BAGIAN 31. I THINK THEY CALL THIS LOVE

978 255 20
                                    

"Thunderhawk pernah dikirimkan paket bom

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Thunderhawk pernah dikirimkan paket bom."

"Diam, Mas."

"Baik. Heh?"

Bestari menghilang di balik pintu kamarnya. Gadis itu bahkan membanting pintu karena sangat kesal. Bestari berpikir bahwa Jade terlalu menganggap remeh apa yang baru saja terjadi. Dan pemberitahuannya tentang Thunderhawk yang pernah dikirim bom seakan menjadi gong yang dipukul sangat keras mengakhiri perdebatan mereka di dalam lift dan sepanjang koridor barusan.

Jade berdiri mematung. Lalu beringsut mendekat ke arah pintu dan menempelkan telinganya. Tangannya mengetuk pelan. Dan tidak ada jawaban. Bestari kesal. Dan dia syok karena panggilan Mas yang didengarnya.

Jade berakhir mondar-mandir di depan pintu kamar Bestari setelah gagal membuat Bestari membuka pintu dengan ketukannya.

"Bisa tidak sih dia memberi pertanda bahwa dia akan memanggil aku Mas? Jangan mendadak seperti ini. Aku kan..." Jade berhenti dan menatap daun pintu yang membisu. "...kaget." Jade kembali berdiri di depan pintu itu dan mengetuk. Menunggu beberapa saat dan nihil. "Ya Tuhan. Kapan dia mau keluar? Saat makan malam? Terlalu lama..."

Jade masih setia berada di depan kamar Bestari untuk beberapa saat. Sampai dia menyerah 15 menit kemudian dan berjalan ke arah ruang keluarga. "Seharusnya kami membuat perayaan. Seperti...membuat bubur merah putih? Anak-anak Bri dibuatkan bubur itu oleh neneknya. Itu perayaan penting kan?"

Jade melongok dari ruang keluarga dan menatap pintu kamar Bestari di kejauhan. Dia melenguh saat melihat pintu itu masih tertutup rapat. Insiden paket berisi tikus kering itu, tentu saja membuat kaget. Tapi Bestari yang memanggilnya Mas lebih membuat kaget. Dia syok dan tidak siap.

"Ya Tuhan." Jade melompat-lompat kecil sambil sibuk mencari remot TV dan dia menemukannya terselip di sandaran sofa. Dia mencari-cari sebuah lagu dan tertawa keras saat sudah menemukannya. Tubuhnya mulai bergerak mengikuti irama lagu itu. Meliuk seperti berdansa karena suasana hati yang sangat baik.

Jade berdansa menjelajah ruangan. Dia terus bergerak di depan jendela. Lampu-lampu di gedung-gedung pencakar langit yang sehari-hari adalah hal yang biasa baginya, kini nampak berbeda. Lampu-lampu yang menghiasi bangunan beton itu nampak indah tanpa alasan yang jelas. Jade bahkan melongok ke jalan di bawah sana. Kesibukan manusia yang baru pulang dari bepergian atau yang terpaksa bekerja di penghujung minggu, mendadak nampak sebagai sebuah pemandangan yang menyenangkan yang menciptakan rasa bahagia di hati Jade. Dia bahkan merasakan bahwa sore itu dia berdamai dengan kemacetan di kota itu. Hatinya menjadi maklum akan segala hal.

"Apa yang kau lakukan?"

Gerakan Jade terhenti mendadak dan dia berbalik cepat. Dia membeku di tempatnya berdiri dan menatap Bestari yang berdiri di pintu. Gadis itu memegang dompet.

CEO SANG ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang