..
Di sebuah pondok dekat rumah, terlihat dua anak manusia sedang duduk santai di temani gitar juga keripik singkong di pelukan. Jangan lupakan dua botol teh pucuk yang bertengger di sebelah mereka menambah nikmat dua anak yang tengah menikmati angin malam.
Jreng!! 🎶🎶
"NOONA KU TAU NOONA BANYAK PRIA YANG NAKSIR KAMU" -bagas
"DARI JUTAWAN SAMPAI DUDA GANTENG BANDAR MINYAK" -rakha
"ANEH KENAPA NOONA KOK PILIH AKU YANG PENGANGGUR" -bagas
"LULUSAN SMP PAS-PASAN SAMPAI KELAS DUA, KURANG BIAYA" -rakha
"BAPAKKU SUPIR TAKSI GELAP" -bagas
"IBUKU TUKANG JUAL LALAP" -rakha
"PENGHASILAN TAK MENENTU MANA ADA BUAT AKU" -bagas
"KU TAK MAMPU AJAK KAMU NONTON" -rakha
"KU TAK MAMPU TRAKTIR KAMU MAKAN -bagas
"PALING BISA CUMA NGAWAL ATAU JADI TUKANG PUKUL" -rakha
"DUH ADUH ADUH ADUH ADUH, WALAU HIDUPKU MISKIN" -bagas
"SUMPAH DEMI TUHAN DEMI RASUL BAHAGIA LUAR BIASA" -rakha
"DUH ADUH ADUH ADUH ADUH, KARENA KAU MENCINTAIKU" -bagas
"AKU PERCAYA SERATUS PERSEN CINTA ITU TUNANETRA" -rakha
"CINTA ITU MEMANG GILA!!" -bagas
Rakha menyudahi petikan gitarnya dan di sambut gelak tawa oleh Bagas juga ayah Bagas yang tengah ngopi di temani pisang goreng di emper rumah.
"Mamang ngga di ajak yah!!" Teriak rakha
"Hahaha suara lu jelek tong" ejeknya, membuat Rakha cemberut.
"Mang pengen siomay mang Udin" celetuk Rakha.
"Udah malem blekok!, Udin juga pasti udah balik" jawabnya.
"Kita beli aja sendiri yuk hu, sembari cari udara segar" bagas menaikkan turunkan alisnya.
"Mana ada udara segar malem malem kemet!, yang ada masuk angin Lo"
"Turun sirkuit" bisik Bagas sembari melirik ayahnya memastikan jika ayahnya tidak mendengar.
Rakha melebarkan senyumnya.
"Yok lah gas"
Ketika rakha dan Bagas turun dari pondok suara ayah Bagas menginterupsi.
"Turun ke sirkuit, mamang bantai kau hujan!!" Tegasnya membuat nyali hujan menciut, meski supir angkot, gitu gitu ayah bagas galak cuy, mantan preman pasar.
Tapi jangan salah, dia itu supir angkot yang memliki banyak angkot.
"Kita beli siomay aja lah" putus hujan sambil menarik lengan Bagas lalu menaiki opet dan mengendarai motor itu dengan Bagas di boncengan.
"Nitip ya tong! Siomay nya ga pake pare, soalnya pait, kaya idup lu" pesan Herman membuat Rakha mendengus.
Herman sangat suka meledek rakha, dari masih pake popok sampe sekarang bisa make popok sendiri.
Tapi amat di sayangkan hidup rakha tak semanis parasnya, tak se cerah cerianya.
Bisa di bilang keluarga Bagas adalah saksi mata kesengsaraan yang Rakha alami.
"Kemana bocah bocah bang?" Ida keluar dari rumah dengan rol rambut yang terpasang di kepalanya.
"Beli siomay"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Hujan
FanfictionNgga usah penasaran sama hidup gua, alur hidup gua itu ngga seru, seruan juga ngikutin alur rumput yang bergoyang.