Hari-hari setelah percakapan dengan Cassius berjalan dengan penuh ketegangan. Ireshi merasa perubahan halus dalam dinamika di istana, terutama dalam interaksinya dengan Cassius. Meskipun dia berusaha tetap tenang, dia tak bisa menahan perasaan bahwa Cassius semakin sering mengawasi setiap langkahnya, seolah memastikan Tristan tidak terlalu dekat.
Di sisi lain, Tristan tidak berubah. Dia tetap ceria, ringan, dan penuh ide-ide aneh yang membuat Ireshi kadang merasa lebih tenang di tengah tekanan politik istana. Sore itu, mereka berdua duduk di taman istana, berbincang-bincang tentang hal-hal yang lebih santai dari biasanya.
“Aku pikir, kalau dunia ini penuh dengan aturan, mungkin sudah saatnya kita yang membuat aturan baru,” ucap Tristan sambil tertawa kecil, bersandar di bangku taman. "Bagaimana menurutmu, Ireshi?"
Ireshi mengangkat bahu, tersenyum. “Kau memang selalu penuh dengan ide gila, Tristan. Tapi mungkin ada benarnya. Aku juga lelah dengan semua drama dan peraturan yang mengelilingi kita.”
Tristan memandang Ireshi dengan pandangan yang penuh pemahaman. “Kau tahu, aku ada di sini kapan pun kau butuh seseorang yang bisa membebaskanmu dari semua itu. Hidup tidak harus selalu rumit.”
Ireshi merasakan kenyamanan dalam kata-kata Tristan. Dia tahu, bagaimanapun juga, Tristan adalah sahabat yang tulus—seorang yang selalu siap untuknya tanpa pamrih. Namun, di balik percakapan ringan mereka, Ireshi menyadari bahwa perasaan Cassius tidak mungkin diredakan begitu saja.
Benar saja, ketika mereka sedang berbicara, Cassius muncul dari arah lain taman. Langkahnya tegap, tatapan tajam seperti biasa, tetapi ada kilatan ketidaksenangan di matanya saat melihat Ireshi dan Tristan duduk begitu dekat.
"Ireshi," ucap Cassius, suaranya terdengar tegas, meskipun ada ketegangan yang terselip. "Aku perlu bicara denganmu."
Tristan menoleh dan tersenyum tipis. “Cassius, kau selalu datang di saat-saat yang menarik. Tapi aku kira, aku sudah cukup mengganggu sore santai ini.” Dia bangkit, memberinya pandangan penuh arti kepada Ireshi sebelum melangkah pergi. “Jangan terlalu keras padanya, Cassius,” kata Tristan ringan sebelum pergi, meski jelas ada nada provokatif di dalamnya.
Cassius memandang Tristan dengan tatapan tajam sebelum beralih ke Ireshi. “Aku mulai merasa seolah setiap kali kita bicara, Tristan selalu berada di dekatmu.”
Ireshi menghela napas, berusaha tidak memperkeruh suasana. "Cassius, kau tidak perlu mengkhawatirkan Tristan. Dia hanya teman. Kau tahu itu."
Cassius mendekat, berdiri di depan Ireshi dengan ekspresi serius. “Aku mengerti. Tapi kau harus tahu, ada lebih banyak hal yang sedang terjadi di istana ini. Tristan mungkin kelihatan tak berbahaya, tapi kau tidak bisa sepenuhnya mempercayai siapa pun.”
Ireshi mengangkat alis. “Kau pikir Tristan punya agenda tersembunyi?”
Cassius mengangguk perlahan. "Bukan hanya soal dia, tapi semua orang di sini punya kepentingan masing-masing. Kau adalah kunci banyak hal, Ireshi. Mereka semua melihatmu sebagai bagian dari rencana besar."
Ireshi tahu Cassius mungkin benar. Istana penuh dengan intrik dan rencana tersembunyi, dan dia memang harus berhati-hati. Namun, dia juga tidak ingin tenggelam dalam paranoia. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, Cassius. Aku tahu kapan harus berhati-hati."
Cassius tetap berdiri tegak di sana, seolah masih ingin mengatakan lebih banyak. “Hanya saja... aku tak ingin melihatmu terluka.”
Kata-kata itu, sederhana namun dalam, menggema di telinga Ireshi. Dia tahu Cassius peduli padanya lebih dari sekadar strategi politik. Ada sesuatu yang lebih di balik semua ketegangan ini—sesuatu yang bahkan Cassius sendiri mungkin tidak sepenuhnya sadari.
"Ireshi," ucap Cassius lagi, suaranya lebih lembut kali ini, hampir seperti sebuah bisikan. "Aku hanya ingin kau aman."
Ireshi menatap Cassius lama, merasakan ketulusan di balik sikap tegasnya. Dia mengangguk perlahan, merasa bahwa di balik ketegangan ini, ada perhatian yang tulus—sesuatu yang mungkin bisa tumbuh lebih jauh jika diberi waktu.
"Terima kasih, Cassius," jawab Ireshi pelan. "Aku menghargai perhatianmu. Tapi kau harus percaya padaku juga."
Cassius terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan memberimu ruang, tapi jangan pernah ragu untuk mengandalkanku."
Ireshi tersenyum kecil, merasa sedikit lebih ringan. Dia tahu jalan di depan masih panjang dan penuh dengan tantangan, tapi dia merasa memiliki sekutu yang dapat diandalkan di sampingnya—bahkan jika Cassius terkadang terlalu protektif.
Namun, di benaknya, bayangan Tristan tak bisa sepenuhnya diabaikan. Entah bagaimana, kehadirannya selalu membawa kebebasan yang Ireshi butuhkan di tengah tekanan politik ini. Dan di antara dua pria dengan kepribadian yang begitu berbeda, Ireshi sadar bahwa kehidupannya akan semakin rumit.
_____To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Feather [Ongoing]
FantasyHalooow! Jangan lupa dukung Author terus ya! Inst Author: @pirdmirza_ Inst Karya: @pearzcwrite_ Terima kasih! Selamat membaca semua (ㆁωㆁ) ____________________________________________________ Seorang wanita modern yang tangguh dan cerdas, tiba-ti...