Now playing : Die with a Smile song by Lady Gaga, Bruno Mars
Setelah menghabiskan makan malamnya, Haidar dan Salma langsung beranjak dari tempatnya. Selain malam yang semakin larut, Haidar merasa bertanggung jawab atas diri Salma. Demi tuhan, hati laki-laki itu berdenyut sakit ketika mendengar tangisan gadis itu, bagaimana tubuh gadis itu yang bergetar seperti seseorang yang sudah terlalu lama menyembunyikan tangisnya, bagaimana lemahnya lengan gadis itu yang berusaha melingkari punggungnya, benar-benar membuat Haidar hampir gila mengingatnya. Bagaimana bisa, gadis itu menyembunyikan semuanya sendirian? Bagaimana bisa semesta membiarkan raga ringkih gadis itu berlama-lama sendirian tanpa seorang pun yang menemaninya? Ingin rasanya Haidar marah, tapi siapa dia? Bukan haknya untuk marah bahkan ketika gadis itu saja diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Dengan tangan yang saling bertaut, mereka berjalan beriringan dengan langkah pasti menuju parkiran mobil. Selama itu juga keduanya tidak ada yang membuka suara sibuk dengan isi kepala masing-masing, Haidar sibuk dengan isi kepalanya yang terus saja memutar kejadian tadi sedangkan Salma dengan isi kepalanya yang merutuki dirinya sendiri karena berani menangis didepan laki-laki yang bahkan bukan siapa-siapa untuknya, dan parahnya laki-laki itu sudah dua kali melihat sisi lemahnya yang tidak pernah ia tunjukan selama ini.Salma mengeratkan jaket Haidar yang tersampir pada pundaknya itu, Salma tidak memintanya tapi laki-laki itu sendiri yang memberikan jaketnya pada Salma bahkan laki-laki itu juga yang menyampirkan jaketnya pada pundak Salma, sling bag milik Salma pun ada ditangan laki-laki itu. Inisiatif dan kepekaan Haidar benar-benar patut diacungi jempol.
Setelah sampai pada titik mobilnya terparkir, genggaman tangan mereka terlepas begitu saja. Haidar dengan sigap membukakan pintu mobilnya untuk Salma, setelah Salma sudah memasuki mobilnya dirinya langsung memutari mobil dan menyusul Salma untuk masuk ke dalam mobilnya. Mesin mobil telah dinyalakan siap untuk membelah jalanan didepan sana. Suasana malam hari itu benar-benar tenang sekali, dengan kendaraan yang banyak berlalu lalang di satu jalan yang sama menambah kesan bahwasannya dunia masih baik-baik saja setelah semua yang Salma rasakan.
Di pertengahan jalan lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah, menandakan bahwa kendaraan harus berhenti sejenak. Pendaran cahaya bulan diatas sana mulai menunjukkan ekstensinya yang tadi sempat tertutup awan-awan gelap, dengan lingkaran penuh itu ia membuat sekitar menjadi jauh lebih terang dari sebelumnya.
Ketika Salma sibuk memperhatikan benda langit itu, tiba-tiba suara yang berasal dari kursi kemudi menghampiri pendengarnya.
"The moon beautiful isn't it?"
Kepalanya reflek menoleh kearah sumber suara. Ya, suara siapa lagi jika bukan suara Haidar yang duduk di kursi kemudi. Salma sedikit kikuk mendengar ucapan laki-laki itu barusan, entah Salma yang terlalu berpikiran jauh atau bagaimana. Salma seperti itu karena dirinya tahu apa yang dimaksud laki-laki itu. Salma tahu bahasa frasa yang digunakan Haidar, Salma mengerti arti dari ucapan yang keluar dari bibir laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
De TodoSakit itu, ketika kita nggak bisa menerima kenyataan yang ada, tapi kita di paksa dengan harus menerima kenyataan itu -Eccedentesiast