{S1} Episode 24: Riak dalam Kedamaian

8 7 0
                                    

Setelah percakapan yang berat dengan Cassius, Ireshi mencoba kembali fokus pada pekerjaannya. Namun, bayang-bayang kecemburuan Cassius dan kedekatannya dengan Tristan mulai mengganggu pikirannya. Meski begitu, dia tahu tugasnya di istana tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dia memutuskan untuk menemui Sebastian lagi, kali ini untuk memperdalam laporan keuangan kerajaan yang tampaknya semakin rumit.

Ireshi melangkah masuk ke ruang kerja Sebastian, di mana pria itu sudah menunggunya dengan setumpuk dokumen di atas mejanya. Ruangan itu tenang, hanya dihiasi suara gemerisik kertas dan tarikan napas halus mereka berdua. Sebastian, seperti biasa, terlihat tenang dan fokus, namun ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Ireshi belakangan ini—seperti ada kegelisahan yang tersimpan di balik tatapan tajamnya.

"Apakah ada masalah dengan anggaran terbaru?" tanya Ireshi, memecah kesunyian saat dia duduk di kursi di seberang Sebastian.

Sebastian menggeleng, lalu memberikan laporan yang sudah dirapikan. "Tidak, semuanya sudah sesuai. Aku hanya perlu memastikan detail-detail kecil sebelum diserahkan ke dewan."

Ireshi mengangguk, lalu mulai membaca dokumen-dokumen itu satu per satu. Namun, di tengah keheningan, tanpa disadari, dia mulai memberikan perhatian-perhatian kecil kepada Sebastian—seperti menanyakan apakah dia sudah beristirahat, atau sekadar memberinya pujian karena telah mengerjakan tugas dengan baik. Meskipun hal ini tampak biasa saja bagi Ireshi, efeknya pada Sebastian sangat nyata.

Sikap dingin Sebastian mulai goyah. Sesekali, dia terlihat salah tingkah ketika Ireshi tersenyum padanya, atau saat tangannya tak sengaja menyentuh tangannya saat menyerahkan dokumen. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada sedikit rona yang muncul di pipinya, membuat Ireshi tertegun sejenak. Ini kali pertama dia melihat Sebastian kehilangan kendali atas emosinya, meskipun hanya sedikit.

“Sebastian,” Ireshi memulai, memutuskan untuk berbicara lebih terbuka, “Kau tidak harus bekerja terlalu keras. Aku tahu kau menganggap ini sebagai tanggung jawab besar, tapi kau juga harus menjaga dirimu.”

Sebastian mendongak, menatap Ireshi dengan sorot mata yang lebih lembut daripada biasanya. "Tanggung jawabku adalah memastikan kerajaan berjalan lancar. Istirahat hanya akan mengganggu fokusku."

Ireshi tersenyum tipis, merasa simpati pada Sebastian yang selalu menempatkan pekerjaan di atas segalanya. "Kau tak perlu terlalu keras pada dirimu sendiri. Lagipula, kau juga manusia, bukan mesin."

Sebastian hanya mengangguk, meski terlihat bahwa kata-kata Ireshi telah menyentuh sesuatu di dalam dirinya. Dia menatap Ireshi dalam diam, seakan mencoba memahami lebih dalam siapa dia sebenarnya—bukan hanya sebagai putri villainess, tetapi sebagai seseorang yang lebih kompleks dari yang terlihat.

Setelah beberapa waktu, pertemuan mereka berakhir. Ireshi bangkit dari kursinya dan bersiap untuk pergi, namun sebelum dia mencapai pintu, Sebastian tiba-tiba berbicara.

"Ireshi," panggilnya pelan.

Ireshi menoleh, melihat Sebastian yang tampak ragu sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, "Terima kasih… karena sudah memperhatikan."

Kalimat itu terdengar sederhana, tetapi keluar dari mulut Sebastian, itu adalah pengakuan yang luar biasa. Ireshi hanya tersenyum lembut, sebelum membalas, "Sama-sama."

Namun, sebelum Ireshi bisa benar-benar meninggalkan ruangan, pintu terbuka, dan Tristan muncul dengan senyumnya yang cerah. Dia melihat Ireshi dan Sebastian berdiri cukup dekat, dan matanya dengan cepat menangkap suasana aneh di antara mereka.

“Ah, Ireshi. Kau di sini rupanya,” ucap Tristan sambil menyeringai. "Aku mencarimu."

Sebastian mundur selangkah, kembali ke posisinya yang dingin. Namun, Tristan, yang selalu peka terhadap perasaan orang lain, sepertinya langsung merasakan ketegangan. Tatapannya bergantian antara Ireshi dan Sebastian, namun dia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.

"Tristan, aku baru saja selesai," kata Ireshi sambil berjalan menghampiri Tristan. Dia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang menggelayut di udara, tetapi memutuskan untuk mengabaikannya. "Ada apa?"

Tristan melirik Sebastian sekali lagi sebelum menjawab dengan nada riang, "Aku hanya berpikir kita bisa berjalan-jalan di taman. Sepertinya kau perlu udara segar setelah seharian bersama Sebastian yang serius ini."

Ireshi tersenyum, dan setelah menatap sekilas Sebastian, dia mengangguk. "Baiklah, mari kita pergi."

Namun, saat mereka berjalan menjauh, Ireshi bisa merasakan sesuatu yang mulai berubah dalam dinamika di antara mereka semua. Cassius dengan kecemburuannya, Tristan dengan perasaan tersembunyinya, dan sekarang, Sebastian yang mulai menunjukkan tanda-tanda lebih manusiawi. Seperti badai yang mendekat, Ireshi tahu bahwa sesuatu akan segera meletus.
_____

To Be Continued...

Blue Feather [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang