BAGIAN 19. MUSIM SEMI YANG SEGERA BERAKHIR

818 241 15
                                    

Bismillah.

Niat hamba menyedekahkan tenaga dan sedikit harta untuk Arrasid, semoga terkabul hajat membersihkan semua hutang pengobatan Muhammad Arrasid bin Ahmad Noviyanto. Mudahkanlah langkah ke depan ya Allah. Aamiin allahumma aamiin.

Hari ini, HD lagi. Dapat jadwalnya tetap sore-malam. Semoga Allah bukakan pintu rejeki dari mana saja untuk menutup 1.925.000. Aamiin.

Tolong tetap dibantu Arrasid ya teman-teman. Yang ingin sedekah subuh barangkali? [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ] 🙏

Terima kasih sebelumnya. Doa terbaik kami untuk semua bantuan dan doa dalam perjalanan panjang ini. Semoga Allah kabulkan hajat apapun yang teman-teman punya.

Sehat-sehat selalu dan selamat membaca 🤍

*

"Maafkan saya. Ini sepenuhnya salah saya Pak, Bu. Mom."

Bestari mencoba menarik tangannya dari genggaman tangan Jade namun pria itu justru bergeming.

"Kami tidak melakukan apa-apa. Kami menonton film horor."

"Bestari lemah kalau sudah berhadapan dengan film horor, Nyonya Leandro."

Suara bapaknya yang memberikan pembelaan, atau apapun itu, membuat Bestari mengangguk canggung. Dia menatap ibunya namun segera menunduk lagi. Dia benar-benar belum bisa mencerna keseluruhan yang terjadi sekarang. Keinginannya untuk melepaskan genggaman tangan Jade musnah begitu saja karena pria itu yang terlihat tenang dan genggaman tangan itu seakan dia ingin menguatkan. Seperti sebuah ajakan agar mereka berdua menjadi solid menghadapi pagi yang mengagetkan itu.

"Saya minta maaf, Tuan Pananggalih. Ibu." Jade beranjak dan merunduk dalam. Dan Bestari mengusap wajahnya ketika penampilan Jade bahkan jauh dari kata pantas untuk sebuah sambutan apalagi acara meminta maaf. Jade hanya memakai boxer dan t-shirt kusut. Rambutnya acak-acakan khas bangun tidur dan Bestari mulai merutuk ketenangan pria itu sementara dia benar-benar berkeringat dingin karena gugup sekarang.

Suasana sunyi menyergap. Bestari mendongak dan menatap bapaknya yang diam saja. Juga ibunya yang membenahi ponsel ke dalam tasnya.

"Sebaiknya kalian mandi. Dan Nyonya Pananggalih, saya akan mengantarkan anda ke kamar anda sekarang."

Bestari menoleh dengan bodoh ke arah Nyonya Alana yang tersenyum ke arahnya. Wanita itu dengan luwes membantu ibunya berdiri. Bestari menelengkan kepalanya mengikuti kedua wanita itu dengan pandangan matanya.

"Nyonya Alana bahkan sudah memakai heels. Jam berapa sekarang?" Batin Bestari mulai sibuk dan dia menatap bapaknya. "Bapak. Kok tidak mengabari Tari kalau mau kemari, Pak?"

"Ibu kamu itu lho bilang tidak usah. Tapi begitu sampai bandara tadi, kamu susah dihubungi."

"Kita minum kopi dulu Pak ke bawah."

"Oh, boleh."

"Heh?!" Bestari ikut beranjak saat Jade beranjak. Pria itu melepaskan genggamannya dan berpamitan untuk mengganti baju. Bestari menatap bapaknya dengan putus asa. "Pak, Tari tidak melakukan apa-apa."

"Bapak ya tahu."

"Tapi ibu lho, Pak."

"Marah pastinya."

"Bapak ah." Bestari menghampiri bapaknya dan mencium tangannya dalam. "Maafkan Tari, Pak."

"Bapak padahal sudah wanti-wanti dengan ibu kamu itu supaya tidak kaget sama New York."

"Apa maksudnya tidak kaget dengan New York sih, Pak. Kami benar-benar tidak berbuat apa-apa. Semalam kami nonton film horor."

"Rame filmnya?"

CEO SANG ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang