BAB 14: Modrak dengan kelicikannya

46 45 0
                                    

( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)

TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA*

---

Hari-hari berlalu dengan kesedihan yang masih menyelimuti istana Eldoria. Ratu Isolde masih berduka atas kepergian sahabatnya, Lady Selene, sementara Kael terpuruk dalam kesedihan yang mendalam, kehilangan ibunya. Althea, yang ingin mendekatkan diri kepada Kael, merasa sangat cemas melihat pria yang dicintainya semakin menjauh. Hubungan mereka yang dulunya hangat kini terasa dingin dan penuh ketegangan.

Althea duduk di taman istana, berharap bisa menemukan Kael di tempat yang biasanya mereka habiskan bersama. Setiap sudut taman itu menyimpan kenangan indah yang kini terasa seakan menjauh. Dengan beraninya, Althea memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak bisa terus-menerus berdiam diri. Dengan napas dalam, ia memanggil nama Kael dengan lembut, “Kael… di mana kau?”

Tak lama kemudian, Kael muncul dari balik pepohonan. Wajahnya masih terlihat lesu, matanya sayu menatap Althea. Namun, ada sesuatu yang berbeda di wajahnya—sebuah kerumitan yang tak bisa Althea pahami.

“Althea,” jawab Kael pelan. “Ada yang ingin kau bicarakan?”

Althea merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia mengambil napas dalam dan berusaha menahan emosi. “Aku ingin tahu kenapa kau menjauh dariku. Apakah itu karena apa yang terjadi antara kau dan Lyra?” tanyanya langsung, mencoba mengungkapkan perasaannya dengan jujur.

Kael tampak terkejut. “Lyra?” tanyanya, mengernyitkan dahi. “Apa maksudmu?”

Althea teringat saat ia melihat Kael dan Lyra berciuman, perasaan sakit itu kembali muncul. “Aku melihat kalian berciuman. Kenapa kau melakukan itu?”

Kael terdiam sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Itu… bukan seperti yang kau kira. Aku tidak bermaksud menyakitimu,” katanya dengan nada penuh penyesalan. “Aku masih berduka, dan saat itu aku tidak bisa berpikir jernih. Lyra mendekat, dan aku… entahlah, aku tidak bisa menolaknya.”

Air mata mulai menggenang di mata Althea, tapi ia berusaha untuk tetap tegar. “Tapi aku mencintaimu, Kael. Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau merasa tertekan? Kita seharusnya bisa saling mendukung.”

Kael merasakan sakit di hatinya melihat Althea begitu terluka. “Aku tidak ingin membebanimu dengan kesedihanku. Aku hanya butuh waktu untuk mengatasi semuanya.”

Namun, di dalam hati Althea, rasa cemburu dan ketidakpastian menggigitnya. Ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Lyra, kakaknya, kini menjadi penghalang dalam hubungannya dengan Kael. Meskipun ia menghormati Lyra sebagai kakak, rasa sakit itu tetap ada.

---

Di tempat lain, Modrak, sosok bertudung hitam yang telah menjadi ancaman bagi Eldoria, berada di dalam goa rahasia yang gelap di hutan. Ia memandangi peta kerajaan dengan penuh kecermatan, merencanakan langkah berikutnya. Rencana liciknya sudah mulai terwujud; ia berencana untuk menculik Althea. Modrak tahu bahwa Althea memiliki kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan putri-putri lainnya.

“Jika aku bisa mendapatkan Althea, aku akan memiliki kekuatan yang dapat menaklukkan istana ini,” bisiknya pada diri sendiri, sambil tertawa pelan. “Dia akan menjadi senjata terkuatku.”

Dengan tekad yang menggelora, Modrak mulai merancang segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencananya. Ia mengumpulkan para pengikut setianya, yang bersembunyi dalam bayang-bayang hutan, siap untuk melakukan misinya.

Sementara itu, Kael, meskipun masih merasa terpuruk, mulai menyadari bahwa hubungan dengan Althea harus dipertahankan. Ia tidak bisa membiarkan perasaannya terhadap Althea hilang begitu saja hanya karena kesedihan. Dalam hatinya, ia berjanji untuk memperbaiki keadaan.

Namun, saat Althea berjalan menjauh dari Kael, pikirannya dipenuhi dengan rasa cemas. Ia tahu ada yang tidak beres dengan hubungan mereka dan kekhawatiran akan Modrak yang masih mengintai mengisi benaknya. “Apa yang akan terjadi selanjutnya?” pikirnya.

Hari-hari setelah percakapan itu terasa semakin membingungkan. Althea berusaha memberi Kael ruang untuk berduka, namun saat bersamaan, rasa cemburunya terhadap Lyra semakin tak tertahankan.

Satu malam, saat istana sepi, Althea memutuskan untuk pergi berjalan-jalan di taman, berharap bisa menjernihkan pikirannya. Dalam keheningan, ia mendengar bisikan dari arah hutan. Tanpa sadar, ia mulai berjalan menuju suara tersebut. Rasa ingin tahunya mengalahkan rasa takutnya, dan ia bertekad untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Namun, saat Althea semakin mendekat, ia tidak menyadari bahwa Modrak mengawasinya dari kejauhan, menunggu saat yang tepat untuk melancarkan rencananya. Dalam kegelapan malam, Modrak menggerakkan sekelompok pengikutnya untuk bersiap menculik Althea. Dengan mengendap-endap, mereka menghampiri Althea yang terjebak dalam pikirannya sendiri.

Tetapi, saat Althea merasa ada yang aneh, Kael tiba-tiba muncul, menyusuri jejak Althea. Dalam suasana gelap dan menegangkan, ia merasakan kehadiran yang mencurigakan. “Althea!” teriaknya, berusaha mencari perhatian gadis itu.

Ketika Modrak dan pengikutnya melangkah maju, Kael tidak tinggal diam. Ia melindungi Althea dengan tubuhnya, bersiap menghadapi ancaman tersebut. “Kau tidak akan menyentuhnya!” seru Kael, matanya penuh tekad.

Modrak terkejut melihat keberanian Kael. “Kau tidak tahu apa yang kau hadapi,” ujarnya dengan nada mengejek. “Althea adalah kunci untuk kekuatan yang lebih besar, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangiku.”

Pertarungan pun tak terhindarkan. Kael berjuang keras melawan pengikut Modrak yang berusaha menyerangnya dari segala arah. Althea, meski merasa ketakutan, tidak bisa tinggal diam. Dengan segenap kekuatan dan keberanian, ia mencoba membantu Kael, tetapi ia merasa terhalang oleh rasa cemas yang menggerogoti hatinya.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, Kael akhirnya berhasil mengalahkan para pengikut Modrak. Dengan nafsu yang membara, ia menghadapi Modrak secara langsung. “Kau akan membayar atas semua yang kau lakukan!” teriak Kael, seraya melancarkan serangan terakhir yang menghancurkan rencana Modrak.

Modrak terpaksa mundur, marah karena rencananya gagal. “Ini belum berakhir, Kael! Aku akan kembali untuk Althea!” serunya sebelum menghilang dalam kegelapan malam.

Kael, berbalik ke arah Althea yang tertegun melihatnya. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya dengan khawatir.

Althea mengangguk, tetapi wajahnya tampak pucat. “Ya, aku baik-baik saja. Tapi, Kael, kenapa kau datang? Aku khawatir denganmu.”

Kael menghela napas lega, menyesuaikan dirinya dengan kenyataan bahwa Althea selamat. “Aku tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi padamu. Aku mencintaimu, Althea,” ungkapnya dengan tulus.

Namun, saat mereka berdua berusaha untuk memulihkan ketenangan, kebenaran yang mengejutkan menghantam mereka: sosok bertudung hitam yang baru saja mereka hadapi ternyata adalah Modrak, pengkhianat istana yang dipercaya telah mati. Kaget, mereka saling memandang, menyadari bahwa ancaman yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang mereka kira.

“Jadi, Modrak masih hidup,” kata Althea, suaranya bergetar. “Kita harus memberi tahu ayah.”

“Tunggu,” kata Kael, menghentikan langkah Althea. “Kita harus merencanakan dengan hati-hati. Jika kita memberi tahu raja terlalu cepat, bisa jadi Modrak sudah bersiap dengan rencananya.”

Althea mengangguk, tahu bahwa Kael benar. Mereka harus memikirkan langkah selanjutnya dengan hati-hati, menjaga Eldoria dan orang-orang yang mereka cintai dari ancaman yang mengintai. Dengan hati yang berat, mereka berjanji untuk bersama-sama menghadapi apa pun yang akan datang, bersatu dalam cinta dan keberanian mereka.

Eldoria: Kekuatan, Cinta, dan Intrik (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang