Bersama Hujan pt17

594 44 10
                                    

...

Di halaman rumah mewah yang terlihat sepi, seorang pemuda tengah duduk di teras menatap lekat ke arah pintu gerbang yang terbuka menampakkan tiga orang pemuda yang memasuki gerbang.

Darren, ia sangat hafal dengan orang yang pertama masuk, namun tidak dengan dua orang yang mengikutinya.

"Dari mana?" Darren menghampiri Kelvin yang sudah turun dari motornya lalu membuka helm full face yang di pakainya.

"Ke makam bunda" singkatnya, dan berusaha menyembunyikan lengannya di balik jaket yang ia pakai.

Tatapan Darren beralih pada dua pemuda lainnya yang ikut turun dari motornya. Tak berlangsung lama ketika amarah Darren kembali tersulut ketika melihat presensi Rakha ada di sana.

"Ngapain Lo kesini sat?" Geram Darren.

Langit maju menghalangi pandangan tajam yang derren layangkan pada Rakha.

Sedangkan Rakha di belakang langit sudah mencengkram jaket langit erat, kepalanya kembali berulah. segala sumpah serapah sudah meluncur bebas dari bibir Rakha.

"Kenapa? Udah sukur bang Rakha dengan baik hati mau nganterin adek Lo, bukannya terimakasih juga" kesal langit. sebenarnya langit sudah menolak keras ketika Rakha meminta untuk mengantar Kelvin, melihat kondisi sang kakak yang tidak memungkinkan, karena tadi sebelum mengantar Kelvin Rakha sudah mengeluh sakit kepala.

Derren menoleh ke arah Kelvin yang turut menahan lengannya.

"Lo halangin gue Kel?" Derren mengerutkan dahi menatap Kelvin yang menunduk tak berani menatap sang kakak, namun pegangan tangan anak itu mengerat di lengannya.

"Lo nyadar ngga? Anak itu yang buat papa acuh sama kita sekarang, yang buat Lo se hancur ini, DIA PENYEBABNYA KELVIN, BUKA MATA LO!!" Dada Darren naik turun dengan nafas memburu menandakan besarnya emosi yang ia tahan.

"Jangan pernah maafin orang kayak gitu, Lo hancur gue lebih hancur Kel" Kelvin mengendurkan cekalan tangannya pada lengan Darren.

"Heh! Lo tau apa sih? Ngga usah sok bener deh Lo, ngga usah merasa paling tersakiti bangke!!" sungut langit.

Sungguh, kalau saja kepala Rakha tak berulah, udah Rakha bingkem tu mulut Darren, ngeselin banget sumpah.

"Apa? Mau belain Abang Lo?" Darren menyalak

"Kalo iya kenapa?" Langit mengangkat dagunya tak takut sama sekali pada manusia di depannya.

"Lo ngomong seolah olah Abang gue yang paling bersalah!!. sekarang tanya ke adek Lo!, apa yang udah Abang gue lakuin sama dia, sampe Lo berkata jika adek Lo hancur karena Abang gue!!" seru langit dengan meninggikan nada bicaranya di akhir kalimat.

"Udah Lang, kita pulang aja ya, ngga enak sama tetangga teriak teriak di rumah orang," bisik Rakha di belakang langit tanpa mengendurkan cengkeramannya, padahal mah Rakha pen cepet cepet nyium kasur.

"Sekarang obati tuh adek Lo, kalo perlu suruh pergi ke psikiater, biar ga recokin Abang gue bangsat!!" Dengus langit sebelum membawa Rakha yang sudah sangat pucat pergi ke arah motornya.

"Lo kuat kan bang?" Tanya langit khawatir.

"Aman aman" jawabnya dengan sedikit anggukkan.

Langit menaiki motor Rakha, dan menaikkan tudung Hoodie sang kakak sebelum Rakha menaiki jok belakang motornya.

"Pegangan bang" langit meraih kedua lengan Rakha guna menarik lengan Hoodie yang di pakai Rakha untuk di ikatkan pada pinggang nya, takut abangnya nanti oleng di jalan, kan gak lucu. tanpa langit sadari, Rakha tersenyum di balik punggungnya, ia jadi teringat Bagas, anak itu juga sering melakukan hal yang sama, Rakha jadi rindu Bagas ngomong ngomong.

Bersama Hujan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang