Sementara Budi masih duduk berhadapan dengan Livia, disisi lain Andin dan Aji yang berada di luar melihat mereka berdua dari kejauhan. Meskipun Andin mencoba kuat, perasaan kehilangan masih menghantuinya. Matanya kini tertuju pada Livia, wanita yang menjadi alasan Budi meninggalkannya. Livia tampak cantik, dengan senyuman yang lembut dan menawan. Ada rasa cemburu yang perlahan merayap ke dalam dirinya, tak bisa disangkal meski ia berusaha untuk tetap tegar.'Dia... lebih cantik daripada aku,' pikir Andin, tanpa sadar menggenggam tasnya erat. Perasaan rendah diri tiba-tiba muncul, seolah penampilannya tak sebanding dengan Livia. Andin pun menyadari bahwa mungkin inilah alasan Budi memilih Livia—bukan hanya kecantikan, tapi juga keceriaan dan aura positif yang terpancar dari wanita itu.
Andin menghela napas panjang, merasa sulit untuk mengalihkan pandangannya dari Budi dan Livia yang terlihat begitu bahagia. Dia tak bisa menahan air mata yang kembali mengalir di pipinya. Tanpa berkata apapun, perasaan sakit itu kembali menghantam hatinya begitu kuat.
Di sampingnya, Aji hanya bisa menatap dengan rasa iba. Ia tahu betapa beratnya situasi ini bagi Andin, apalagi setelah baru saja melihat Budi dan pacar barunya, tersenyum seolah dunia mereka begitu sempurna.
Aji menepuk lembut pundak Andin, mencoba memberi sedikit ketenangan. "Mbak, sabar yoo.." ucapnya pelan.
Andin hanya menggeleng pelan, masih terisak. "Kenapa harus Livia, Mas? Aku tau, aku kurang baik buat Budi, tapi kenapa semuanya harus berakhir kayak gini?" suaranya pecah di antara isakan.
Meski mencoba tegar, Aji pun merasakan kesedihan yang sama. Ia membayangkan jika ia mengalami hal yang sama seperti yang dialami Andin."Pasti berat yo, mbak"
"Udah... lah,Mas. Aku udah gak kuat... " balas Andin dalam tangisannya pelan, dan akhirnya memutuskan untuk melangkah pergi sebelum hatinya semakin terluka. Tapi dalam langkahnya, terselip perasaan getir, perasaan yang belum sepenuhnya bisa ia lepaskan.
Sambil mengikuti langkah Andin yang masih terisak, pikiran Aji perlahan melayang jauh. Di balik raut wajahnya yang tenang, sebenarnya hatinya penuh dengan pertanyaan. Ia menatap langit sejenak, 'Kenapa cinta bisa sesakit ini?' tanya Aji dalam hati. Baginya, cinta selalu tampak indah dari luar. Dari cerita teman-temannya, film, atau novel yang ia baca, cinta sering kali digambarkan sebagai sesuatu yang manis, penuh kebahagiaan, dan janji-janji masa depan. Namun, pemandangan di depannya saat ini memperlihatkan sisi lain dari cinta, sisi yang penuh luka dan air mata.
Di satu sisi, Aji merasa simpati dan ingin membantu Andin, tapi di sisi lain, rasa takut muncul di dalam hatinya. Takut jika suatu saat, dia juga harus merasakan sakit yang sama. Semua ini membuat cinta terlihat jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan.
"Mas, bisa anterin aku pulang?" tanya Andin memecah lamunan Aji.
Aji mengangguk tanpa ragu. "Tentu, Mbak. Ayo." Mereka segera berjalan menuju motor Aji yang terparkir tak jauh dari situ.
Dengan segera, Aji memacu motornya pelan, meninggalkan kafe dan segala kenangan pahit yang baru saja menghantui Andin. Perjalanan menuju rumah Andin terasa sunyi. Tak ada obrolan di antara mereka, hanya suara motor dan deru angin yang menemani perjalanan itu.
Setelah sampai di depan gerbang rumah Andin, Aji mematikan mesin motornya dan menoleh ke arah Andin. Dia bisa melihat bahwa Andin masih tenggelam dalam perasaan yang kacau.
Andin melepaskan helmnya dengan pelan, kemudian berbalik menghadap Aji. "Mas, aku boleh minta nomor WhatsApp kamu?" tanyanya dengan nada lembut tapi masih terdengar ada ketegangan.
Aji sedikit terkejut mendengar permintaan itu. "Iya, Mbak, tentu boleh," jawabnya sambil memberikan nomornya.
Setelah Andin menyimpan nomor Aji, dia terdiam sejenak, tampak ragu sebelum melanjutkan bicaranya. "Aku... aku butuh bantuan kamu, Mas," katanya pelan, suaranya terdengar lelah. "Aku mau, Mas cari tahu kenapa sebenarnya Budi pilih Livia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Chronicles
Umorismo"Kosan Chronicles" adalah potret kehidupan para penghuni kosan di era modern. Novel ini mengikuti kisah sehari-hari sekelompok anak muda dengan latar belakang yang beragam, yang tinggal bersama di sebuah kosan minimalis di tengah kota. Namun, hidup...