Saat Aji sedang berusaha membangunkan Andin, Haris yang bersembunyi perlahan mengendap dari belakang sambil membawa tongkat baseball. Dalam satu hantaman Aji langsung terjatuh tak sadarkan diri.
Andin, yang sebelumnya tak sadarkan diri, mulai bergerak sedikit, namun masih terlalu lemah untuk bangun sepenuhnya. Haris menatap Andin, lalu kembali memandang Aji yang tergeletak di dekatnya, dan kemarahan di wajahnya semakin jelas.
"Kamu selalu aja ganggu..." kata Haris pelan. Setelah melumpuhkan Aji, Haris sudah pasrah dengan keadaannya saat ini, tidak ada gunanya bertarung melawan mereka bertiga. Haris segera kabur melalui jendela kamar tersebut, dan berlari ke arah garasi.
Di saat yang sama, Icang dan Dias yang berada di luar mendengar suara benturan keras dari lantai dua. Mereka saling pandang dan langsung berlari menuju ruangan dimana Andin dan Aji berada, menyadari bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Ketika mereka tiba di pintu, mereka hanya menemukan Aji yang tergeletak tak berdaya, sedangkan Andin masih terbaring lemah di atas kasur. Melihat jendela yang terbuka Icang segera paham, bahwa Haris kabur melalui jendela tersebut, dia langsung mengejar Haris.
Dias segera membantu Andin yang mulai sadar, kelopak matanya perlahan terbuka, dan pandangannya yang awalnya buram mulai jelas. Dia merasakan ada yang membantunya berdiri, dan ketika matanya fokus, dia melihat Dias yang menatapnya dengan tenang, mencoba memberinya rasa aman.
Andin masih merasa lemas, tapi pikirannya mulai berfungsi dengan cepat. Dia menoleh ke sekitar ruangan, mencari-cari sesuatu, dan saat dia melihat Aji tergeletak di lantai, tubuhnya langsung kaku. Napasnya tercekat, dan wajahnya pucat seketika.
"Aji...?" suaranya bergetar, hampir tidak terdengar. Dia berusaha bergerak mendekati Aji, tapi tubuhnya masih lemah. "Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti itu?"Dias mencoba menenangkan Andin, memegang bahunya dengan lembut agar dia tidak panik. "Aji bakal baik-baik aja, kami sudah disini. Kita akan segera bawa dia ke rumah sakit."
Andin tak bisa menahan air mata yang mulai mengalir, menatap Aji yang terbaring tak bergerak, dengan luka di kepalanya yang jelas terlihat. Melihat wajah Aji yang penuh darah membuatnya sakit, hati kecilnya berteriak, menolak untuk percaya bahwa pria yang selalu ada untuknya kini tergeletak tak berdaya.
"Aji..." gumamnya pelan, dengan nada yang penuh rasa sakit dan penyesalan. Air matanya jatuh deras, membasahi pipinya. "Bangun, Aji... Please... Bangun..."
Dias segera berjongkok, memeriksa napas Aji dan mencoba menenangkannya. "Dia masih bernapas. Kita harus segera keluar dari sini, kita akan bawa dia ke rumah sakit secepatnya."Andin mengangguk lemah, meski hatinya masih diliputi rasa takut dan cemas. Dengan dibantu Dias, dia berusaha untuk kuat berdiri dan menghampiri Ajii, sementara Icang masih mengejar Haris. Di dalam kekacauan itu, satu-satunya yang memenuhi pikiran Andin adalah harapan agar Aji segera sadar, agar dia bisa mendengar suaranya lagi, berbicara dengannya, dan melihat senyumnya yang selalu menenangkan.
Sambil terisak, Andin terus menatap Aji, seolah memohon agar dia kembali padanya. "Aji, please... jangan tinggalin aku..."
Tiba tiba, Yuki muncul dari bawah dengan langkah cepat, bekas luka di wajahnya jelas terlihat. Ada memar di pelipis dan bibirnya sedikit berdarah, tapi matanya masih tajam, penuh tekad. Saat dia melihat Dias, ia mengangguk pelan, mengisyaratkan bahwa orang berambut putih tadi sudah diatasi.
Dias menatap Yuki sambil tertawa kecil, "Udah mainnya, Yuk? Kenapa itu muka, haha."
Yuki mengerutkan kening, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat, "Mayan tangguh, Yas. tapi gak cukup," jawabnya dengan nada yang sedikit bercanda, meski wajahnya masih menyimpan keseriusan. Bekas luka itu seakan menjadi tanda kemenangan sekaligus peringatan bahwa mereka menghadapi lawan yang tidak main-main.
"Mang Icang kemana?" tanya Yuki, sambil menghampiri ke arah jendela.
"Haris kabur kayaknya, lagi di kejar..." jawab Dias pelan, ada rasa kecewa dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Chronicles
Humor"Kosan Chronicles" adalah potret kehidupan para penghuni kosan di era modern. Novel ini mengikuti kisah sehari-hari sekelompok anak muda dengan latar belakang yang beragam, yang tinggal bersama di sebuah kosan minimalis di tengah kota. Namun, hidup...