Akhirnya setelah pertimbangan yang cukup lama, Adel memutuskan untuk pulang ke Tokyo, kerumah orangtuanya.
Ayah dan Ibu Adel cukup kebingungan dengan kepulangan Adel yang mendadak itu, bahkan setelah sampai rumah Adel hanya berdiam diri di kamar.
"Bicarain sama Adel baik-baik." tutur ibu lembut.
"Tentu." jawab ayah.
Adel keluar dari kamar dan langsung berhadapan dengan sang ayah.
"Sini, nak." masih dengan posisi duduk yang tenang tapi mengintimidasi Adel, "kamu disini bakal berapa lama?"
"Satu atau dua hari."
"Cuma sehari atau dua hari?" Tanya Ibu sedikit terkejut.
"Ga bisa sedikit lebih lama?" Ayah ikut bertanya.
Adel hanya diam menatap ayah dengan tatapan bercampur aduk, kebingungan, rasa tidak percaya diri, dan sesuatu yang Adel coba sembunyikan sangat terlihat jelas di mata itu.
Ayah memiringkan sedikit kepalanya, mencoba mencari arti dari tatapan Adel. "Kenapa?"
"Engga." jawab Adel. "Aku lagi engga kuliah."
"Kenapa? Kamu berhenti?" Ibu bertanya dengan cepat.
"Kuliah di tempat lain?" tebak Ayah.
Adel diam saja, membuat ayah bisa menebak semuanya. Ayah memperbaiki posisi duduknya yang tadi nampak santai berubah menjadi tegap, dengan masih bersikap tenang tapi sorot mata yang menahan emosi ayah kembali bertanya. "Udah berapa lama?"
"Udah---," Adel gugup. "Beberapa hari."
"Dua hari atau sebulan?"
"Tiga bulan." volume suara Adel tiba-tiba membesar, jadi terdengar menyentak. "Ayah, ga perlu khawatir." lanjut Adel kembali tenang.
"Tiga bulan? Ngapain aja selama tiga bulan? Kamu kenapa, Del?" Tanya ibu lembut.
"Bu, ga usah drama."
"Dia ngedrama?" Sentak Ayah. "Di skorsing tidak tau seberapa lama itu. Lihat muka kamu, udah kayak pecandu narkoba."
Inilah yang Adel tidak inginkan saat pulang kerumah, ia tidak bisa menenangkan dirinya. Malah semakin dibuat stres oleh sang ayah.
"Aku bakal pergi hari ini." Adel masuk lagi ke kamarnya.
"Adel!" panggil ayah.
Adel terhenti sebelum masuk ke kamarnya, "aku bakal pergi, yah. Ayah bakal ngulangin hal sama. Ngingetin aku tentang tugas dan kapan aku bisa bertanggung jawab."
"Merasa itu demi kebahagian ku? Kamu ngulangin hal yang sama lagi dan lagi, jika kamu di jalan yang salah maka aku harus bawa kamu kembali."
"Baiklah, ayah. Aku akan berkemas."
"Apa aku musuh mu?"
"Ga perlu kek gini, yah. Musuh aku itu diri aku sendiri, menghancurkan diri sendiri."
"Bener, kamu mengatakan itu sendiri. Orang yang engga ada masalah menciptakan masalahnya sendiri."
"Bagus, super." Adel mengacungkan kedua jempolnya. "Aku akan berkemas." Lalu masuk ke kamarnya.
Di kamarnya Adel dengan terburu-buru mengemas barang-barang, sehingga dia nampak kesal dan membanting tas yang ia kemas tadi. Menghadap ke cermin melihat pantulan dirinya lagi.
"Selesai sudah? Apa lagi sekarang?" Tanya Adel pada pantulan dirinya sendiri di cermin. "Keluarlah dari dunia fantasi mu itu, bodoh. Ayo mikir, mau jadi apa kamu dalam kehidupan." Adel menatap dirinya sendiri sejenak, lalu sebuah ingatan terlintas di benaknya.
Adel berjalan keluar rumah, menapaki jalan-jalan, lalu sampailah ia pada sebuah toko sederhana yang sepertinya tidak memiliki pengunjung lagi. Perlahan Adel membuka pintu yang terbuat dari kayu yang nampak masih kokoh dengan lonceng di atasnya.
Suara lonceng yang berbunyi kuat membuat sang pemilik yang sedang sibuk memahat kayu menoleh. Pemilik tersebut terlihat sudah ringkih, dengan umur yang berkisar tujuh puluh tahun ke atas, dan kacamata yang bertengger di hidungnya, menoleh ke arah pintu tempat Adel berdiri sekarang.
"Seiji-san?" Panggil Adel.
"Siapa?" Jawab Seiji-san lemah, ia memandangi Adel dari atas sampai bawah, berfikir sebentar menebak siapa kira-kira laki-laki muda yang berada di toko tua miliknya.
"Seiji-san masih kenal sama aku ga?" tanya Adel menggunakan bahasa jepang yang sangat fasih.
"Siapa ya?" Seiji-san menggaruk keningnya berusaha mengingat.
"Aku Adel, bocah laki-laki yang sekitar enam atau tujuh tahun lalu sering kesini menanyakan tentang hal yang berhubungan dengan seni!" Adel menjelaskan dengan antusias.
"Ohh, Aderuu-kun ya?"
"Iya!" Adel menganggukan kepalanya cepat.
"Wah, sudah besar sekali kamu sekarang." Seiji-san berjalan mendekati Adel. "Dan sudah tinggi sekali sekarang, aku ingat dulu kamu masih sepinggang ku. Nostalgia sekali ya." Kekeh Seiji-san.
Adel hanya tersenyum melihat pria tua yang badannya sudah tidak tegap lagi itu tidak berubah sedikit pun, masih ramah dan baik.
"Seiji-san, gimana kabarmu?" Tanya Adel berbasa-basi.
"Aku seperti biasa saja, tidak banyak yang terjadi. Aderu-kun gimana kabarnya?"
Senyum Adel tiba-tiba luntur saat mengingat tujuan awal ia ke toko ini.
Bersambung.
⛆Its0nesky⛆
KAMU SEDANG MEMBACA
If You With Me (AdelxFeni) [end]
Hayran Kurgucerita ini tercipta karna banyaknya momen Adel dan Feni di jepang, lucu bet woilah. • • • BxG Adelio Narendraputra, remaja berusia 17 tahun berkebangsaan indonesia yang tumbuh besar di Tokyo, Jepang. Saat ia sedang liburan ke pantai Yonaha Maehama...