersedak karena telur ceplok tersebut.
****
Terkadang, John lebih memilih menghadapi ratusan panggilan tawaran dari pada melihat artisnya mondar-mandir sampai rasa-rasanya semaput seperti ini. Isagi terlihat jengkel, mengecek ponselnya.
Untuk kesekian kalinya, Isagi memperlihatkan ponsel itu pada John.
"Dia blok gua, John!" Isagi berkata histeris. "Gua salah apa? Kenapa gua diblok?"
"Kalo gue jadi lelesakti, gue blok lo juga, sih," sahut John santai.
"Kenapa?"
"Lo masih nanya kenapa? Ya buat apaan anjir dia nyimpen nomer lo. Lo bukan Rahsa kesayangan dia, dia itu haters lo meskipun dah minta maaf. Udah deh, lo jangan mikirin lelesakti mulu, kayak nggak ada temen lain aje lo." John mendengkus kesal. Sudah ribuan kali John bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa spesialnya Rana sampai-sampai Isagi selalu memikirkan segala yang dilakukan gadis itu? Rana hanya salah satu dari ribuan orang pembenci Isagi. Dari pada selalu memikirkan Rana, John lebih setuju Isagi memerhatikan satu fans setia lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HATERS
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Candala Rana Payoda tidak akan pernah bosan untuk membahas Rahsa Cakrawala, penyanyi favoritnya. Sebagai fans garis keras, Rana akan selalu berada di garda terdepan untuk membela Rahsa dari segala cacian bersama jutaan fans...