...
Di malam hari yang terasa dingin, dua pemuda yang kini terlihat asik bermain PlayStation tak menghiraukan panggilan yang sedari tadi mengalun dari arah dapur.
Lusi berdecak kesal ketika dua pemuda itu justru asik dengan dunianya, bahkan panggilannya tak di gubris sama sekali.
Tadi setelah sholat ashar, Lusi memilih berkutat di dapur, ia ingin membuat risoles untuk ia berikan kepada ayah mertuanya.
Menyadari kalau Lusi tengah kesulitan akhirnya Rakha berinisiatif untuk membantu, karena tidak enak aja membiarkan tuan rumah sibuk sedangkan ia yang menumpang hidup malah enak enakan santai sambil main game.
"Lah mau kemana bang? Kan belom selesai ini mainnya" protes langit ketika Rakha memilih bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan langit yang masih memainkan game nya.
Rakha memilih membantu Lusi di dapur, dan karena jiwa langit yang selalu penasaran, ia pun ikut bangkit untuk membantu mami nya bersama Rakha, ya walaupun lebih sering mengacau.
"Bukan gitu cil" peringat Rakha ketika langit malah menekan kulit risoles nya hingga robek ketika menggulung.
"Susah bang" rengek langit membuat Rakha geleng kepala.
"Sini gue ajarin" Rakha merebut pekerjaan langit yang sangat berantakan, kemudian memberi contoh cara melipat yang benar, Rakha sangat serius dengan pekerjaannya hingga tidak sadar jika ia tengah di perhatikan oleh dua anak ibu yang ada di sebelahnya.
"Kok kamu lihai banget sih," gerutu Lusi membuat Rakha tersenyum tipis.
"Pengalaman" jawab Rakha.
"Jangan jangan lu pernah jualan risoles yah bang?" Tebak langit yang tanpa di duga mendapatkan anggukan oleh Rakha.
"Kamu jualan?" Tanya Lusi.
"Hmm, ibu yang jualan lebih tepatnya, sebenarnya gue sama ibu dulu pernah punya cita cita bikin usaha makanan, tapi belum kesampaian ibu udah pergi duluan" jelas Rakha. Sedangkan lusi dan langit hanya mengangguk pelan.
"Eh kenapa kita nggak buka usaha aja? Wujudin keinginan ibu bang Rakha?" Celetuk langit membuat Lusi tanpa segan mencubit pinggang sang anak.
"Adudududduh, mih sakit" rengek langit.
"Kamu pikir buka usaha se enak buka baju!?" Sungut Lusi membuat langit meringis sedangkan Rakha terbahak.
"Buka baju aja Sono cil yang gampang" ejek Rakha, langit hannya mencebik kesal.
"Ya kan siapa tau suatu saat nanti kita bertiga membentuk formasi buat bikin usaha makanan" lirih langit dengan kepala menunduk dan memainkan jarinya.
Kini Rakha tersenyum simpul, bukan senyum mengejek lagi.
"Boleh kok, suatu saat nanti," jawab Rakha. Langit mengangkat pandangannya kemudian tersenyum lebar.
"Suatu saat nanti kalau Allah mengizinkan gue masih ada di waktu itu" jawab Rakha, senyuman langit memudar. Sedangkan Lusi sudah membuang wajahnya ke arah lain sebelum kembali menyibukkan diri.
"Ya, kita memang tidak tau bukan? Takdir akan membawa kita sampai kemana" Rakha mengangkat kedua bahunya acuh.
Langit kini terdiam karena paham arah pembicaraan sang Kaka.
"Sampai hari itu tiba, walaupun lu udah gak bareng gue, gue bakal tetep bangun usaha itu atas nama lu" ujar langit tanpa keraguan sedikitpun.
.
.
.Rakha tengah memasang helm ketika langit menyodorkan paper bag kepadanya.
"Beneran nggak mau ikut nih?" Tawar Rakha yang mendapat gelengan dari langit, biasanya aja ngintil kaya anak itik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Hujan
FanfictionNgga usah penasaran sama hidup gua, alur hidup gua itu ngga seru, seruan juga ngikutin alur rumput yang bergoyang.