Pagi itu, Gita bangun dengan perasaan lelah yang tak biasa. Rumahnya sunyi seperti biasa, hanya terdengar suara detak jam dinding yang monoton. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang perutnya yang kosong sejak semalam.
“Mungkin nanti aja sarapannya,” gumamnya pelan, meski tubuhnya terasa lemas. Ia menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan energi. Setelah mengenakan seragam kampusnya, ia mengambil tas dan helm, lalu keluar rumah tanpa menyentuh makanan apa pun.
Perjalanan ke kampus terasa berat. Matahari bersinar terlalu terang di matanya yang lelah. Angin pagi yang biasanya menyejukkan justru membuatnya menggigil. Sesampainya di parkiran kampus, ia menepikan motor dengan langkah gontai menuju kelas.
Di dalam kelas, Pak Rahmat sudah mulai mengajar. Aisyah yang duduk di barisan depan melirik pintu kelas dengan ekspresi khawatir, menunggu kedatangan Gita."kenapa dia belum dateng ya" gumam nya
Ketika akhirnya Gita muncul di ambang pintu, napasnya terengah-engah, wajahnya pucat, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.
"Gita?" panggil Pak Rahmat, suaranya terdengar tajam. "Kamu terlambat."
Gita menunduk. "Maaf, Pak… Saya tadi…"
Pak Rahmat menggeleng, lalu mendekatinya. "Kenapa bisa kamu terlambat gita,kamu ini mahasiswa paling disiplin!"
Gita hanya diam, terlalu lemah untuk menjawab. Aisyah memandang sahabatnya dari kursi dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Pak Rahmat menghela napas, lalu berkata tegas, “Keluar gita sesuai perjanjian kelas siapapun yang terlambat tidak diperkenankan masuk”
Tanpa perlawanan, Gita melangkah keluar. Namun baru beberapa langkah di koridor, pandangannya mulai kabur. Suara langkah kakinya terdengar samar, dan dunia di sekitarnya mulai berputar.
“Gita!” Aisyah yang mengintip dari dalam kelas melihat tubuh sahabatnya terhuyung.
Gita berusaha meraih dinding untuk menahan tubuhnya, tapi tangannya tak sanggup mencengkeram. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara yang cukup keras. Dunia menjadi gelap.
---
"Gita!" Aisyah berlari keluar dari kelas tanpa pikir panjang, meninggalkan semua barangnya. Ia berlutut di samping tubuh sahabatnya, mengguncang bahunya dengan panik. “Gita! Bangun, dong!”
Pak Rahmat dan beberapa mahasiswa keluar kelas setelah mendengar keributan itu. "Ada apa?" tanya Pak Rahmat, lalu ia berjongkok di samping Aisyah. "Dia pingsan. Panggil bantuan!"
Seorang pria yang kebetulan lewat di koridor melihat situasi itu. Tanpa ragu, ia mendekat. Sosoknya berperawakan tinggi dengan bahu tegap, serta lengan kemeja berwarna marunnya itu yang digulung sampai siku serta tinggi sekitar 172cm ,Ia segera menunduk dan mengangkat tubuh Gita dengan hati-hati.
“Saya bawa ke unit kesehatan terdekat,” katanya singkat. Suaranya terdengar tenang namun tegas.
Pak Rahmat mengangguk. "Baik, hati-hati. Aisyah, temani dia!"
Aisyah hendak mengikutinya, tapi pria itu meliriknya sejenak dan berkata, “Saya bisa sendiri. Kamu tetap di sini.”
Aisyah ragu, tapi pria itu sudah berjalan cepat membawa Gita menjauh.
---
Ketika Gita membuka matanya, ia mendapati dirinya di ruang kesehatan kampus. Aroma antiseptik menusuk hidungnya. Tubuhnya terasa lemas, tapi lebih nyaman dibandingkan sebelumnya.
“Kamu sudah sadar,” suara seorang perawat menyapanya lembut.
“Apa… yang terjadi?” tanya Gita dengan suara serak.
“Kamu pingsan di koridor. Untungnya ada seseorang yang langsung membawamu ke sini,” jawab perawat itu sambil tersenyum kecil.
“Siapa?” Gita bertanya bingung.
“Seorang pria,dia sangat tampan.” kata perawat itu. “Dia nggak bilang namanya, tapi dia terlihat sangat khawatir padamu.”
Gita menoleh ke pintu dan menangkap bayangan punggung seseorang. Sosok pria berbahu tegap berjalan keluar dari ruangan dengan tenang. Ia hanya sempat melihat garis tubuhnya sekilas sebelum pintu tertutup.
"Itu dia?" tanya Gita, menunjuk ke arah pintu dengan lemah.
Perawat itu mengangguk. “Iya, dia yang membawamu ke sini.”
Gita terdiam, hatinya bergejolak. Ada sesuatu pada sosok pria itu—entah cara jalannya, atau siluetnya—yang terasa familier.
“Terima kasih…” bisiknya, meski ia tahu ucapan itu takkan pernah sampai pada pria misterius tersebut. Tatapan pria itu, meski tak sempat ia lihat jelas, terasa hangat dan penuh perhatian. Sesuatu yang sulit ia lupakan.
Setelah perawat itu memberikan obat dan sedikit sarapan pada gita ia langsung keluar tanpa diduga-duga aisyah datang dengan menerobos ruangan nya kini."Gitaa", aisyah datang dengan tergesa-gesa langsung memeluk tubuh gita.
"Ya ampun aii jangan khawatir gitu deh aku ini ironmen cuma akting main-main aja tau biar ga malu kalau ga masuk kelas". Aisyah yang kesal langsung menoyor kepala gita alhasil gita berpura-pura pingsan kembali.
"Git?iihh" Aisyah kembali panik
"Becanda" gita kembali menegakkan badan nya menjadi duduk.
"Jangan lagi deh kayak gitu"
"Iyaa cantik"
"Kenapa kamu bisa terlambat sih git"
"Telat bangun, maraton Drakor tadi malem hehe"
"Bukannya kamu ga suka Drakor?"
"Baru coba sih kemarin ehh ketagihan"
"Okelah,abis ini pulang ya git kelas juga udah abis jadi kamu istirahat dirumah aj ya." Sebenarnya aisyah cukup khawatir dengan keadaan gita dirinya tak sepenuhnya percaya apa yang diucapkan gita barusan Drakor?sejak kapan Drakor bisa buat orang jadi pingsan gini.Gita hanya membalasnya dengan anggukan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Pulang
Teen FictionSejak kecil, Gita sudah terbiasa hidup dalam ketakutan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, berubah menjadi medan perang. Setiap malam, teriakan ayahnya yang mabuk menggema di dinding, mengiris hatinya seperti sembilu. Ibu yang dulu pen...