{S1} Episode 11: Negosiasi Berbahaya

12 12 0
                                    

Hari itu langit di atas desa perbatasan tampak kelabu, menambah kesan suram pada suasana tegang yang meliputi tempat itu. Ireshi, dengan jubah tebal menutupi tubuhnya, berdiri di depan tenda perundingan. Di sampingnya, Cassius dan Sebastian sudah siap, masing-masing dengan pandangan berbeda terhadap apa yang akan terjadi. Cassius tampak waspada, sementara Sebastian memegang erat sebuah peta pertempuran, jelas-jelas siap mengambil tindakan keras jika diperlukan.

“Kau yakin ini akan berhasil?” tanya Cassius, matanya mengamati sekeliling desa yang rusak oleh pemberontakan dan konflik berkepanjangan.

Ireshi menarik napas dalam. "Aku tidak tahu, tapi kita harus mencoba. Jika kita terus menggunakan kekerasan, perang ini tidak akan pernah berakhir."

Sebastian mendengus pelan, masih skeptis dengan ide negosiasi ini. “Mereka bukan jenis orang yang mau berunding. Mereka telah bertindak tanpa ampun. Jangan berharap terlalu banyak.”

Namun, sebelum ada yang bisa membalas, dari arah desa, muncul seorang pria dengan wajah penuh bekas luka, diikuti beberapa orang dengan pakaian lusuh namun bersenjata. Dia adalah pemimpin pemberontak—seseorang yang tidak diragukan lagi telah membawa kerusakan dan ketakutan ke kerajaan.

Pemimpin itu menatap Ireshi dengan pandangan penuh curiga, lalu pada Cassius dan Sebastian. “Jadi, ini cara kerajaan memperlakukan kami? Mengirim seorang putri untuk menyelesaikan masalah kami dengan kata-kata?”

Ireshi melangkah maju, menatap lurus pada pemimpin pemberontak. “Aku di sini bukan untuk memberikan janji kosong. Aku di sini untuk mendengarkan apa yang kalian butuhkan.”

Pemimpin itu menyipitkan mata, jelas tidak percaya. “Kerajaan kalian hanya peduli pada bangsawan. Rakyat seperti kami dibiarkan mati kelaparan, menderita dalam kesunyian. Apa yang kau tahu tentang penderitaan kami?”

Ireshi menahan emosi yang meluap, mencoba tetap tenang. Dia sudah mengharapkan resistansi ini. “Aku mungkin tidak mengerti semua penderitaan kalian, tapi aku tahu jika kita terus saling berperang, kita semua akan kalah. Aku menawarkan solusi. Kami akan memberikan bantuan, memastikan desa kalian diperbaiki dan kalian mendapatkan apa yang layak kalian dapatkan.”

Cassius melangkah mendekat, memotong pembicaraan. "Jika kau memilih untuk menolak negosiasi ini, kami siap untuk melakukan apa yang diperlukan. Kami tak akan tinggal diam jika kalian mengancam kerajaan."

Pemimpin pemberontak tampak semakin marah, tetapi Ireshi melangkah lebih dekat lagi, mengangkat tangannya untuk menghentikan Cassius sebelum suasana memanas.

"Aku tidak menawarkan ini sebagai ancaman, tetapi sebagai kesempatan untuk merubah segalanya. Ini bukan tentang kerajaan atau pemberontak lagi, tapi tentang bagaimana kita bisa bertahan bersama." Suaranya tegas, namun tetap lembut, mencoba meredam amarah yang membara di kedua pihak.

Setelah hening beberapa saat, pemimpin pemberontak akhirnya membuka mulutnya, masih dengan raut wajah keras. "Jika kau bisa menepati janji-janji itu, mungkin kami akan mempertimbangkannya. Tapi ingat, satu langkah salah, dan kami tidak akan ragu untuk membalas."

Ireshi mengangguk pelan. "Aku berjanji."

Pertemuan itu berakhir tanpa pertumpahan darah, meski ketegangan masih terasa. Saat rombongan pemberontak pergi, Cassius menatap Ireshi dengan penuh arti. “Kau membuat taruhan besar hari ini.”

Ireshi menghela napas, merasakan beban besar di pundaknya. "Terkadang, satu-satunya jalan keluar adalah mengambil risiko."

Sebastian menatapnya sejenak, kemudian menutup peta di tangannya. “Kita lihat saja apakah ini berhasil. Namun, jangan berharap mereka akan memegang janji begitu saja.”

Dengan itu, mereka meninggalkan desa, masing-masing dengan pikiran dan harapan yang berbeda. Meski negosiasi telah dimulai, Ireshi tahu ini baru awal dari perjuangan panjang untuk menjaga perdamaian. Dan dalam hatinya, dia tahu tidak ada jaminan semua akan berjalan sesuai rencana.
_____

To Be Continued...

Blue Feather [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang