Selamat pagi teman-teman. Selamat membaca 🤍
*
"Bapak, Ibu...ini bukan apa-apa. Kami...tidak ada apa-apa. Jade, tolonglah."
Bestari mencoba melepaskan pelukan Jade namun gagal. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang saling marah dan sang pria mulai merajuk.
"Kita bicara besok Tari."
"Bapak..." Bahu Bestari luruh melihat bapaknya membimbing ibunya meninggalkan dapur. Bestari mendongak dan membuang napas kesal. "Kamu ini kenapa sampai sejauh ini, huum?"
"Kalau begini, kedua orang tuamu tidak akan memintamu pergi." Jade melepaskan pelukannya.
Bestari merosot duduk bersandar pada kitchen set dan meluruskan kakinya. Mereka berdua duduk diam dan Bestari memijat lengannya pelan.
"Sebenarnya, ada apa? Huum? Mereka akan salah faham."
"Aku yang akan bicara dengan bapak setelah bapak selesai dengan kegiatannya besok."
"Kita ini tidak ada apa-apa, Jade. Aku berpikiran terbuka, tapi tidak seterbuka itu juga. Physical touch yang intim tidak diperlukan di sini. Ibu bisa syok."
"Aku akan bicara dengan ibu juga."
"Untuk apa? Aku pergi. Selesai."
"Kau sudah tidak bermimpi lagi?"
Bestari terdiam. Dia menoleh menatap Jade yang nampak tenang. "Katakan apa maumu?"
"Jangan dekat-dekat dengan pria itu. Yang tadi sore bicara denganmu? Siapa dia? Oh tidak. Aku akan menyelidikinya sendiri."
"Jangan gila. Kenapa sih kau bertingkah seperti ini? Bukan itu yang aku maksud. Apa yang sebenarnya kau mau? Huum?" Bestari memberi penekanan pada pertanyaannya berharap Jade mengerti makna sebenarnya.
"Kau tidak berniat mencari tahu sendiri?"
"Apa? Aku akan sangat sibuk. Semua sudah dimulai di kampus."
"Akhirnya hidupku lebih berwarna."
"Hidupku diambang kekacauan. Aku bahkan baru saja memulai. Ibu dan bapak...apa yang akan mereka pikirkan?"
Mereka saling berbicara sambil menatap pintu dapur yang terbuka lebar. Bestari terkulai lemas. Dia seperti tidak punya tenaga untuk marah pada situasi itu. Pikirannya kini sibuk merangkai kata apa saja yang harus dikatakannya besok pada ibu dan bapaknya.
Bestari beranjak dan menyepak kaki Jade dengan kesal. Sepakan kaki yang pelan dan gesture tubuh Bestari, dengan bahu yang terombang-ambing, justru membuat Jade tertawa pelan. Dia menatap wanita itu keluar dari dapur.
"Tidak peka sama sekali. Sampai kapan akan berpegangan kuat pada sumpah diri tidak akan mengencani pria yang lebih muda. Huum? Ya Tuhan, cantik sekali sih?"
Jade mengeluh pelan. Berpikir apakah pesonanya kurang tajam? Atau dia salah membaca sinyal? Bagaimana mungkin seorang wanita yang bermimpi bercinta dengannya tidak jatuh cinta padanya?
Jade mulai melakukan gerakan tangan yang menandakan betapa dia tidak mempercayai situasi sekarang. "Bercinta Bestari. Bercinta. Itu sangat kuat. Bagaimana kau biasa saja menghadapinya? Huum?"
Jade beranjak dan mulai sibuk membuka-buka laci dapur. Dia mengeluarkan teko dan gelas, menatanya di nampan dan mengisinya dengan air minum. Dia berjalan keluar dan melintasi ruang tengah.
Berdiri mematung di depan pintu kamar Bestari dan bergeming ketika pintu itu terbuka. Bestari yang terkesiap, mengulurkan kedua tangannya dan menarik nampan dari tangan Jade.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO SANG ARUTALA
DragosteKepergiannya meninggalkan sepucuk surat untuk kakak perempuannya, menyisakan ratusan pertanyaan hingga bertahun-tahun kemudian. Ketiadaan kabar darinya hingga waktu yang lama, membuat semua orang berpikir, dia membutuhkan waktu untuk menata hidupnya...