Bagian Kedua Puluh Empat

14 2 0
                                    

"Aku berharap, semoga pesta ini membosankan."

Suara Rora mengalun lembut, membelah kesepian pada malam hari yang penuh dengan bintang, ia berada didalam kamarnya, menata rambut sedemikian rupa dibantu dua dayang untuk hadir di acara pesta kemenangan pasukan panglima Ezra.

"Kenapa begitu tuan putri?." Sang dayang bertanya dengan penuh hati-hati, seraya memasangkan jepit rambut kecil disisi sebelah kanan kepala Rora.

"Aku hanya tidak ingin kembali merasa marah, aku menginginkan ketenangan sejenak."

Rora mengalihkan pandangannya keluar, menatap langit malam melalui jendela kamar. Wajahnya bersinar, baik karena lentera yang berada dalam kamarnya ataupun karena bulan yang bersinar terang diatas sana.

"Malam ini terlalu indah untuk dikacaukan." Ujarnya, kemudian menatap pantulan dirinya dicermin. "Hujan sedang berbaik hati tidak menampakkan dirinya, kita tidak boleh menyia-nyiakannya."

"Pastikan semuanya aman."

"Baik tuan putri."

Tepat setelah dayang menjawab, riasan Rora pun usai dilakukan. Sang putri bangkit, mulai berjalan menuju halaman utama istana kerajaan dimana pesta tersebut berlangsung diikuti dua dayangnya yang senantiasa berjalan dibelakang.

Rora mengamati sekitar, halaman istana yang biasanya membosankan sebab hanya ada rumput hijau yang menghiasi dengan air mancur ditengah, kini diubah dengan dekorasi indah layaknya pesta perayaan pada umumnya.

Sudah banyak dari para kesatria atau prajurit yang berkumpul di halaman, mereka terlihat sangat bahagia dengan kemenangan ataupun pesta yang ayahnya adakan.

"Kalian boleh pergi."

"Kami undur diri tuan putri."

Dua dayang tersebut berpamitan, meski tanpa perintah yang spesifik, akan tetapi mereka paham betul apa yang Rora maksud dari perintah 'pergi' tersebut. Mengamankan pesta dari orang-orang yang ingin membuat kacau, seperti yang Rora inginkan.

Rora berjalan semakin masuk ke halaman pesta, terdapat banyak kursi dan meja yang sudah ditata untuk duduk, ia memilih salah satunya dan kemudian duduk disana. Menikmati tawa orang-orang dengan meminum jus buahnya.

"Kau sendiri?."

Suara seseorang terdengar, mengalihkan perhatian Rora seketika, disampingnya telah duduk seorang pria tampan, panglima utama kerajaan.

"Seperti yang kau lihat." Jawab Rora tak acuh.

"Aku hanya ingin memberitahu jika aku ingin duduk disini. Kau keberatan?."

"Jika ku bilang iya, apakah kau akan pergi?."

"Tidak juga."

"Bagus. Lebih baik tidak perlu bertanya."

Rora kembali mengalihkan pandangannya kearah orang-orang yang hadir di pesta, malam ini sungguh indah meski sedikit membosankan.

Sedangkan tanpa ia sadari, pria yang duduk disebelahnya justru tersenyum miring setelah mendengar nada ketus Rora, bukannya merasa tersinggung, ia malah semakin tertarik dengan daya pikat sang putri dan sikap acuhnya ini.

"Kau terlihat bosan dan tidak terlalu peduli dengan pestanya." Ujarnya lagi.

"Kehadiranmu hanya sebagai bentuk formalitas, begitulah bangsawan. Lagipula, pesta ini juga bukan milikku." Jawab Rora, kedua matanya masih enggan menatap lawan bicara.

"Ngomong-ngomong, siapa namamu?."

Kali ini Rora sukses menolehkan kepalanya, tatapan bingung miliknya begitu kentara ditunjukkan kearah sang panglima yang mungkin saja sejak tadi menatapnya dengan mata abu-abu gelapnya itu.

Sang Panglima Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang