Chapter 34 - Dont mess with me! (Part 6)

15 8 0
                                    


Siang itu, suasana di RS. Hasan Sadikin terasa penuh ketegangan. Aji sedang dalam perawatan medis. Di ruang tunggu, Andin duduk dengan wajah penuh kecemasan. Tangan-tangannya tak henti-hentinya saling meremas, pikirannya kalut. Bayangan kejadian pagi ini terus bernaung di benaknya, bagaimana Aji berusaha menyelamatkannya, bagaimana dia terjatuh setelah serangan brutal dari Haris.

Waktu terasa berjalan lambat, setiap detik menambah beban di hatinya. Andin hanya bisa berharap dokter segera keluar dengan kabar baik, bahwa Aji akan pulih. Ketika dokter akhirnya keluar dari ruang perawatan, Andin langsung berdiri dengan wajah penuh harap, namun juga ketakutan. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat ekspresi dokter yang serius.

"Bagaimana, Dok?" tanya Andin, suaranya bergetar karena cemas.

Dokter menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Pasien mengalami gegar otak akibat benturan keras di kepalanya. Kami sudah melakukan pemeriksaan CT scan untuk memastikan tidak ada pendarahan serius di otak. Syukurlah, hasilnya menunjukkan tidak ada kerusakan permanen."

Andin menarik napas lega, meskipun hatinya masih berat. "Jadi... dia akan baik-baik saja?" tanyanya lagi, memastikan.

"Pasien akan butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Kami akan terus memantau kondisinya, terutama dalam 24 jam ke depan, untuk memastikan tidak ada komplikasi. Namun, sejauh ini, pasien dalam keadaan stabil," jelas dokter itu, memberikan sedikit ketenangan pada Andin.

Andin mengangguk pelan, meski hatinya masih merasa was was. Setidaknya, Aji dalam kondisi stabil, dan itu cukup untuk memberinya harapan.

Dalam keheningan ruang tunggu, Andin duduk kembali, pikirannya melayang-layang. Ia menatap ke arah pintu ruang perawatan Aji, dan tiba-tiba hatinya terasa berat.

Selama ini, Aji selalu ada untuknya, dalam segala situasi, baik yang ringan maupun yang paling berat. Bahkan ketika dia disekap Haris, Aji tak ragu-ragu datang menyelamatkannya, bahkan mengorbankan dirinya tanpa berpikir panjang. Ketulusan Aji terpancar jelas, bahkan di saat yang paling sulit seperti ini.

Namun, seperti yang pernah Kian tanyakan kepadanya, Andin mulai menyadari bahwa dirinya mungkin tidak pernah sepenuhnya ada untuk Aji seperti Aji selalu ada untuknya. Ia seringkali terlalu terfokus pada kehidupannya sendiri, perasaannya sendiri, tanpa benar-benar memperhatikan lebih jauh tentang Aji. Hati Andin mulai goyah. Rasa bersalah menyelinap masuk di antara kecemasannya. Mungkin selama ini dia terlalu menerima kehadiran Aji begitu saja, tanpa menyadari betapa dalam perasaan dan pengorbanannya.

Disaat Andin tenggelam dalam pikiran dan kecemasannya, Budi datang bersama Dion dan Ucok. Melihat Andin sedang termenung, mereka semua langsung menghampiri Andin untuk menanyakan kabar Aji.

"Bagaimana keadaannya, Din?" tanya Ucok dengan nada penuh kekhawatiran, diikuti tatapan tak sabar dari yang lainnya.

"Aji mengalami gegar otak, tapi syukurlah tidak ada pendarahan di otak. Kata dokter, kondisinya stabil, tapi mereka masih perlu memantau selama 24 jam." jawabnya pelan.

Semua orang menghela napas lega mendengar kabar tersebut, meskipun mereka tahu Aji masih belum sepenuhnya pulih. Melihat ada yang kurang di antara mereka, Andin bertanya kepada Ucok dengan nada penuh kebingungan, "Kak Ucok, Kian mana? Kenapa dia gak ikut?"

Ucok menghela napas panjang, lalu menatap Andin dengan ekspresi serius. "Din, ada yang harus awak kasih tahu. Setelah Kian pulang dari rumahmu, ada yang nyerang Kian sebelum dia sampai ke kosan. Sekarang dia masih dirawat di RS. Immanuel."

Mendengar itu, Andin terkejut. "Apa? Kian diserang? Kenapa baru sekarang aku di kasih tau?" tanyanya panik.

Ucok mencoba menenangkan Andin, "Iya, Din. Anak buah Haris pelakunya. Awak minta maaf, Din. Abis telepon kau malam itu, Kita langsung berangkat cari Kian sampe akhirnya ketemu di rumah sakit. Sekarang yang penting dia udah dirawat, kondisinya stabil, tapi masih butuh waktu buat pulih."

Kosan ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang