BAB 8: Pengakuan di Tengah Kegelapan

75 58 2
                                    

( FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN)

TERIMA KASIH *HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA* 

WARNING! 21+

---

Malam semakin larut saat Althea, Kael, dan Lucian terus menelusuri hutan yang gelap. Suara dedaunan yang berdesir dan binatang malam yang bersuara membuat suasana semakin mencekam. Mereka terus bergerak maju, berusaha tetap fokus meskipun rasa cemas menggelayuti pikiran mereka. Setiap langkah terasa berat, seolah ada sesuatu yang mengintai dari balik bayangan.

“Apakah kau yakin kita sudah di jalur yang benar?” tanya Althea, menatap Lucian yang memimpin perjalanan mereka. “Aku merasa kita sudah berputar-putar.”

Lucian mengerutkan dahi, berusaha menenangkan Althea. “Kita hanya perlu terus maju. Kita akan menemukan sesuatu, percayalah.” Dia lalu menoleh ke arah Kael yang berjalan di samping Althea. “Kau merasakan hal yang sama, kan?”

Kael hanya mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi oleh perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Dalam kegelapan ini, dia merasakan ketegangan yang berbeda. Ketegangan yang berasal dari hati dan perasaannya terhadap Althea. Dia sudah lama mengagumi gadis ini, tapi belum pernah menemukan keberanian untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Saat mereka melanjutkan perjalanan, Kael tiba-tiba menarik tangan Althea. “Althea, tunggu!” serunya, membuat Althea terkejut. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan.”

Althea menatapnya dengan mata yang penasaran, namun juga penuh kekhawatiran. “Apa itu, Kael? Kita tidak punya banyak waktu.”

Dia bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. “Aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku ingin kau tahu—”

Namun, sebelum Kael bisa menyelesaikan kalimatnya, kaki Althea tersandung pada akar pohon yang menjulang. Tanpa bisa dicegah, mereka terjatuh bersama, tubuh mereka saling berpelukan. Dalam momen yang tak terduga itu, bibir mereka bersentuhan, menghangatkan kegelapan malam yang dingin.

Seketika, keduanya terdiam, wajah mereka merah padam. Kael tertegun, tak percaya apa yang baru saja terjadi. Althea, di sisi lain, merasakan rasa malu dan bingung bercampur menjadi satu. “Oh tidak! Aku... aku minta maaf!” ucap Althea cepat-cepat, berusaha bangkit dan merapikan diri.

Kael menahan Althea untuk tidak menjauh. “Tunggu! Althea, dengarkan aku. Itu bukan sesuatu yang buruk.” Suaranya tegas namun lembut, seolah ingin meyakinkan Althea bahwa momen itu bukanlah sebuah kesalahan.

Dia bisa merasakan perasaan bergejolak di dalam hatinya. Akhirnya, Kael memberanikan diri. “Aku... aku menyukaimu, Althea. Sejak lama. Dan aku ingin kau tahu bahwa ini bukan hanya momen kebetulan. Aku ingin kita lebih dari sekedar teman.”

Althea terkejut mendengar pengakuan itu. Rasa bingungnya berubah menjadi perasaan hangat yang menyebar di dadanya. “Kael... aku juga merasakan hal yang sama, tapi aku tidak tahu bagaimana mengatakannya,” ujarnya, suaranya bergetar.

Kael tidak ingin kehilangan momen ini. Dengan perlahan, dia mendekatkan wajahnya kembali kepada Althea. “Izinkan aku mencium lagi. Mungkin ini bisa menjelaskan apa yang sulit kita ungkapkan.”

Althea mengangguk, dan saat itu, Kael mencium Althea dengan lembut. Rasanya seolah waktu terhenti, dunia di sekitar mereka menghilang, hanya ada mereka berdua. Ketika bibir mereka bersentuhan, Althea merasakan kehangatan dan ketulusan dalam ciuman itu. Ciuman itu mengungkapkan semua perasaan yang mereka sembunyikan selama ini.

Setelah mereka berpisah, Althea dan Kael saling menatap, wajah mereka masih bersemu merah. “Aku tidak pernah menyangka ini akan terjadi di tengah hutan yang gelap,” Althea berusaha mencairkan suasana, meskipun hatinya masih berdebar.

“Ya, tapi ini adalah momen yang tidak akan pernah kulupakan,” Kael menjawab dengan senyum lebar, merasa ringan seolah bebannya terangkat. “Kita kini adalah kekasih.”

Namun, saat mereka berdua merasakan kebahagiaan itu, Lyra yang mengintai dari kejauhan merasa hatinya hancur. Dia telah mengikuti mereka dengan cermat, ingin tahu apa yang mereka bicarakan. Dan saat dia melihat kedekatan antara Althea dan Kael, rasa cemburu membara dalam dirinya. “Bagaimana bisa mereka berdua…” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Lyra merasa seolah dunianya runtuh. Dia sudah berusaha untuk dekat dengan Kael, tetapi selalu merasa terabaikan. “Mengapa Althea selalu mendapatkan perhatian itu? Dia tidak lebih baik dariku!” pikirnya dengan rasa kesal.

Dia tidak bisa tinggal diam. Dengan langkah cepat, Lyra mendekat ke arah Althea dan Kael, wajahnya penuh amarah dan kesedihan. “Apa yang kalian lakukan?” tanyanya dengan nada tajam, membuat Althea dan Kael terkejut.

“Mari kita kembali!” Kael berusaha menjelaskan, tetapi Lyra sudah memotongnya.

“Jadi ini yang kau lakukan di tengah malam? Menyembunyikan perasaan kalian sambil berpetualang di hutan?” suara Lyra melengking, penuh emosi. “Aku tidak percaya ini!”

Althea berusaha menenangkan situasi. “Lyra, ini bukan seperti yang kau pikirkan. Kami hanya—”

“Jangan bohong! Aku melihat semuanya. Kalian berciuman, dan sekarang Kael adalah kekasihmu?” Dia menatap Althea dengan penuh kemarahan dan rasa sakit.

Kael dan Althea saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka terjebak dalam situasi yang tidak nyaman. “Kita harus kembali ke istana,” Kael berkata, mencoba menjaga ketenangan. “Kita butuh waktu untuk merenungkan semua ini.”

Dengan langkah berat, mereka beranjak pergi, sementara Lyra tetap berdiri, menatap ke arah mereka dengan rasa sakit di hati. Rasa cemburu dan sakit hati menggerogoti dirinya, dan saat itu, dia merasa bahwa persahabatan mereka telah berubah selamanya.

Ketiga remaja itu melanjutkan perjalanan kembali ke istana dalam keheningan yang menyesakkan. Di antara mereka, bayang-bayang kegelapan bukan hanya berasal dari sosok bertudung yang mereka cari, tetapi juga dari ketegangan yang baru saja muncul di antara hubungan mereka. Althea dan Kael tidak dapat menghindari kenyataan bahwa cinta mereka kini menjadi benang tipis yang menghubungkan kebahagiaan dan kesedihan.

Saat mereka melangkah menjauh dari hutan, harapan akan kedamaian di Eldoria tampak semakin samar, dan perjalanan mereka baru saja dimulai.

Eldoria: Kekuatan, Cinta, dan Intrik (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang