Bagian Ketujuh Belas

19 2 0
                                    

Dentingan pedang beradu didalam hutan perbatasan antara dua kerajaan. Suara pukulan dan tendangan terdengar nyaring bahkan seakan bisa saja memenuhi setiap inci bagian dari hutan. Pohon-pohon tidak bersalah menjadi korban, meski tidak sampai tumbang, tapi tetap saja terlihat menyakitkan baginya juga untuk prajurit yang ditabrakan dengannya.

Cuaca yang semula gerimis perlahan menjadi semakin deras, hujan yang turun lebat itu sama sekali tidak bisa menghentikan Ezra untuk terus meluapkan emosinya.

Yah.. Pelaku utama dari kekacauan didalam hutan tersebut adalah Ezra. Sang panglima utama yang terkenal baik, ceria, humoris,  serta penuh dengan perhatian secara mendadak menjadi pribadi yang jauh berbeda setelah bangun dari pingsannya akibat tekena pukulan cukup kuat dibelakang kepala.

Semua orang tidak tau pasti kenapa panglima mereka bisa sampai seperti ini, kabar bahwa panglima utama hilang ingatan memang sudah menyebar luas bahkan hampir semua prajurit yang berada dikawasan tersebut mengetahuinya, akan tetapi mereka sama sekali tidak menduga jika Ezra bisa sampai berubah secara sikap dan kepribadiannya juga.

Setelah membunuh prajurit yang sedang berhubungan badan dengan seorang wanita dan dirasa belum puas dengan apa yang sudah dilakukannya, kini Ezra berhadapan dengan prajuritnya sendiri. Tanpa ia sadari.

Beberapa prajurit yang memang sedang berpatroli didalam hutan tersebut tanpa sengaja menemukan panglima utama, hingga otomatis mereka bertanya apa yang sedang dilakukannya. Tapi sayangnya, Ezra berpandangan lain tentang itu semua.

Mereka masih belum menyadari apa yang sudah Ezra lakukan, sebab panglima itu tanpa basa-basi segera mengayunkan pedangnya kearah para prajurit yang belum terlalu siap dengan serangannya.

Erangan kesakitan dari para prajurit mampu mengundang lainnya untuk datang memeriksa kondisi yang sedang terjadi, Ezra semakin senang sebab dirasa mereka seakan siap menyerahkan diri untuk ia lukai. Dalam kondisi hilang ingatan, Ezra tidak perlu repot-repot mengasihi nyawa mereka sebab ia sendiri tidak tau pasti siapa para prajurit tersebut.

Ezra hanya tau bagaimana melampiaskan amarahnya karena keadaannya saat ini. Ia sama sekali tidak terima dengan takdir yang digariskan untuknya. Sangat tidak masuk akal untuk otak modern-nya. Dan satu-satunya cara hanyalah dengan bersenang-senang. Dalam tanda kutip.

Penyerangan yang Ezra lakukan masih berjalan, kemampuan bela dirinya yang bagus memudahkan segalanya meski dengan pedang yang sama sekali tidak pernah ia gunakan.

"HENTIKAN BODOH!."

Suara teriakan itu membuat gerakan Ezra yang akan menusuk salah satu prajurit terhenti. Ia mencari sumber suara yang dengan beraninya mengatai dirinya apalagi dengan suara yang keras. Sungguh mengganggu waktunya yang berharga untuk menghabisi nyawa manusia meski mereka tidak melakukan kesalahan apapun padanya.

Tidak jauh dari Ezra berdiri, dengan nafas terengah dan tubuh basah kuyup karena air hujan, ia melihat Axton tengah berdiri dengan payung yang berfungsi melindungi dirinya dari air hujan.

"Apa yang kau lakukan?." Suara milik Axton terdengar kembali, ia berjalan mendekati Ezra kemudian merebut perangnya dengan cepat. Tidak akan ia biarkan Ezra kembali berulah dan merugikan mereka.

Ezra menaikan sebelah alisnya, seperti sangat bingung dengan pertanyaan Axton yang bahkan tidak perlu dijawab lagi olehnya.

"Kau buta?." Tanya Ezra, tidak berniat menjawab.

"Apa maksudmu melukai prajuritmu sendiri?."

"Aku tidak memiliki prajurit lemah seperti mereka." Ujar Ezra ringan.

"Kau boleh menguji kemampuan mereka, tapi bukankah ini keterlaluan dan melebihi batas? Kau bisa saja membunuh mereka jika caramu seperti tadi!." Ujar Axton kesal.

Sang Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang