Setelah berpamitan, saat ini Kian sedang melaju di atas motornya, menyusuri jalanan kota Bandung yang dingin dan sepi. Suara mesin motor bergaung lembut, bersaing dengan gemerisik dedaunan dan sisa gerimis yang masih menggantung di udara. Kabut tipis menyelimuti beberapa ruas jalan, memantulkan sorot lampu jalan yang redup. Beberapa kafe dan warung kopi masih buka, tapi tak seramai biasanya.Langit tampak kelam tanpa bintang, hanya lampu-lampu kota yang memberikan sedikit kehidupan pada malam itu. Udara dingin mulai terasa menusuk kulit, mengisyaratkan bahwa musim hujan benar-benar sudah tiba. Ketika Kian berbelok ke gang menuju kosannya, suasana semakin sunyi. Lampu-lampu gang memancarkan cahaya kekuningan yang hangat, menerangi jalan yang masih sedikit basah karena hujan tadi.
Begitu Kian memarkirkan motornya di halaman kosan, ia melihat dua sosok yang sudah menunggunya di teras. Ucok dan Budi duduk bersandar di bangku panjang, masing-masing dengan rokok menyala di tangan. Asap tipis mengepul, menyebar di udara malam. Begitu menyadari kedatangan Kian, mereka berdua menghampirinya dengan panik.
Ucok langsung berkata, "Yan! Aji tiba-tiba pulang ke Malang!"
Kian mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh. "Hah? Kenapa? Emang ada apa, Bang?"Budi ikut menimpali, "Kita juga kagak tau pasti. Tadi dia cuma bilang harus pulang sekarang juga, mendadak banget. Abang udah coba telepon lu, tapi HP lu mati terus."
Kian mengusap wajahnya, mencoba mencerna kabar tersebut. "Abang yakin gak salah denger? Dia gak bilang ada masalah apa?"
Ucok menggeleng sambil menghembuskan nafas panjang. "Serius. Dia cuma pamit gitu aja, gak kasih penjelasan."
Budi menepuk pundak Kian. "Lu yakin, yan. gak tau apa apa soal masalah Aji?"
"Aku gak tahu sama sekali, Bang," balas Kian pelan, masih kaget dengan situasi ini.
Kian terdiam sejenak, merasa ada sesuatu yang ganjil. Aji bukan tipe orang yang melakukan hal impulsif tanpa alasan. Apalagi, tak ada tanda-tanda masalah siang tadi, ketika mereka masih nongkrong menunggu orderan bersama.
"Coba telepon lagi, Bud. Barangkali udah nyala HP-nya?" tanya Ucok menatap Budi dengan cemas.
Budi mengeluarkan ponselnya dengan segera, mencoba kembali menghubungi Aji. Tapi panggilan tersebut tidak bisa dilanjutkan, karena ponsel Aji non aktif.
"Masih belum bisa dihubungi, Cok. Heran deh, kalian ini seneng banget matiin HP, giliran ada kejadian gini kan repot." ujar Budi dengan nada kesal.
"Eh, HP aku mati karena abis batre, Bang. Tadi aku nebeng charge di warung, tapi malah ga terisi sama–" ucapan Kian terhenti, dia segera berlari menuju kamar untuk mengisi baterai ponselnya, dia yakin Aji pasti mengirimnya pesan sebelum pergi meninggalkan kosan.
Begitu Kian masuk ke kamarnya, kegelapan menyambutnya. Ia segera meraba dinding dan menyalakan lampu. Saat itu matanya langsung tertuju pada lantai di dekat kasur Aji. Ada pecahan celengan yang berserakan, seperti habis dihancurkan dengan tergesa-gesa."Celengan Aji?" gumam Kian pelan, sedikit bingung.
Kian memunguti sisa pecahan itu, dan memperhatikan beberapa keping uang koin yang masih tercecer.
Yang lebih mengejutkan, Kian menemukan ponsel rusak milik Aji tergeletak di atas meja kecil. Layarnya retak, dan bagian belakangnya sedikit terbuka.
"Loh, kok HP dia bisa rusak gini?" merasa semakin yakin ada sesuatu yang aneh dengan kepergian temannya.Ia buru-buru mengambil charger dan menyambungkan ponselnya ke colokan di dinding. Sambil menunggu ponselnya menyala, Kian duduk di pinggir kasur Aji. Tatapannya tak lepas dari pecahan celengan dan ponsel yang rusak itu.
"Pasti ada masalah serius," bisik Kian pelan, pikirannya berputar liar.
Saat ponselnya akhirnya menyala, Kian segera membuka WhatsApp. Pesan-pesan dari Ucok dan Budi langsung muncul di layar, namun tidak ada satupun pesan terakhir dari Aji sebelum pergi.
Kian segera keluar kamar dan menemui Ucok serta Budi di ruang tamu. Wajahnya serius, tanpa basa-basi ia menceritakan apa yang ia temukan, pecahan celengan Aji dan ponsel rusaknya yang tertinggal di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Chronicles
Humor"Kosan Chronicles" adalah potret kehidupan para penghuni kosan di era modern. Novel ini mengikuti kisah sehari-hari sekelompok anak muda dengan latar belakang yang beragam, yang tinggal bersama di sebuah kosan minimalis di tengah kota. Namun, hidup...