{S1} Episode 3: Strategi dalam Kegelapan

20 15 2
                                    

Hari-hari berlalu, dan Ireshi semakin terbiasa dengan kehidupan barunya. Namun, ketegangan di istana semakin meningkat. Setiap sudut kerajaan dipenuhi bisikan tentang perubahan mendadak yang terjadi pada diri Ireshi. Dia harus berhati-hati—tidak hanya untuk menjaga posisinya, tetapi juga untuk menghindari nasib tragis yang sudah ditentukan.

Suatu sore, Ireshi duduk di ruang perpustakaan, dikelilingi oleh tumpukan buku tebal dan gulungan dokumen. Sinar matahari yang masuk melalui jendela besar menciptakan pola yang menari di lantai, tapi tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian Ireshi dari apa yang harus dia lakukan. Dia mempelajari semua dokumen anggaran istana, berusaha menemukan cara untuk membuktikan keseriusannya kepada Sebastian dan yang lainnya.

Ketika dia sedang berkutat dengan angka-angka, suara langkah kaki menghentikannya. Dia menoleh dan melihat Sebastian berdiri di ambang pintu, wajahnya menunjukkan ketidakpastian yang jarang ia tunjukkan.

"Putri," katanya, suaranya masih dingin tetapi tidak sekuat sebelumnya. "Ada hal yang perlu kita diskusikan."

Ireshi mengangguk, meletakkan dokumen di sampingnya. "Apa itu, Sebastian?"

Sebastian melangkah masuk, menutup pintu dengan hati-hati sebelum mengambil tempat di depan meja. "Kita sedang menghadapi masalah keuangan. Pengeluaran yang tidak terduga meningkat, dan aku butuh dukunganmu untuk menangani ini."

"Pengeluaran tidak terduga? Seperti apa?" Ireshi bertanya, mencoba tidak menunjukkan kepanikan yang mulai menjalar.

"Beberapa proyek yang tidak disetujui telah dijalankan, dan aku khawatir ini akan memperburuk citra kita di depan para bangsawan," Sebastian menjelaskan. "Jika ini berlanjut, kepercayaan terhadapmu akan hilang."

Ireshi merasa gelisah. "Jadi, apa yang bisa gue lakukan?"

"Kita perlu merestrukturisasi anggaran dan merancang rencana yang meyakinkan para bangsawan bahwa kita berkomitmen untuk memperbaiki keadaan," jawab Sebastian, wajahnya kembali tegas. "Tapi untuk itu, aku butuh kejujuranmu. Jangan sekali pun berpikir untuk menggunakan uang kerajaan untuk kepentingan pribadi."

"Lo bisa percaya sama gue, Sebastian," Ireshi berkata, menatapnya dengan serius. "Gue berjanji akan bekerja sama."

Sebastian memandangi Ireshi, tampak ragu sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan membantumu, tapi ingat—satu kesalahan bisa menghancurkan semuanya."

Ireshi menghela napas lega, merasakan beban sedikit terangkat. Dia tahu jalan ini akan sulit, tetapi dia tidak akan mundur.
_________

Malam harinya, Ireshi duduk bersama Sebastian di ruang pertemuan. Mereka memetakan anggaran, mencatat pengeluaran, dan merencanakan langkah-langkah strategis untuk menghadapi para bangsawan yang skeptis.

“Jadi, kita perlu membuat semua pengeluaran terlihat masuk akal dan menguntungkan,” Sebastian menjelaskan, menunjuk beberapa angka pada lembaran kertas. “Bisa jadi sulit, terutama jika para bangsawan sudah terlanjur curiga.”

“Kenapa tidak kita adakan pertemuan dengan mereka? Sampaikan rencana kita secara langsung,” saran Ireshi.

Sebastian mengernyitkan dahi. “Pertemuan langsung? Itu berisiko. Mereka bisa saja menilai kita dengan cara yang lebih kritis.”

“Justru karena itu kita harus melakukannya,” Ireshi bersikeras. “Kalau kita tidak menunjukkan komitmen, mereka tidak akan percaya pada perubahan yang gue janjikan.”

Sebastian terdiam, tampak berpikir. “Baiklah, jika kau yakin.”

