Chapter 11 - Cinta, Karir, dan Persahabatan (Part 6)

44 8 0
                                    


Siang itu, Dion berdiri di dapur kosan sambil mengaduk teh yang baru saja diseduh. Uap panas naik perlahan dari cangkir, menyebarkan aroma teh yang hangat di udara. Suasana terasa sangat sepi—lebih sepi dari biasanya. Tidak ada suara langkah kaki atau pintu yang dibuka tutup, seolah-olah semua penghuni kosan hilang entah ke mana. Dion bangun terlambat hari ini, dan dia tak tahu apa yang terjadi pagi tadi.

Sambil menikmati teh hangat, dia berjalan ke ruang tamu dan mengambil kamera DSLR yang dia pinjam dari bosnya. Dion tersenyum tipis, mengingat bagaimana dia berhasil meyakinkan bosnya untuk meminjamkan kamera mahal itu untuk sementara waktu. Kamera itu sudah lama menarik perhatiannya, dan hari ini dia ingin memeriksa kualitasnya sebelum ia pakai untuk membuat konten hari ini.

Duduk di sofa dengan santai, Dion mulai menyalakan kamera, memeriksa lensa, dan mengecek pengaturan. Jari-jarinya dengan cekatan memutar tombol, mencoba berbagai mode. Sementara teh yang ia letakkan di meja perlahan mendingin, Dion tenggelam dalam dunianya sendiri, menikmati kesendirian siang itu dan memanfaatkan momen langka tanpa gangguan.

Dengan kamera di tangan, dia berencana untuk mencoba peruntungannya menjadi konten kreator, khususnya di bidang review makanan. Ide itu muncul sejak lama, namun baru kali ini dia punya kesempatan untuk memulai.

Setelah merasa cukup paham dengan kamera yang dipinjamnya, Dion menyimpan kamera di meja, lalu meraih ponselnya. Dia membuka aplikasi ojek online dan mulai mencari menu makanan yang akan dia review untuk pertama kali.

"Mungkin batagor ini bisa jadi konten pertama beta," gumamnya sambil menatap layar ponsel, membayangkan bagaimana caranya merekam dan memberikan ulasan yang menarik.

Saat Dion hampir memesan batagor, tiba-tiba terdengar deru suara motor di depan kos. Dion berpikir mungkin salah satu penghuni kos sudah pulang. Tak lama, pintu terbuka dan muncul Kian, wajahnya terlihat lelah tapi penuh semangat.

"Oh, Kian," sapa Dion sambil menyisihkan ponselnya. "Baru pulang dari mana lay?"

Kian melepaskan helmnya dan duduk di kursi dengan santai. "Abis daftar jadi driver ojek online," jawabnya sambil menarik nafas panjang.

Dion mengernyit, merasa bingung. "Hah? Bukannya kemarin ose baru interview? Kok malah daftar ojek online sekarang?"

Kian tertawa kecil, seakan sudah menduga pertanyaan itu akan muncul. "Iya, interviewnya kemarin udah selesai, tapi aing kepikiran buat daftar ojek online juga. Bukan cuma buat nyari uang tambahan sih..."

Dion menatapnya, masih menunggu kelanjutannya.

Kian kini melepas jaketnya, sambil tersenyum. "Sebenernya, aing daftar ojek online cuma cari kesempatan ketemu cewek. Yah, siapa tahu kan, sambil kerja bisa ketemu jodoh."

Dion tertawa mendengar jawaban Kian. "Jadi ini semacam misi ganda, nyari duit sama nyari gadis?"

Kian mengangguk sambil menyeringai. "Kurang lebih begitu. Siapa tahu ketemu pelanggan yang cocok."

Dion tiba-tiba mendapatkan ide brilian. Dia menatap Kian dengan penuh antusiasme. "Eh, gimana kalo ose bantuin konten pertama beta, Yan? Lumayan, kan? Beta belajar bikin konten, dan ose juga bisa sekalian ngorbitin diri biar lebih gampang nyari pacar."

Kian terdiam sejenak, dalam hatinya itu adalah ide yang sangat bagus. Tapi tentu saja, Kian tidak akan langsung mengiyakan.

"Hmm," Kian mulai bicara dengan nada sok keberatan. "Ide yang bagus sih, tapi masalahnya aing kan ganteng, yon? Ntar kau malah kalah saing sama aing, hahaha!"

Dion ikut tertawa dengan keras, hampir tersedak teh yang sedang diminumnya. "Heh bodok, sejak ose dilahirkan mamakmu, itu adalah hari dimana ose udah kalah ganteng sama beta."

Kosan ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang