{S1} Episode 12: Isyarat yang Tersirat

12 12 0
                                    

Keesokan harinya, istana kembali dipenuhi kesibukan. Para pelayan sibuk mengurus pertemuan besar yang akan berlangsung sore nanti, namun di sebuah sudut terpencil taman kerajaan, Ireshi tengah duduk di bawah pohon tua, menikmati sejenak ketenangan setelah hari yang panjang. Udara sejuk membawa aroma bunga yang mekar di sekelilingnya, dan untuk sesaat, dunia yang rumit ini terasa sedikit lebih sederhana.

Tanpa ia sadari, langkah kaki mendekat. Ketika ia menoleh, Cassius de Valmonth muncul dari balik semak-semak, berjalan perlahan ke arahnya. Dia tampak santai, namun ada sesuatu di balik tatapan matanya yang berbeda hari ini-sesuatu yang lebih lembut dari biasanya.

"Kau tampak tenang di sini," ujar Cassius sambil duduk di sebelahnya tanpa diminta, meski sikapnya tetap menjaga jarak. "Tak biasa melihatmu begitu."

Ireshi tersenyum tipis, menatap langit biru yang terbentang di atas mereka. "Kadang-kadang, perlu mengambil napas sejenak. Terlalu banyak hal yang harus dipikirkan belakangan ini."

Cassius menatapnya sejenak sebelum mengalihkan pandangannya ke taman yang asri. "Kau lebih keras dari yang kau kira. Tidak banyak yang bisa tetap tenang setelah menghadapi semua itu."

Ireshi tertawa kecil. "Keras kepala, mungkin."

Sebuah keheningan singkat jatuh di antara mereka, namun bukan keheningan yang canggung. Lebih kepada kenyamanan yang tak terucap, meski Ireshi merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Cassius, biasanya penuh dengan ketegasan dan ambisi, sekarang tampak lebih santai, bahkan hampir lembut dalam caranya memandangnya.

"Kau tahu," Cassius tiba-tiba berkata, nadanya lebih pelan, "Sejak kau mulai mengambil peran lebih besar di kerajaan, ada sesuatu yang berubah. Kau berbeda. Dan aku tidak tahu apakah aku menyukainya atau membencinya."

Ireshi menatapnya, sedikit terkejut. "Berbeda bagaimana?"

Cassius tersenyum kecil, sebuah senyum yang jarang terlihat. "Kau lebih kuat. Lebih percaya diri. Dan mungkin, lebih tak terduga. Aku tidak terbiasa dengan itu."

Ireshi mengerjap, mencoba mencerna kata-katanya. Ini pertama kalinya Cassius begitu terbuka, tanpa nada sinis atau sarkasme yang biasanya ia gunakan. Ada kehangatan dalam kata-katanya, meski tersirat dengan halus.

"Kupikir kau lebih suka yang bisa diprediksi," balas Ireshi, mencoba tetap tenang meski jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.

Cassius menatapnya dalam-dalam, dan untuk sesaat, dunia terasa mengecil di sekitar mereka. "Aku menyukai tantangan. Dan sepertinya kau kini menjadi tantangan terbesar di hidupku, Ireshi."

Ireshi menahan napas, tak tahu harus berkata apa. Ada sesuatu di matanya yang membuatnya merasa berbeda-bukan sebagai musuh, bukan sebagai sekutu, tapi sebagai seseorang yang lebih dari itu. Dia bisa merasakan perasaan yang rumit, tetapi ia tidak tahu bagaimana menanggapinya.

Namun, sebelum ia bisa menjawab, langkah-langkah mendekat lagi. Tristan von Cendreluné muncul, membawa senyum riangnya yang biasa. "Ah, aku menemukannya! Kau sembunyi di sini rupanya, Ireshi!"

Cassius dengan cepat berdiri, mengalihkan pandangannya, wajahnya kembali ke ekspresi tegas yang biasa. "Tristan."

Tristan melirik Cassius dengan sedikit rasa penasaran sebelum duduk di sisi lain Ireshi. "Apa yang kalian bicarakan di sini? Rasanya suasananya begitu tegang."

Ireshi tertawa kecil, mencoba menghapus kecanggungan yang sempat muncul. "Hanya membicarakan hal-hal yang terjadi di desa kemarin."

Cassius mendengus pelan. "Aku akan pergi. Ada urusan yang harus diurus." Dia memberikan pandangan terakhir kepada Ireshi sebelum berjalan pergi, meninggalkan mereka berdua.

Tristan menatap punggung Cassius yang menjauh, lalu berbalik ke arah Ireshi dengan senyum nakal. "Sepertinya suasana di antara kalian berdua semakin menarik."

Ireshi hanya menggelengkan kepala, mencoba menyembunyikan perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. "Tidak ada yang menarik. Kami hanya bicara."

Namun, Tristan tidak begitu mudah ditipu. "Tentu, tentu. Tapi hati-hati, Ireshi. Pangeran yang satu itu punya cara tersendiri untuk menunjukkan perasaannya, meskipun mungkin dia tidak akan pernah mengakuinya."

Ireshi menunduk, menatap bunga di tangannya. Dia tahu Tristan hanya menggoda, tetapi ada kebenaran dalam kata-katanya. Cassius memang tidak mudah dipahami, dan mungkin, ada sesuatu yang lebih dari sekadar permainan politik di antara mereka.

Tapi untuk saat ini, Ireshi memutuskan untuk menyimpannya sendiri. Ada terlalu banyak hal lain yang harus dihadapi. Romansa mungkin hanya menjadi salah satu bab yang belum ia siap tulis dalam kisahnya yang rumit ini.
_____

To Be Continued...

Blue Feather [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang