Keesokan harinya, istana kembali pada rutinitasnya. Namun, suasana di sekitarnya terasa lebih tegang dari biasanya. Ireshi menyadari betul bahwa tarian dengan Cassius tadi malam telah mengirimkan gelombang ke seluruh lapisan bangsawan. Banyak yang kini mulai bertanya-tanya tentang perubahan sikapnya dan apa maksud sebenarnya dari langkah-langkah yang ia ambil.
Saat ia berjalan di lorong istana, para pelayan dan pengawal menundukkan kepala, menunjukkan hormat, namun bisik-bisik kecil tak lepas dari telinganya. Ireshi tahu dia menjadi bahan perbincangan. Bagaimanapun, dalam tubuh seorang villainess, dia tetap dianggap sebagai ancaman atau mungkin, kesempatan.
Ireshi memasuki ruang kerja pribadinya, sebuah kamar megah dengan jendela besar yang memandang ke taman istana. Di ruangan ini, dia merasa memiliki sedikit ketenangan, meskipun pikirannya terus berputar dengan berbagai rencana. Di atas meja, laporan keuangan kerajaan yang diberikan Sebastian menumpuk, menunggu untuk diperiksa.
Sebelum ia sempat duduk, pintu ruangannya terbuka perlahan. Kali ini, bukan Sebastian yang datang, melainkan seorang wanita muda dengan rambut pirang keperakan yang sangat cantik-Cécillia dú Lyß.
"Selamat pagi, Putri Ireshi," sapa Cécillia dengan senyum lembut, matanya yang hijau zamrud memancarkan ketenangan. "Maaf mengganggu, tapi aku ingin membicarakan sesuatu yang mungkin menarik perhatianmu."
Ireshi menatap Cécillia dengan hati-hati. Dalam novel yang ia baca, Cécillia dikenal sebagai sosok yang lembut, tetapi di balik kelembutannya tersembunyi kekuatan batin yang besar. Dia adalah salah satu dari sedikit karakter yang tidak pernah benar-benar berpihak, dan sikapnya selalu netral.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Lady Cécillia?" Ireshi bertanya, menjaga nada suaranya tetap sopan.
Cécillia tersenyum, melangkah mendekat dan duduk di kursi seberang Ireshi. "Aku mendengar tentang tarianmu dengan Pangeran Cassius tadi malam. Itu adalah langkah yang cukup berani. Kau tahu betul bahwa para bangsawan sedang mengawasi setiap gerakanmu, bukan?"
Ireshi menghela napas pelan dan mengangguk. "Aku tahu. Tapi jika aku terus bersembunyi di balik bayang-bayang masa lalu, mereka akan terus memandangku seperti villainess tanpa kesempatan untuk berubah."
Cécillia memiringkan kepalanya sedikit, seolah sedang merenung. "Menarik. Jadi, kau benar-benar berniat mengubah segalanya?"
"Aku harus," jawab Ireshi tegas. "Jika tidak, aku akan jatuh seperti dalam cerita itu."
Mendengar kata-kata Ireshi, senyum Cécillia memudar sedikit, digantikan oleh ekspresi lebih serius. "Aku bisa melihat ketulusan dalam niatmu. Tapi, kau harus tahu bahwa perubahan yang kau inginkan tidak akan mudah. Banyak yang akan mencoba menghentikanmu. Dan bukan hanya para bangsawan."
Ireshi mengernyit, merasa bahwa Cécillia tahu sesuatu yang lebih dari sekadar intrik politik. "Maksudmu?"
Cécillia menatapnya dalam-dalam, ada kegelapan dalam mata hijaunya yang belum pernah Ireshi lihat sebelumnya. "Ada kekuatan yang bergerak di balik layar, kekuatan yang jauh lebih besar dari permainan politik. Jika kau benar-benar ingin bertahan, kau harus siap menghadapi hal-hal yang tidak terlihat oleh mata."
Ireshi merasa bulu kuduknya meremang. Apa yang sebenarnya Cécillia bicarakan? Apakah mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar permainan kekuasaan di dunia ini?
Namun sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, pintu terbuka lagi. Kali ini, Tristan von Cendreluné melangkah masuk, wajahnya berseri-seri seperti biasa. "Ireshi! Aku mencarimu ke mana-mana," katanya dengan nada riang, seolah tidak menyadari ketegangan yang baru saja terjadi.
Cécillia bangkit perlahan, memberikan Tristan senyum ramah. "Aku akan pergi dulu, Putri. Kita akan berbicara lagi nanti." Tanpa menunggu jawaban, Cécillia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tenang, meninggalkan Ireshi dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Tristan mendekati Ireshi dengan semangat. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat sangat serius tadi."
Ireshi tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahannya. "Aku baik-baik saja, Tristan. Hanya sedikit memikirkan beberapa hal."
Tristan duduk di tepi meja, seperti biasanya, santai dan penuh energi. "Kau tahu, aku mendengar rumor tentang pertemuanmu dengan Sebastian dan tarianmu dengan Cassius tadi malam. Kau benar-benar menjadi pusat perhatian sekarang."
"Ya, aku tahu," Ireshi menjawab datar. "Semua orang terus memperhatikanku."
Tristan tertawa kecil. "Kau tahu, kadang tidak buruk menjadi pusat perhatian. Itu artinya kau punya kesempatan untuk mengubah apa yang orang pikirkan tentangmu. Dan kalau kau butuh bantuan, aku selalu ada di pihakmu."
Ireshi menatap Tristan, melihat ketulusan dalam matanya. Meski dia seorang pemimpi yang sering tak peduli dengan dunia di sekitarnya, Tristan memiliki hati yang besar dan setia. Dia mungkin satu-satunya orang yang tak pernah memandangnya sebagai villainess.
"Terima kasih, Tristan," kata Ireshi pelan. "Aku akan ingat tawaranmu."
Tristan tersenyum lebar, lalu berdiri lagi. "Baiklah! Aku akan membiarkanmu bekerja sekarang. Tapi jangan terlalu serius, oke? Kau butuh waktu untuk bersenang-senang juga."
Setelah Tristan pergi, Ireshi duduk kembali dan menghela napas panjang. Malam ini, dia akan menghadapi jamuan makan malam penting dengan para bangsawan dan anggota kerajaan. Namun, percakapan dengan Cécillia tadi terus menghantuinya. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang bergerak di balik semua ini, dan Ireshi harus segera mengetahuinya sebelum semuanya terlambat.
Di luar jendela, bayangan malam mulai menyelimuti istana, membawa serta rahasia dan intrik yang semakin pekat.
_____To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Feather [Ongoing]
FantasyHalooow! Jangan lupa dukung Author terus ya! Inst Author: @pirdmirza_ Inst Karya: @pearzcwrite_ Terima kasih! Selamat membaca semua (ㆁωㆁ) ____________________________________________________ Seorang wanita modern yang tangguh dan cerdas, tiba-ti...