Bagian Kelima Belas

22 1 0
                                    

Ezra keluar dari tenda, ia berjalan cepat dengan ekspresi wajah mengerikan dan tatapan membunuh. Ia melangkahkan kakinya asal, berjalan tak tentu arah sembari memperhatikan sekitarnya, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk Ezra bisa menemukan samsak yang tepat untuk menuntaskan emosinya.

Ia tersenyum miring sebab kedua bola mata hitam legamnya berhasil mendapati seseorang yang akan ia jadikan sebagai pelampiasan amarahnya.

Ezra marah dengan keadaan yang sama sekali tidak ia mengerti saat ini. Ia marah karena terbunuh secara sia-sia, hanya karena satu tembakan? Yang benar saja. Ezra masih belum bisa menerimanya.

Didepannya, setelah ia berjalan cukup jauh dari tenda dan perkemahan, saat ini ia tengah berada didalam hutan, tidak terlalu dalam, tapi jaraknya dengan keramaian membuat seseorang yang berada  didepan sana seakan bebas melakukan apa saja tanpa takut ketahuan.

Namun sayang beribu sayang, sang prajurit, sebab terlihat dari baju yang sedang ia kenakan, sepertinya sedang sial karena ditemukan oleh Ezra yang sedang dalam mode emosi.

Ezra akan dengan senang hati mengganggu acara bersenang-senang si prajurit yang sedang berhubungan intim dengan seorang wanita itu saat ini juga. Lagipula, kenapa si prajurit rendahan itu tidak berjaga dan justru melakukan 'hubungan' disiang hari yang terik seperti ini? Binatang bodoh!

"Sampah masyarakat seharusnya dimusnahkan sebelum membusuk dan menyebarkan penyakit." Ujar Ezra dengan suara rendah dan tersenyum miring, merasa senang karena memiliki alasan yang kuat untuk membunuh prajurit penuh nafsu itu.

Ezra melihat tanah hutan yang beberapa ditumbuhi dengan rambut liar, dan matanya menemukan sebuah batu yang cukup besar kemudian mengambilnya. Tanpa pikir panjang, ia segera melemparkan batu tersebut ke kepala prajurit hingga ia menghentikan aktivitasnya dan berteriak kesal sembari memegangi kepalanya yang sudah pasti sakit.

"HEI! SIAPA..."

Ucapan sang prajurit menggantung begitu saja kala melihat Ezra dengan wajah datar dan marah, tatapan tajamnya menatap dirinya penuh ambisi membunuh. Rambut yang menutupi sebagian dahi disertai alis tebal yang menukik tajam benar-benar perpaduan yang pas untuk melemahkan mental seseorang yang sedang berhadapan dengan Ezra.

"Pang... Panglima." Ujar si prajurit gugup. Suaranya bergetar dan ketakutan, dengan cepat ia segera merapihkan bajunya begitu juga dengan wanita yang sedang menjadi pelampiasan birahinya setelah sebelumnya sempat terkejut atas kehadiran orang lain disana.

"Bukankah kau prajurit kerajaan?." Tanya Ezra, suaranya sengaja ia buat serendah mungkin.

"Be.. Benar panglima."

"Lalu apa yang kau lakukan disini?." Tanyanya lagi. Bukannya tidak melihat, hanya ingin menekankan bahwa perbuatan yang dilakukannya begitu buruk.

"Bukankah tugasmu menjaga perbatasan?."

"Iya panglima. Mohon ampuni saya. Saya salah. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Ujar si prajurit. Gugup menyerangnya saat ini.

"Kerajaan memilih dan memerintah untuk menjaga perdamaian, dan kau malah menjadikannya ladang pemuas nafsu binatang mu itu? Dan kau.." Ujar Ezra seraya menunjuk si wanita yang sejak tadi hanya menunduk malu. Ia sama sekali tidak menyangka jika perbuatan kotor mereka diketahui orang lain seperti ini.

"Kau benar-benar bodoh karena mau menjadi pelampiasan nafsu dan melakukannya ditempat terbuka bahkan di hutan seperti ini! Apa kau tidak memiliki otak?!." Ujar Ezra sarkas.

Entah kenapa ia ingin memaki dan berbasa-basi dengan orang tidak berakal didepannya ini sebelum memusnahkan mereka. Sang wanita hanya diam membisu. Mulutnya kaku sehingga tidak bisa membalas ucapan kejam Ezra.

Sang Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang