CH 29

7 1 18
                                    

Perhatian!
Makna 'dia/nya' tanpa tanda kurung di sini berarti 'Cherry', karena di sini penulis pakai POV 3 (pakai dia/)

_____

Meski tahu hal itu tidak akan terjadi, dia tetap bersorak untuk (menyemangati) para Ksatria Emblem. Kalau ibunya (yang sedang marah itu) benar-benar menyerbu takhta Kaisar, itu akan menjadi masalah. Bisa-bisa dianggap sebagai pemberontakan atau tidak dianggap tuduhan penghinaan keluarga kerajaan. Bisa beresiko kalau dia tidak akan ikut berpartisipasi dalam kompetisi berburu pertamanya ini dan keluarganya bisa hancur.

'Seseorang tolong, tolong, tolong hentikan dia (Ibu), tolongg!!' Sambil menggenggam kedua tangannya dia berdoa dengan putus asa.

Ajaibnya, seolah-olah para dewa di dunia ini sedang mengabulkan permohonannya, ayahnya datang bak malaikat berdiri di depan ibunya untuk mengahalangi jalannya.

"Fiuhh, untungnya ada ayah!" Dia menghela napas lega. Satu-satunya orang yang bisa menahan ibunya (meski di tengah-tengah para ksatria Emblem yang saling bertarung).

Ibu yang bisa melawan orang dewasa (terutama para ksatria Emblem yang kekar) sungguh menakjubkan. Dengan kekuatannya yang luar biasa, ibunya bisa melempar mereka (ksatria Emblem) ke sana ke mari seolah-olah mereka tak berbobot, meskipun jaraknya berjauhan.

Dia, ayahnya, dan anak kecil. Di antara ketiga faktor ini, ayahnya menunjukkan pengaruh yang paling besar. Ayahnya berdiri tegap di depan ibunya yang murka dengan kedua tangannya yang terkepal sambil menatapnya (ayahnya). Dia memang berada jauh dari situasi itu, tapi tidak sulit untuk melihat betapa malang sekali wajah cantik ayahnya.

"Astaga, itu nyaris saja."

Ibunya yang awalnya sedang mengamuk, kini dengan tenang menurunkan ksatria yang hendak dilemparnya. Baru kemudian terdengar desahan lega. Mungkin Kaisar (yang jauh di atas sana) merasakan hal yang sama. Dia (Ibunya) kini menghibur dirinya dengan duduk di kursi yang tadi di tinggalkan.

'Ibuku terlihat menakutkan, sampai Kaisar pun takut. Tapi, sebagai seorang ksatria pengawal, apa mungkin ibu akan menyakiti seseorang?'

Dia mengerutkan bibirnya tanpa sebab dan mengalihkan pandangannya. Terlepas dari apa yang dikatakan orang dewasa atau seberapa marahnya ibunya, dia harus tetap menghadapi situasi yang ada di depannya.

"Cherry." Enoch, teman satu kelompoknya sedang mendekatinya.

"Apa?" Ini adalah pertama kalinya dia berhadapan dengan Enoch sejak malam mereka bertemu diam-diam di taman mansion Emblem.

Meskipun waktu sudah berlalu, rasanya seperti baru kemarin dia melihatnya (Enoch). Sejak saat itu, mereka tanpa henti membandingkan keterampilan pedang mereka dan bertekad untuk tidak melewatkan sekecil apapun. Setiap harinya, mereka memeriksa kemajuan satu sama lain, mulai dari bangun sampai tidur harus merasa puas karena pencapaian.

"Aku dengar, kau sangat bersemangat belajar ilmu pedang. Terima kasih sudah mau mengabulkan permintaanku." Enoch mengulurkan tangan (berjabat tangan) padanya. Dia bisa merasakan kalau itu adalah ucapan yang ingin dia (Enoch) sampaikan di pesta hari itu, sewaktu dia (Enoch) terus menatapnya di belakang Jade Gray.

".....Kalau ada yang dengar, mereka akan mengira kalau mereka baru saja mendengar kabar tentangku. Padahal kan mereka mendengarkan setiap hari, tapi mereka pura-pura tidak mendengarnya."

Kejadian yang sebenarnya adalah dia tidak mengambil ilmu pedang itu demi Enoch, hanya saja karena dia merasa malu (kalau ada yang mendengarnya), dia menggerutu sambil menjawab jabatan tangan Enoch.

"Baguslah." Setelah itu, tepuk tangan meriah dan bisikan kagum mulai terdengar di sekeliling mereka berdua.

Hal ini membuat kenangan trauma sebelumnya muncul lagi. Trauma karena dikelilingi orang dewasa yang bertepuk tangan dengan wajah gembira sambil membicarakan sejarah dan persaingan antara Emblem dan Gray. (Maybe lebih ke risih dibandingkan trauma, tapi emang dari sananya ditulis trauma, jadi aku ikut apa kata translator).

|MUSUH KOK MALAH TUNANGAN|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang