BAB 1: Ancaman dari Kegelapan

115 91 4
                                    

Di dalam goa yang terletak jauh di kedalaman hutan barat, sosok bertudung hitam duduk di atas batu besar. Suasana di sana sangat berbeda dari gemerlap istana Eldoria yang penuh kehangatan dan cahaya. Udara lembap dan dingin, dipenuhi bau tanah basah dan dedaunan busuk. Api kecil menyala di tengah ruangan, menciptakan bayangan menari di dinding goa. Cahaya dari api tersebut memantulkan wajah sosok misterius itu—mata merah menyala, dan garis wajah yang keras dan jahat tersembunyi di balik tudungnya.

Dia adalah Modrak, penyihir jahat yang selama ini dianggap mati oleh kerajaan Eldoria. Namun, di balik penyamaran sosok bertudung hitamnya, ia telah kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Modrak berencana untuk menghancurkan Eldoria dan mengambil alih takhta yang selama ini ia impikan.

Sambil menatap api yang berkelap-kelip, Modrak tersenyum licik. Di belakangnya, sejumlah makhluk kegelapan yang berbentuk kabut bergerak gelisah, menunggu perintah dari tuan mereka.

“Kita akan segera menyerang,” suaranya terdengar seperti bisikan maut yang mengerikan. “Namun, kita tidak akan terburu-buru. Biarkan mereka merasakan ketakutan. Mereka akan tahu bahwa kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatanku.”

Sementara Modrak menyusun rencana jahatnya, di Istana Eldoria, suasana penuh dengan kesibukan dan ketegangan. Raja Aleron mengumpulkan para penasihatnya, termasuk Menteri Agung, Lord Edric, dan Jenderal Althar, komandan pasukan Eldoria. Mereka duduk mengelilingi meja besar di ruang perang istana, membahas strategi untuk melindungi kerajaan dari ancaman yang kian mendekat.

“Kami sudah memperkuat perbatasan barat, Yang Mulia,” lapor Jenderal Althar. “Namun, kami belum bisa memastikan kekuatan lawan kita. Sosok bertudung ini... kekuatannya belum kami pahami sepenuhnya.”

Raja Aleron mendesah, wajahnya tampak lelah namun tekadnya tak pernah goyah. “Kita tidak bisa meremehkan ancaman ini."

Di sebelahnya, Ratu Isolde yang elegan namun tegas, menatap suaminya dengan penuh keyakinan. “Kita harus bersiap untuk yang terburuk. Namun, kekuatan keluarga kita, kekuatan putri-putri kita, akan menjadi harapan terbesar kita.”

Di luar ruang perang, kehidupan istana berjalan seperti biasa, meski aura ketegangan mulai terasa. Althea, yang selalu berusaha terlihat tenang, merasa beban tanggung jawab semakin berat di pundaknya. Sebagai putri bungsu yang memiliki kekuatan paling sempurna, ia sadar bahwa banyak yang menggantungkan harapan padanya. Namun, lebih dari itu, ia ingin melindungi keluarganya, terutama kedua kakaknya.

Di tengah-tengah persiapan istana, Kael tampak sibuk mempersiapkan persenjataan untuk pasukan istana. Meski lebih mudah bergaul dan tengil, ia tetap menyimpan perhatian dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kerajaannya. Pikirannya, bagaimanapun, tidak bisa sepenuhnya terfokus pada tugasnya, karena ia terus memikirkan Althea. Ada sesuatu yang begitu mempesona dari dirinya—bukan hanya kecantikannya, tapi keberanian dan kelembutan yang terpancar dari hatinya.

Sementara Kael merenung, Lucian, yang lebih introvert dan pemalu, datang menghampirinya. “Kael, kau terlihat gelisah,” ucap Lucian dengan nada tenang, meski ada sedikit senyuman di wajahnya. “Apakah ini tentang Althea lagi?”

Kael terkejut mendengar pertanyaan itu, wajahnya memerah. “Tentu saja tidak... aku hanya... memikirkan rencana perlindungan istana.”

Lucian tertawa kecil, mencemooh adiknya dengan lembut. “Kau tidak pandai menyembunyikan perasaanmu, Kael. Tapi ingat, Althea bukan gadis biasa. Dia adalah putri dari Raja dan Ratu Eldoria. Menyukai dia... itu berarti siap untuk menghadapi banyak tantangan.”

Kael hanya bisa terdiam, sementara di dalam hatinya, ia tahu betul bahwa perasaan itu lebih dari sekadar kekaguman. Dia benar-benar jatuh cinta pada Althea. Namun, di balik itu semua, ada satu tantangan besar yang tak ia sadari—Lyra, kakak Althea, juga memiliki perasaan padanya.

Di tempat lain, di menara latihan, Lyra dan Freya kembali berlatih sihir bersama guru mereka, Master Orwen. Namun, kali ini, Lyra tampak kurang fokus. Setiap kali ia mencoba memanggil angin untuk mengikuti perintahnya, pikirannya teralihkan ke Althea dan Kael. Tatapan Kael pada Althea selalu berhasil membuat darahnya mendidih, meski ia berusaha keras untuk tidak memperlihatkan perasaannya.

“Apa yang mengganggumu, Lyra?” tanya Freya dengan nada curiga. “Kau tidak biasanya begini ceroboh.”

Lyra menghela napas panjang dan menghentikan latihannya. “Aku hanya... aku merasa risih dengan Althea,” jawabnya jujur. “Kael... dia terus menatap Althea seolah-olah dia satu-satunya yang ada di dunia ini.”

Freya menatap adiknya dengan tatapan prihatin. “Aku tahu kau menyukai Kael, tapi... kau tahu Althea tidak pernah bermaksud mengambil perhatian Kael darimu.”

Lyra mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah. “Althea tidak salah... tapi itu tetap tidak mengubah perasaanku. Kael menyukai Althea, bukan aku.”

Freya mendekati Lyra dan memegang pundaknya dengan lembut. “Kita semua punya perasaan, Lyra. Tapi kita juga punya tanggung jawab yang lebih besar. Ancaman baru sudah kembali, dan Eldoria membutuhkan kita. Jangan biarkan ini merusak fokusmu.”

Lyra menatap kakaknya sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Kau benar, Freya. Aku tidak boleh membiarkan ini mengalihkan perhatianku. Tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku selamanya.”

Di aula utama istana, suasana semakin sibuk. Para pelayan dan pengawal terus mempersiapkan pertahanan, sementara keluarga kerajaan sibuk menyusun rencana. Althea, meski tersenyum lembut, merasakan sesuatu yang mengganjal. Ia bisa merasakan ketegangan dari Lyra, dan ia tahu itu terkait dengan Kael. Althea tak pernah bermaksud untuk menyinggung perasaan kakaknya, tapi perasaannya sendiri pada Kael masih belum jelas. Ia menyukai perhatian yang diberikan Kael, namun ia tak ingin melukai hati Lyra.

Sore itu, ketika matahari mulai terbenam dan bayangan malam mulai menjalar, ancaman kegelapan dari Modrak semakin terasa nyata. Eldoria dalam keadaan siaga, dan cinta yang terpendam di antara para penghuni istana menambah kompleksitas dari situasi yang sudah genting. Sementara kegelapan semakin mendekat, masing-masing dari mereka harus menentukan pilihan—antara melindungi negeri mereka atau mengikuti perasaan hati yang mendalam.

Dan di dalam goa, Modrak, sosok bertudung hitam yang kini menyamar, hanya menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan serangannya. Eldoria, dengan segala gemerlapnya, tidak akan siap menghadapi apa yang akan datang.


Eldoria: Kekuatan, Cinta, dan Intrik (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang