Sebuah bangunan sederhana disalah satu gang kecil prefektur tokyo, tidak jauh dari rumah Adel hanya membutuhkan sepuluh menit berjalan kaki.
Dari luar, bangunan tersebut nampak sederhana dengan berbagai karya seni yang dihasilkan oleh pemilik toko itu sendiri di pajang di etalase yang mengarah langsung ke luar, seperti patung-patung kayu yang berbentuk hewan, guci yang terbuat dari tanah liat.
Jika masuk ke dalam bangunan itu, akan semakin dibuat takjub dengan berbagai lukisan yang digantung, dan proses memahat patung kayu di satu ruangan yang lumayan besar itu, meski tidak serapi kelihatannya tapi bagi seseorang yang sangat menyukai seni maka tempat itu adalah tempat ternyaman.
Seperti Adel yang saat ini masih fokus melihat Seiji-san memahat kayu untuk membuat patung pesanan. Walaupun usia yang tidak lagi muda, Seiji-san masih telaten saja memegang palu dan pengikis dengan penuh perhitungan.
Seiji-san adalah orang yang sangat penting di hidup Adel, saat masih kecil Adel sering mampir kesini hanya untuk melihat Seiji-san melukis atau membuat barang-barang yang berhubungan dengan seni. Sejak itu lama kelamaan Adel jadi ikut tertarik dengan dunia seni dan meminta Seiji-san menjadi gurunya.
Adel sangat cepat menangkap, awalnya lukisannya memang tidak jelas dan tidak ada jiwa di dalamnya, tapi dengan kesabaran yang dimiliki Seiji-san untuk mengajari Adel, akhirnya ia berhasil membuat lukisan pertamanya dalam waktu kurang dari sebulan saja.
"Seiji-san. Apa aku boleh nanyain sesuatu?
"Apa itu?"
"Hmm, dari mana aku harus memulainya" Adel kebingungan. "Aku ingat dulu kamu perna menceritakan makna dibalik salah satu lukisan karya Van Gogh, yang berjudul 'potret Vincent Van Gogh'. Dalam lukisan itu van Gogh menggambarkan dirinya ketika berusia 19 tahun dengan rambut merah, mata hijau, tulang wajah yang tegas, dan ekspresi yang sedikit kasar. Pada lukisan tersebut juga van Gogh menggambarkan hubungan dengan dirinya sendiri yang rumit. Di mana ia merasa kesulitan untuk memahami dirinya sendiri dan juga dalam melukis dirinya sendiri."
"Wahh, kamu sangat pengingat rupanya. Bagus-bagus anak seusia mu memang harus banyak mempelajari. Lalu apa yang ingin kamu tanyakan?" Seji-san menatap Adel dengan senyum bangga.
"Aku rasa saat ini aku sedang dalam fase seperti lukisan itu, aku kesulitan memahami diri ku sendiri. Awalnya aku bahkan tidak menyadari hal ini, tapi suatu ketika orang terdekat ku mengatakan bahwa aku tak seperti yang ada dipikirannya, dia mengira jika aku bebas namun nyatanya aku terkekang. Lalu dia pergi, meninggalkan aku yang terguncang, dan aku mulai bersikap aneh. Aku di skorsing dari fakultas dan sendirian, sekarang aku bingung apa yang akan terjadi selanjutnya dan apakah aku bisa memahami diriku sendiri seperti yang Van Gogh lalui." Jelas Adel dengan kepala yang tertunduk.
"Jadi kamu takut?" Tanya Seiji-san.
Adel sontak menoleh menatap Seiji-san dengan bingung.
"Kamu tahu lukisan The Desperate Man oleh Gustave Courbet. Lukisan itu menggambarkan keadaan emosional dan psikologis senimannya. Courbet menggunakan potret dirinya sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai seniman. Melalui lukisan itu, orang yang mengamatinya bisa merasakan kepribadian Courbet, seperti berani, licik, radikal, aspiratif, dan penuh tekad. Tapi sebelum Courbet bisa melukis potret dirinya, dia sempat kebingungan dengan jati dirinya sendiri. Dan perlu waktu lama baginya untuk menemukan itu. Aderu-kun, yang kamu alami saat ini karna proses pencarian jati diri tersebut. Kamu takut akan hal-hal yang bahkan belum terjadi, kamu terlalu takut untuk mengambil resiko. Sekarang mulailah mengenali dirimu sendiri, mendengarkan kata hatimu tentang apa yang sebenarnya kamu inginkan." Lanjut Seiji-san dengan suara yang lembut.
Adel menatap Seiji-san lamat dengan mata yang berkaca-kaca sambil mencerna apa yang baru saja di jelaskan. "Apa yang aku inginkan?" gumam Adel.
"Darah seni mengalir deras di tubuh mu tapi kamu masih kebingungan untuk menyadari hal itu."
"Seiji-san terimakasih, aku pulang dulu." Adel berjalan pelan keluar dari toko itu, tapi ia masuk kembali. "Seiji-san, bolehkah aku meminta kanvas, cat minyak dan juga kuas sekalian." Adel mengeluarkan beberapa lembar mata uang yen hendak memberikan pada Seiji-san.
"Ambil saja." Tolak Seiji-san. "Kamu itu muridku, jadi hal seperti ini sudah biasa bagi guru dan muridnya, tetaplah semangat!"
Senyum Adel mengembang lalu ia membungkukkan dirinya, "terimakasih banyak, Seiji-san."
Bersambung.
⛆Its0nesky⛆
KAMU SEDANG MEMBACA
If You With Me (AdelxFeni) [end]
Fiksi Penggemarcerita ini tercipta karna banyaknya momen Adel dan Feni di jepang, lucu bet woilah. • • • BxG Adelio Narendraputra, remaja berusia 17 tahun berkebangsaan indonesia yang tumbuh besar di Tokyo, Jepang. Saat ia sedang liburan ke pantai Yonaha Maehama...