...
"Dah nyampe Lang" bisik Rakha ketika mendapati langit kembali tertidur di punggung nya.
Rakha berdecak kesal, tapi berusaha menggendong tubuh langit yang beratnya naudzubilah itu.
Rakha masuk rumah tanpa ada gangguan, rumah masih terlihat sepi, kemana damar dan Lusi? Rakha mengerutkan dahi, apa mereka mengerjainya?.
Rakha mengedikkan bahu tidak perduli, yang penting langit sudah aman ia tidurkan di kamarnya.
Brukk!!
"Haah, berat banget anjir, kebanyakan dosa lu ya cil?" Gerutu Rakha, yang hanya di balas gumaman tak jelas dari langit.
Rakha melirik jam yang sudah menunjukkan angka dua, dan ia turun ke dapur untuk menuntaskan rasa dahaga nya, nafas Rakha udah Senen Kemis gegara gendong anak dugong.
"Sepi bener dah" gumam Rakha yang sudah berada di dapur, ia tak menyalakan lampu karena malas, Rakha pikir ia cuma mau minum, jadi gak perlu nyalain lampu, tapi ketika rakha mengambil gelas di lemari, lampu dapur tiba tiba menyala membuat Rakha sedikit berjengit kaget.
"Ekhm!!" Deheman seseorang membuat bulu kuduk Rakha merinding.
Rakha menutup lemari dan membalikkan badan hanya untuk melihat sang ayah yang berdiri angkuh di ambang pintu.
"Mau ngapain?" Tanya damar dengan suara berat.
"Minum ayah" jawab Rakha seadanya, damar mengangguk dan menghampiri Rakha sebelum gelas yang ada di genggaman Rakha berpindah tangan pada damar.
Perilaku damar yang tenang tak ubah membuat Rakha khawatir, damar seseorang yang susah di tebak.
Mata Rakha mengekor pada kegiatan damar yang terlihat tengah mengisi air di gelas milik Rakha sebelum menyerahkannya pada sang anak.
Ketika Rakha hendak menerimanya gelas itu justru ia lempar ke dinding belakang Rakha menciptakan suara nyaring di rumah yang sudah sepi.
Rakha sedikit bersyukur jika langit sudah tidur pulas, jadi tidak perlu mendengar keributan yang damar ciptakan.
Manik Rakha tak berkedip menatap sang ayah yang menatapnya tajam seolah dirinya musuh yang harus di musnahkan.
Plakk!!
Suara nyaring berasal dari tamparan damar pada pipi mulus milik Rakha, saking kerasnya membuat wajah Rakha menoleh ke samping, rasanya perih dan ngilu, yang bener aja, damar nampar pipi Rakha pake tenaga bukan pake perasaan, ya jelas aja sakit, bahkan ia sudah mengecap rasa besi di mulutnya.
"Berani beraninya kamu, sebelum ini saya tidak pernah mengajari langit untuk pergi dan pulang sampai se larut ini" damar terlihat menggertakkan giginya menahan amarah, sedangkan Rakha menahan nafas karena demi apapun tamparan sang ayah masih terasa begitu menyakitkan hingga rasanya tembus sampai tulang belakang.
"Bukan Rakha yang ajak langit yah" Rakha mencoba meyakinkan sang ayah, namun damar terlalu buta, sampai pembelaan sang anak terdengar seperti bualan baginya.
"Buktinya dia ada sama kamu, nggak usah membela diri, kamu itu salah, akui saja" tekan damar.
Rakha membuang nafasnya jengah, membuat damar naik darah.
"Bocah berandal sepertimu tidak seharusnya bergaul dengan langit, dia anak baik baik bukan sepertimu yang hanya tau nongkrong bareng preman di jalanan"
Sudah cukup, hati Rakha cukup sakit mendengarnya, apa orang tua di depannya itu bodoh?
"Ayah yang terlalu bodoh membiarkan langit bergaul dengan Darren" jawab Rakha kepalang kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Hujan
FanfictionNgga usah penasaran sama hidup gua, alur hidup gua itu ngga seru, seruan juga ngikutin alur rumput yang bergoyang.