Setelah berbulan-bulan berlalu sejak kematian Rama, Gita akhirnya mengambil keputusan besar yang telah lama dia pikirkan-dia tidak bisa tinggal di panti rehabilitasi lagi. Setiap sudut bangunan itu, setiap tawa anak-anak, dan bahkan udara di sekitar panti membawa kenangan tentang Rama. Terlalu banyak kenangan yang membuat hatinya semakin terluka, dan dia tahu, untuk benar-benar sembuh, dia harus menjauh.Hari ketika Gita memberitahukan keputusannya pada petugas panti, mereka mencoba meyakinkannya untuk tetap tinggal. Tapi Gita bersikeras. "Aku tidak bisa lagi di sini. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri, jauh dari semua ini," katanya dengan tegas meskipun hatinya bergejolak.
Dia kembali ke rumah lamanya, rumah yang selama ini dia hindari. Rumah itu penuh dengan kenangan masa kecilnya-kenangan bersama kedua orang tuanya yang menjadi akar dari trauma panjang yang terus membayangi hidupnya. Namun, sekarang, rasa kesepian dan keputusasaan di rumah itu terasa seperti satu-satunya tempat di mana dia bisa menghadapi semua yang belum terselesaikan. Mungkin di rumah ini, dia akan menemukan apa yang selama ini dia hindari: kebenaran tentang dirinya sendiri.
---
Begitu sampai di depan pintu rumah lamanya, Gita merasakan perasaan asing yang menyelimuti dirinya. Pintu kayu tua yang sudah rapuh itu berderit saat dibuka, dan aroma lembab yang khas langsung tercium begitu dia melangkah masuk. Ruangan itu begitu sunyi, seolah-olah waktu telah berhenti sejak dia meninggalkannya dulu. Dinding-dinding rumah yang dulu penuh warna kini terlihat suram dan kusam. Tidak ada suara, tidak ada kehidupan.
Dia melangkah pelan ke ruang tamu, tempat di mana segalanya berubah untuknya bertahun-tahun lalu. Ruang itu masih sama, namun berbeda dalam kenangannya-lebih gelap, lebih dingin, dan penuh dengan bayangan masa lalu. Gita berdiri di sana, memandang kosong ke sekeliling. Setiap sudut ruangan itu membawa kembali ingatan-ingatan yang menakutkan: pertengkaran hebat antara kedua orang tuanya, jeritan dan amarah yang menggema di dinding, dan perasaan takut yang selalu menyertainya sebagai anak kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Matanya tertuju pada satu sudut ruangan yang selama ini dia hindari. Di sudut itu, di malam yang penuh teror, ayahnya menghancurkan segala hal yang ada di sekitar, termasuk hati ibunya. Tempat itu adalah titik di mana keluarganya hancur. Gita memandangi sudut itu dengan perasaan yang campur aduk-takut, marah, dan kehilangan, semuanya datang bersamaan. Dia bisa merasakan kakinya bergetar, tapi dia tidak bisa memalingkan pandangannya.
"Kenapa aku kembali ke sini?" gumamnya pada dirinya sendiri.
Dia mengira meninggalkan panti akan membantunya melepaskan diri dari bayang-bayang Rama, tapi sekarang dia sadar bahwa di rumah ini, ada luka yang lebih dalam, yang belum pernah dia hadapi. Luka dari masa kecilnya yang selama ini dia kubur dalam-dalam, berharap akan menghilang dengan sendirinya. Tapi seperti yang dia pelajari dari Rama, rasa sakit tidak pernah hilang begitu saja. Ia tetap ada, bersembunyi di sudut-sudut hati, menunggu waktu untuk muncul kembali.
Gita duduk di lantai dingin ruang tamu itu, memeluk lututnya sendiri. Udara di sekitar terasa semakin berat, membuat napasnya tersengal. Dia merasa sendirian, lebih kesepian daripada sebelumnya. Di panti, setidaknya ada orang-orang yang peduli padanya, bahkan Rama yang telah pergi masih terasa dekat. Tapi di sini, di rumah ini, hanya ada kekosongan.
Waktu berlalu, dan Gita hanya bisa duduk dalam diam, pikirannya dipenuhi dengan kenangan pahit yang berulang-ulang. Tak ada jalan keluar, tak ada pelarian. Ruangan itu, tempat kejadian yang menghancurkan keluarganya, kini menjadi penjara baginya.
Namun, di tengah kesepian yang menyesakkan, Gita perlahan mulai menyadari sesuatu. Jika dia terus melarikan diri dari masa lalunya, rasa sakit itu tidak akan pernah berakhir. Kembali ke rumah ini, meskipun menyakitkan, mungkin adalah langkah pertama untuk benar-benar menghadapi semua yang telah dia hindari. Bukan hanya tentang Rama, tapi juga tentang dirinya sendiri, tentang luka-luka yang dia bawa sejak kecil.
Gita mengangkat wajahnya, menatap sudut ruangan itu sekali lagi. Rasa sakit masih ada, tapi kali ini dia membiarkan dirinya merasakannya. Dia tidak lagi mencoba menghindar atau lari. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Gita sadar bahwa dia harus berdamai dengan semua ini-dengan masa lalunya, dengan rasa takut, dan dengan dirinya sendiri.
Meskipun sulit, Gita tahu inilah awal dari perjalanan barunya. Rumah ini mungkin penuh kenangan pahit, tetapi dia bertekad untuk mengubahnya menjadi tempat di mana dia bisa memulai dari awal-tempat di mana dia bisa sembuh, perlahan tapi pasti.
Gita menatap jendela yang terbuka sedikit, angin malam masuk dan membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Di dalam keheningan rumah ini, dia akhirnya menemukan ruang untuk menghadapi luka-lukanya, satu per satu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Pulang
Novela JuvenilSejak kecil, Gita sudah terbiasa hidup dalam ketakutan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, berubah menjadi medan perang. Setiap malam, teriakan ayahnya yang mabuk menggema di dinding, mengiris hatinya seperti sembilu. Ibu yang dulu pen...