BAGIAN 20. DOSEN TAMPAN

903 251 44
                                    

Selamat pagi teman-teman dan selamat membaca 🤍

*

Suasana canggung mendadak terasa pekat. Makan malam nyatanya dilaksanakan di 126 Hudson Street Apartement. Koki yang dipanggil Jade lebih dari satu orang dan dengan sempurna memasak makan malam untuk 6 orang.

"Hanya aku yang canggung." Bestari tersenyum ke arah Nyonya Alana yang bahkan tidak berdandan khusus untuk malam kali ini. Begitu juga ibunya. Dan jangan ditanya soal bapaknya. New York tidak mempengaruhi pria itu sama sekali. Dia tetap nyentrik dan tampan seperti biasa. Bestari bahkan mengakui bahwa bapaknya pandai bersosialisasi. Setelah makan malam selesai, Bestari melihat bapaknya berbincang-bincang di balkon dengan Tuan Juan Manuel. Tawa mereka sesekali terdengar.

"Seharusnya kamu bilang kalau makan malamnya di sini jadi aku bisa bersiap-siap Jade. Dan...ah...mendatangkan koki? Bukannya itu mahal ya?"

"Memang. Mereka profesional."

"Kita bisa memasak sendiri kalau kamu bilang dari awal."

"Tugasmu adalah menemani ibu selama di sini, Bestari. Bukan yang lain. Lagipula, akan ada masa di mana kamu akan sering memasak untuk ibu dan ayahku."

Tanpa disadari mereka terus berbicara dengan suara rendah setelah mengantarkan 3 orang koki yang baru saja berpamitan. Bestari bahkan masih memegangi gagang pintu dan Jade dengan santai duduk di tepi lemari mantel dan sepatu.

"Apa maksudmu? Huum?"

"Apa?" Jade balik bertanya dan menaikkan alisnya.

"Tadi bilang apa tentang memasak?"

"Oh. Bukan apa-apa. Bapak tidak minum kan?"

Bestari menarik napas pendek dan mengekor Jade kembali masuk. Dan dia tertegun. Tidak ada yang bisa dilakukan sekarang selain canggung. Dia mendapati ibunya masih mengobrol dengan Nyonya Alana dengan asik.

"Mereka seperti geng-geng an. Kita tidak cocok dengan topik yang mereka angkat. Lalu kita harus mengerjakan apa?"

Bestari bergumam dan menatap Jade yang nampak melamun. Pria itu menunduk dan mengetuk laci dengan senyuman tipis.

Lamunan yang dalam nyatanya bisa tercipta begitu saja setelah Jade mendengar pertanyaan Bestari.

Menyelinap ke sebuah ruangan. Berbagi ciuman di antara detak jantung yang berpacu. Ketakutan akan diketahui oleh orang tua. Namun, gairah seperti mengalahkan segalanya.

"Apa kau memikirkan hal yang mesum, Jade Leandro?"

Sebuah keplakan tangan membuat Jade mengaduh. Lamunannya buyar dan dia memegangi bahunya.

"Sakit." Jade menatap Bestari dan tersenyum. Gadis itu memang benar, mau apa lagi? Dia tentu saja tidak akan membantah. "Pria dan hari libur. Apalagi yang dipikirkan kalau bukan itu? Huum?"

"Ya Tuhan..." Bestari mengusap keningnya dan mendekati Jade hingga mereka benar-benar sangat dekat. "Siapa perempuan yang kau bayangkan? Huuh?"

"Kenapa?"

"Kendra?"

Bestari tidak menjawab pertanyaan Jade namun justru kembali bertanya. Jade yang memiringkan tubuhnya karena merasa terintimidasi, menggeleng.

"Bukan."

"Artis?"

"Ah! Jadi ingat. Aku ada undangan minum koktail dengan artis opera sabun yang sedang naik daun..."

"...siapa? Emily Heys?"

"Kamu tahu?"

"Ckk." Bestari beringsut mundur dan meninggalkan Jade. Dia berjalan melintasi aula apartemen itu dan menuju dapur.

CEO SANG ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang