Sore hari itu, suasana di gedung Siliwangi Security Services terasa lebih sunyi dari biasanya, meski kesibukan tetap terlihat di beberapa sudut. Langit di luar sudah berwarna jingga, menandakan hari yang mulai berganti malam. Livia melangkah masuk ke gedung itu bersama Budi, sementara Rui mengikuti dari belakang seperti bayangan setia yang tidak pernah lepas.
Begitu mereka tiba di depan gedung, pintu otomatis terbuka dan Livia melangkah masuk. Orang-orang yang berada di lobby segera berdiri dan memberi hormat. Beberapa staf keamanan yang berseragam tampak memberikan salut, sementara resepsionis dengan senyum sopan langsung menyapa, "Selamat sore, Nona Livia."Budi sedikit terkejut melihat bagaimana semua orang memperlakukan Livia dengan begitu hormat. Dia tahu pacarnya ini berpengaruh, tapi ini diluar dugaannya. Gedung yang tinggi dan megah itu tampak seperti benteng keamanan yang tidak bisa disentuh sembarang orang, dan Livia berjalan di dalamnya dengan percaya diri seperti seorang putri yang memasuki istananya.
Mereka diantar menuju lift khusus di ujung ruangan, dan sesaat sebelum pintu lift tertutup, Rui menempatkan dirinya di posisi yang strategis, berdiri sedikit di depan namun tetap dekat dengan Livia. Lift bergerak naik dengan cepat, suasananya sunyi namun terasa sarat akan ketegangan. Budi melirik Livia, berharap mendapat sedikit penjelasan, tapi Livia hanya membalas dengan senyum tipis, seolah mengatakan semua akan baik-baik saja.
Begitu lift berhenti di lantai tertinggi, pintu terbuka, dan mereka disambut oleh seorang wanita yang mengenakan setelan rapi, dengan wajah penuh penghormatan. "Non Livia, kami sudah selesai menyiapkan ruangan Anda," katanya dengan ramah, sembari mempersilakan Livia untuk masuk.
Mereka masuk ke dalam ruangan kerja Livia, dimana suasana lebih tenang. Livia meminta Budi untuk menunggu di sana. "Aku pengen Bubu tunggu di sini sebentar, yaa," kata Livia dengan nada lembut sambil tersenyum kepada Budi. "Ada hal yang mau aku selesain dulu, nanti kita ngobrol, yaah."
Budi mengangguk, meski raut wajahnya menunjukkan rasa penasaran. Dia tahu Livia punya cara untuk menyelesaikan masalah, tapi kali ini dia tidak sepenuhnya yakin apa yang akan dilakukan. "Oke, abang tunggu di sini," jawab Budi, meski pikirannya berkecamuk. Dia duduk di sofa yang ada di ruangan itu, sementara Livia tersenyum sekilas sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan, diiringi Rui.
Sore itu, di lantai yang sama, ada sebuah ruangan lain yang pintunya tertutup rapat. Di dalamnya, suasana berbeda. Anna, yang selama ini tampak tenang dan anggun, kini duduk dengan tangan terikat di kursi. Wajahnya terlihat cemas, sesekali menatap sekeliling dengan gelisah. Di sudut ruangan, Bob dan Julianto berdiri dengan wajah kaku, mengawasi setiap gerakan Anna. Mereka berdua dengan mudah berhasil membawa Anna ke tempat itu, sesuai perintah Livia.
Tidak lama setelah itu, pintu ruangan terbuka. Livia masuk, langkahnya tenang namun penuh wibawa. Matanya menatap lurus ke arah Anna, yang langsung tersentak saat melihatnya. "Ada masalah apa ini? Ini pasti salah paham!" kata Anna cepat-cepat, mencoba tersenyum. "Aku gak tau kenapa aku dibawa ke sini."
Livia tidak membalas dengan senyum. Ia hanya berjalan mendekat, berhenti di depan Anna. "Salah paham?" ulangnya pelan, nadanya datar namun mengandung ancaman terselubung. "Aku rasa kamu ngerti banget, kenapa kamu dibawa kesini, Anna."Anna terdiam, wajahnya berubah tegang. Livia melanjutkan, suaranya tetap tenang namun kini terdengar lebih tajam. "Aku tau banget, apa yang udah kamu lakuin sama Haris, gimana kalian jebak Budi, dan berapa kali kalian coba ganggu orang-orang yang deket sama aku. Kamu pikir aku gak tau?"
Wajah Anna semakin pucat. Dia mulai gemetar, tapi berusaha tetap tersenyum. "Aku... aku cuma ngikutin perintah Haris... dia yang maksa aku," katanya, suaranya terdengar memohon.
Livia menatap ke arah Bob, Bob yang dari tadi hanya diam dan memperhatikan, merasakan tekanan dari tatapan Livia, "D-dia bohong Non Livia... Anna punya kesepakatan sama Haris untuk menjebak pacar nona... Dia punya dendam sama Andin..." ungkap Bob pelan kepada Livia, ada keringat yang mengalir di pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Chronicles
Humor"Kosan Chronicles" adalah potret kehidupan para penghuni kosan di era modern. Novel ini mengikuti kisah sehari-hari sekelompok anak muda dengan latar belakang yang beragam, yang tinggal bersama di sebuah kosan minimalis di tengah kota. Namun, hidup...