Sore itu, Aji duduk di motornya yang terparkir tepat di depan kantor Andin. Suara kendaraan berlalu lalang di sekitar, tapi pikirannya lebih fokus pada layar ponselnya. Dia menatap layar ponselnya, lalu mulai mengetik pesan.
"Din, aku udah smp depan kantor, y?"Aji dan Andin yang semakin sering bertemu, membuat mereka mulai lebih akrab. Kini, mereka bahkan sudah saling memanggil nama, tidak lagi dengan panggilan formal seperti beberapa hari yang lalu.
Dia lalu menyimpan ponselnya di saku jaket, sambil melepas helm dan menyandarkannya di stang motornya. Udara sore yang sejuk cukup membuat suasana lebih santai, meski ia sedikit lelah setelah seharian bekerja. Hatinya selalu terasa lebih ringan setiap kali dia menunggu Andin—sesuatu yang kini menjadi rutinitas yang dinantikannya.
Beberapa menit kemudian, ponsel Aji bergetar. Pesan balasan dari Andin muncul di layar."Oke Ji, bentar lagi ya."
"Lagi antri absen pulang."Aji tersenyum membaca pesan itu. Hatinya tenang. Beberapa menit kemudian, ia melihat sosok Andin keluar dari pintu kantor, rambut pendeknya tergerai rapi dan wajahnya terlihat segar, meski jelas terlihat sedikit kelelahan. Dia berjalan cepat sambil melambaikan tangan dan tersenyum ke arah Aji.
"Kamu beneran gak nunggu dari tadi, kan?" tanya Andin dengan senyum kecil sambil merapikan tasnya.
Aji mengangguk sambil tersenyum. "Ndak kok, Din. Aku baru aja dateng pas WA kamu."
"Eh, Ji, kamu laper gak? Sebenernya aku laper banget nih." tanya Andin tiba tiba.Aji sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Hmm, belum terlalu sih, tapi kalo kamu laper, ayo kita cari makan dulu," jawabnya sambil tersenyum tipis.
Andin mengangguk antusias. "Aku pengen soto Bandung di jalan Cibadak. Udah lama gak makan di sana, enak banget deh. Mau gak?Aku yang bayarin"
Aji tersenyum lebih lebar kali ini, melihat Andin begitu bersemangat. "Boleh banget. Kebetulan aku juga suka soto Bandung. Yuk, kita kesana."
Setelah memastikan helm sudah terpasang dengan aman, Andin menaiki motor Aji dengan hati-hati. "Makasih ya, Ji, udah nungguin aku dan sekarang nemenin makan juga."
Aji menatap Andin sebentar dari kaca spion, tersenyum hangat sebelum memutar gas. "Santai aja, Din. Aku juga senang kok bisa nemenin kamu."
Mereka berdua pun melaju menuju jalan Cibadak, tempat soto Bandung favorit Andin berada. Angin sore menerpa wajah mereka, sementara suasana yang tadinya hanya soal jemputan biasa berubah menjadi kesempatan kecil untuk berbagi waktu dan tawa bersama.
Perjalanan menuju Jl. Cibadak tidak berjalan semulus yang mereka harapkan. Jam pulang kerja membuat jalanan penuh sesak, dengan kendaraan yang berdesakan dan suara klakson di mana-mana. Aji tetap tenang di atas motornya, sementara Andin duduk di belakang, sesekali mengeluh kecil karena kemacetan.Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka tiba di depan warung soto yang sedang ramai itu. Aji memarkirkan motor, lalu membantu Andin turun. Namun, sebelum mereka masuk ke dalam, mata Aji tiba-tiba menangkap sosok yang tidak asing, Kian sedang duduk di depan warung, terlihat santai sambil merokok, sepertinya dia sedang menunggu orderan disana.
Aji merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Dia sangat mengenal teman sekamarnya itu, Aji yakin Kian pasti akan meledeknya ketika tahu dia sedang bersama seorang wanita. Belum lagi jika Kian mengatakannya kepada teman teman yang lain, Aji pasti akan ketahuan oleh Budi.
Rasa panik tiba-tiba muncul. Aji langsung meraih tangan Andin dengan lembut dan berkata cepat, "Din, ayo buru-buru masuk ke dalam, yuk."Andin tampak bingung. "Kenapa Ji? Ada apa?"
Aji melirik ke arah Kian, yang untungnya belum menyadari kehadiran mereka. "Itu ada Kian temen kosan aku," jawabnya dengan nada setengah gugup, sambil menahan kegelisahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Chronicles
Humor"Kosan Chronicles" adalah potret kehidupan para penghuni kosan di era modern. Novel ini mengikuti kisah sehari-hari sekelompok anak muda dengan latar belakang yang beragam, yang tinggal bersama di sebuah kosan minimalis di tengah kota. Namun, hidup...