Sementara mereka terus merumuskan rencana, Ireshi merasakan adanya keraguan di benaknya. Dia bertekad untuk menunjukkan bahwa dia tidak seperti Ireshi yang dahulu, tapi pertanyaan tetap membayangi: apakah dia benar-benar bisa mengubah nasibnya?
__________

Keesokan harinya, berita tentang rencana Ireshi untuk mengadakan pertemuan dengan para bangsawan menyebar dengan cepat. Para bangsawan tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya, dan saat hari pertemuan tiba, suasana di ruang pertemuan begitu tegang.

Ireshi berdiri di depan para bangsawan, wajahnya tenang meskipun hatinya berdebar. Di sekelilingnya, wajah-wajah skeptis menatapnya, termasuk Cassius yang duduk di sudut ruangan dengan tatapan tajam.

"Aku mengundang kalian semua di sini untuk mendiskusikan rencana anggaran istana ke depan," Ireshi memulai, berusaha mengendalikan suaranya. "Aku mengerti bahwa ada kekhawatiran mengenai pengeluaran sebelumnya, dan aku di sini untuk memastikan bahwa semua yang akan kita lakukan akan menguntungkan kerajaan."

Sebastian berdiri di sampingnya, memandang para bangsawan dengan tegas. "Kami telah menyusun rencana yang akan memperkuat keuangan kerajaan dan memperbaiki citra kita di hadapan publik. Kami ingin mendapatkan dukungan kalian dalam melaksanakan rencana ini."

Beberapa bangsawan saling berpandangan, terlihat ragu. Salah satunya, seorang bangsawan tua dengan janggut putih panjang, angkat bicara. “Dan mengapa kami harus mempercayai kata-kata kalian? Apa jaminan bahwa ini bukan sekadar taktik lain untuk memanfaatkan kekuasaan?”

Ireshi menahan napas, mengingat semua yang telah dia pelajari. “Karena aku berjanji, dan aku akan bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil. Jika aku gagal, kalian semua memiliki hak untuk mencabut dukunganku.”

Cassius tersenyum sinis. “Menarik. Apakah ini tanda bahwa kita harus menyiapkan tongkat eksekusi untukmu jika kau gagal?”

Ireshi menatap Cassius dengan ketidakpedulian yang disengaja. "Jika itu yang kau inginkan, Cassius, kau hanya perlu menunggu. Tapi ingat, kau tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk melihatku jatuh."

Ada keheningan sesaat sebelum beberapa bangsawan mulai berbisik. Ireshi merasa kekuatan yang baru muncul di dalam dirinya.

"Pertemuan ini adalah tentang kepercayaan," Ireshi melanjutkan, suaranya semakin tegas. "Dan jika kita tidak dapat saling percaya, maka semua ini akan sia-sia. Mari kita buat perencanaan yang matang dan lihat hasilnya dalam satu bulan ke depan."

Satu per satu, para bangsawan mulai mengangguk, tampak mulai merespons kata-katanya. Mungkin, hanya mungkin, Ireshi bisa mendapatkan dukungan yang dia butuhkan.

Cassius mencibir, tapi di dalam matanya, Ireshi bisa melihat kilatan ketertarikan.

Sesi pertemuan berlanjut, dan meskipun rintangan masih mengintai, Ireshi merasa ada harapan baru yang mulai tumbuh. Dia tahu bahwa jalan di depannya penuh bahaya, tetapi kali ini, dia siap menghadapinya.

Dengan keberanian baru dan strategi yang matang, Ireshi menyadari bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Setiap keputusan yang dia buat bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk mengubah citra dirinya di mata semua orang, termasuk Sebastian, Cassius, dan Cécillia.

Saat pertemuan berakhir dan para bangsawan mulai meninggalkan ruangan, Ireshi merasa ada beban yang sedikit terangkat dari pundaknya. Meskipun tantangan masih banyak, dia tahu bahwa ini adalah langkah pertama menuju kehidupan yang dia inginkan—hidup yang tidak akan ditentukan oleh nasib, tetapi oleh usahanya sendiri.
_____

To be continued...

Blue Feather [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang