...
Di sebuah pagi dengan langit mendung yang terasa sangat damai, dua bocah berbeda umur tengah menanti sang kepala keluarga keluar dari rumahnya.
Langit memperhatikan wajah Rakha yang tengah menengadah melihat langit mendung di atasnya.
"Tatapan Lo kaya lagi jatuh cinta bang"
Rakha mengalihkan atensinya pada pemuda di sampingnya kemudian tersenyum lembut.
"Gue suka langit mendung"
Langit mengerutkan dahinya.
"Mana letak bagusnya sih? Bagusan juga langit biru"
"Gue sudah berusaha menyukai langit biru, tapi gak se nyaman langit mendung"
Suara derap langkah bersahutan menghampiri kedua pemuda itu yang masih bergeming.
"Kenapa tidak masuk? Kita pergi sekarang" ujar damar ketika melihat kedua putranya masih tak menunjukkan pergerakan.
"Ayah, kayaknya Rakha mau pake motor aja, Rakha ingin mampir ke suatu tempat terlebih dahulu"
Mata damar melirik tajam sebelum memalingkan wajahnya.
"Terserah"
Damar masuk kedalam mobil di ikuti langit juga Lusi.
Damar melirik sang anak yang sudah duduk manis di kursi penumpang sembari memainkan gadget nya.
"Langit, ikuti kakakmu"
"Haa?" Langit mencoba menajamkan pendengarannya.
"Kamu, ikuti kakakmu" ulang damar dengan sedikit penekanan pada kalimatnya membuat senyuman terbit di bibir langit.
"Siap komandan!!" seru langit dengan gestur hormat kemudian dengan semangat empat lima keluar dari mobil untuk menghampiri Rakha yang sudah siap dengan motornya.
"Ikut bang" ujar langit sembari naik ke jok belakang.
"Heh ngapain sih lu ngikut ngikut gue" sentak Rakha membuat langit sedikit cemberut.
"Di suruh kanjeng Romo"
Rakha merotasikan matanya.
"Lo bawa motor sendiri lah Lang"
"Ngga mau, maunya bonceng aja, ntar kan bisa gantian" ujar langit dengan mencengkram Hoodie Rakha erat.
Rakha hanya bisa mengusap dadanya, harus extra sabar ngadepin bocah modelan kaya langit, istighfar nya di banyakin.
Setelah perdebatan yang cukup sengit antara langit juga Rakha, kuda besi milik Rakha akhirnya melaju mengikuti mobil damar dari belakang.
Seperti biasa, damar akan menjemput sang kakek terlebih dahulu, Rakha agak bernafas lega, pasalnya ia tak dalam satu mobil seperti waktu itu, jadi Rakha tidak perlu menghadapi tatapan sengit yang biasa kakeknya layangkan.
Namun entah kenapa kali ada yang berbeda, entah kerasukan jin jenis apa, sang kakek sama sekali tak menyinggung keberadaan nya, bahkan ketika mereka makan, sang kakek tak juga melontarkan kata kata pedas yang biasa di terima oleh gendang telinga Rakha.
Sebenarnya Rakha sangat bersyukur, karena telinganya selamat dari bisikan syaitan yang terkutuk, tapi tetap saja rasanya aneh.
"Lo kenapa sih bengong mulu?" Bisik langit ketika mendapati sang Abang yang masih terdiam mengabaikan makanannya.
"Mau tuker makanan Ama gua?" Tawar langit.
"Hah?? Ngga, ngga papa," Rakha menggeleng ribut.
"Gue cuma ngerasa ada yang aneh, kakek kenapa yah ngga sinisin gue kayak biasa?" Tanya Rakha membuat langit tersedak makanannya, dan dengan sigap Rakha mengambilkan minum untuk adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Hujan
FanfictionNgga usah penasaran sama hidup gua, alur hidup gua itu ngga seru, seruan juga ngikutin alur rumput yang bergoyang.