Chapter 1 - Raja Rizkian

146 17 5
                                    


Pagi menyingsing di kosan sederhana, sinar matahari merayap masuk melalui celah jendela. Suara detak jam beradu dengan suara ibu ibu tetangga yang sedang asik adu mekanik mengenai kelebihan anaknya masing masing, menandai awal hari baru. Kian terbangun dengan tiba-tiba, matanya langsung terbelalak melihat jam di ponselnya. "Sial! Udah jam setengah sembilan!" gumamnya panik. Seharusnya ia sudah berada di tempat kerja setidaknya satu jam yang lalu. Tanpa membuang waktu, ia segera bangkit dari tempat tidurnya, nyaris tersandung seprai yang terjatuh di lantai.

Rutinitas pagi yang biasanya berjalan tenang dan teratur kini berubah kacau balau. Kian langsung bangkit dari tempat tidur, menghambur menuju kamar mandi dengan harapan masih bisa memakainya sebelum ada yang masuk. Tapi apa yang ia takutkan justru terjadi. Dari balik pintu kamar mandi yang terkunci, terdengar suara nyaring dan tak asing lagi, Ucok, teman sekosnya, sedang mengadakan 'konser pribadi'. 

Di balik pintu terdengar nyanyian Ucok yang lantang, menyanyikan lagu dangdut dengan penuh semangat, tak peduli meski suaranya terdengar lebih mirip radio butut. Kian hanya bisa mengeluh dalam hati. 'Ahh, anjir!!pasti lama ini kalo Bang Ucok yang mandi'.

Kian yang panik memanggil Ucok sambil mengetuk pintu dengan keras, "Bang Ucok! Cepetan! Aing telat nih!"

"Duk duk duk!" suara ketukan pintu dari Kian menggema di koridor kecil kos-kosan.

Mendengar panggilan Kian, Ucok berhenti bernyanyi. Kian berpikir Ucok akhirnya menyadari urgensinya. Tapi bukannya cepat keluar, Ucok malah membalas ketukan Kian dengan suara gayung yang dipukulkan ke dinding kamar mandi, "Tak tak tak!"

Kian terdiam sejenak, mendengar suara gayung yang dipukul oleh Ucok dari dalam kamar mandi. Karena penasaran tanpa sadar ia mengetuk pintu lagi, 

"Duk duk!"

Ucok membalas ketukan itu dengan cepat, "Tak!"

Mereka berdua terdiam sejenak, merasakan ada sesuatu yang seru dan tidak terduga terjadi di antara mereka. Seolah tak sadar, Kian kembali mengetuk dua kali, "Duk duk," dan lagi-lagi Ucok membalas dengan satu ketukan, "Tak."

Ketukan berlanjut, menjadi semacam permainan yang tak terencana. "Duk duk," Kian mengetuk pintu lagi.

"Tak!" Ucok memukul gayung di dalam kamar mandi, mereka berdua semakin asik dengan ritmenya.

"Duk duk, tak! Duk duk, tak! Duk duk, tak!"

Selagi ketukan mereka berlanjut, Ucok dari dalam berseru dengan semangat, "WE WILL, WE WILL…"

"ROCK YOU!" Kian langsung menyambutnya dengan semangat yang sama, tersenyum lebar.

Mereka melanjutkan kegilaan pagi itu, Ucok kembali berseru dengan penuh semangat, merasa seakan akan dirinya adalah Eddie Mercury  "YEAAAHH!!!! SING IT!"

Bukannya kembali menyambut Ucok,Kian malah terdiam membisu. Suara riuh dari ketukan dan gayung mendadak berhenti.

Dari dalam kamar mandi, Ucok kebingungan. "Eh? Yaaann!? Kau masih di sana, kan?" tanyanya, mencoba memastikan.

"Bangsat kau, bang! Aing makin kesiangan, bang!!" teriak Kian yang sempat teralihkan kini kembali tersadar akan kenyataan bahwa ia sudah sangat terlambat. Semua permainan konyol tadi langsung hilang dari pikirannya, digantikan oleh kepanikan yang lebih besar. Tanpa basa-basi, ia langsung berlari meninggalkan kamar mandi dan Ucok yang masih terdiam di dalam.

Kian bergegas memakai kemeja kerjanya, tanpa mandi pagi tentunya. Ia bergegas keluar menghampiri motornya, dan langsung tancap gas.

Kini matanya terpaku pada jalanan Kota Bandung yang semakin padat, tetapi ia tidak menghiraukannya dan berusaha mencari celah agar motornya tetap melaju tanpa henti. 

Kosan ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang