Bersama Hujan pt12

200 35 20
                                    

...

"Langit.. masuk kamar!!" Titah damar dengan penuh ketegasan, namun bukan langkah kaki yang langit ayunkan, tetapi lengannya yang ia ayunkan untuk menggenggam tangan Rakha di sampingnya.

"Ayok bang" ajak langit tanpa memperdulikan tatapan menusuk dari pria yang lebih tua.

"Papi bilang kamu langit, Rakha tetap disini" jelas damar dengan penuh peringatan.

"Papi mau ngapain? Mau hukum bang Rakha? Kenapa langit ngga sekalian? Langit juga pulang larut, langit juga keluyuran, langit juga nakal, kenapa cuma bang Rakha yang di hukum? Kenapa langit enggak?"

Damar menyeringai.

"Langit, nurut kata papi yah, ayo ke kamar sayang" suara lembut Lusi menyapa gendang telinga langit.

"Ngga. Langit ngga mau"

"Udah sana cil masuk aja, jangan bikin tambah runyam, gue aman kok" bisik Rakha dan mendapat kan deathglare dari langit.

"Gue udah janji sama mang Herman buat jaga lu bang, ntar gue gak di ajak konvoi lagi" gerutu langit membuat Rakha terkekeh, adeknya itu gemes kalo lagi ngambek.

"Gue janji gue gak bakal kenapa kenapa cil, paling cuma budek denger siraman rohani" balas Rakha dengan nada berbisik membuat dua orang dewasa di depannya mengerutkan dahi.

"Kalian ini mau gandengan terus apa gimana? Mau saya borgol biar gak bisa lepas sekalian??" Damar udah jengah dengan tingkah dua anak di depannya.

"Lepas cil, tangan lu bau comberan" celetuk Rakha membuat langit melepas genggamannya dan mencium tangannya sendiri guna memastikan.

"Kagak bang" langit mengerutkan dahi.

"Bego di piara" gerutu Rakha. Padahal kan itu cuma alasan Rakha biar langit lepasin gandengannya. Lagian lucu, si langit udah kayak dua sejoli yang di paksa berpisah, mana genggem tangannya erat banget, kan tangan Rakha tak berdaya.

"Yaudah, Gue naik dulu ya bang, teriak aja kalo papi sama mami aniaya lu, ntar sang Arjuna langsung meluncur nolongin" ujar langit dengan menepuk dadanya.

Damar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan tingkah langit.

"Iya iyaaa" jawab Rakha seadanya.

Damar memusatkan atensinya pada anak yang masih menunduk di dengan jemari yang saling memilin depannya.

"Kamu ikut saya" interupsi damar membuat Rakha sontak mendongak, ia pikir bakal mendapatkan pukulan, atau minimal tamparan lah buat hukuman, ternyata damar tidak melakukannya membuat Rakha sedikit bersyukur dalam hati.

Rakha mengikuti langkah damar yang sudah berjalan ke arah Ruang keluarga di ikuti Lusi.

.

"Lebih baik kalau kamu jangan menyeret langit dalam kehidupan berandalmu, kamu pikir saya tidak tau kalau kamu pulang dengan teman teman preman mu?"

"Maaf ayah" lirih Rakha.

"Dan lagi, kamu itu tinggal di rumah saya, jadi jangan seenaknya pulang pergi dengan tidak tau waktu, kamu harus mengerti batasanmu Rakha" damar menatap anak di depannya, yang masih menunduk.

"Langit itu anak baik baik, jadi awas saja kalau kamu berani menjerumuskannya dalam pergaulan bebas yang kamu miliki, saya tau, jika langit telah mengakui mu sebagai kakaknya di sekolah, jadi saya minta untuk jangan berulah, apalagi membuat citra baik langit di sekolah buruk" ujar Lusi dengan dada naik turun karena amarah yang tertahan, jika saja anak di depannya bukan seorang pesakitan, mungkin tamparan sudah ia layangkan sedari tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bersama Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang