Lima bulan kemudian.
Sudah lima bulan lama nya Elvano di rawat di rumah sakit, tapi tetap saja, belum ada perubahan sedikit pun yang di tunjukan Elvano.
Sedang kan anak yang di lahirkan oleh Elvano lima bulan yang lalu, kini tumbuh dengan baik, bahkan sekarang bayi itu sudah bisa duduk.
"Daddy,"panggil ketiga bocil sambil berlarian menghampiri sang Daddy yang sedang menyuapi anak perempuan nya.
"Kenapa sayang, jangan teriak nanti tenggorokan kalian sakit,"pinta Hafdal sambil melihat ke arah tiga teman nya.
"Hehe maaf Daddy,"ucap nya meminta maaf.
"Huh, sekarang kalian sarapan, nanti Daddy antar kalian sekolah."
"Gak, Arga gak mau sekolah kalau gak di anterin sama Bunda,"ucap Arga.
"Ia, Arel juga gak mau sekolah, dulu kan Bunda pernah bilang sama Arel kalau Bunda bakalan anterin Arel sekolah, tapi kenapa sekarang Bunda malah tidur, dan gak mau bangun,"ucap Carel sambil memanyunkan bibir nya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Baby dengerin Daddy, Bunda lagi istirahat, kalian gak boleh ganggu Bunda, nanti kalau istirahat Bunda udah cukup, Bunda pasti bangun,"ucap Hafdal sambil memeluk Carel.
"Tapi kapan Dad?, Cahsel udah kangen banget sama Bunda,"ucap Cahsel yang sedari tadi hanya diam.
"Ya Daddy gak tau, nanti pulang sekolah kita jenguk Bunda sama-sama ya, sekarang kalian sarapan dulu."
"Baik Daddy."
Mereka bertiga langsung pergi dari hadapan Hafdal, dan menuju meja makan yang sudah tersedia banyak makanan di atas nya.
Kini kepribadian Hafdal yang dulu nya kejam berubah menjadi orang yang sangat penyabar, bahkan untuk sekedar memarahi ke empat anak nya pun, Hafdal tidak bisa.
Melihat ketiga anak nya sedang sarapan, Hafdal hanya bisa tersenyum, dan kembali menyuapi anak terakhirnya yang bernama Nadira.
Setelah selesai dengan sarapan nya, Hafdal langsung mengantarkan mereka ke sekolah, dan tak lupa dengan Nadira yang selalu diri nya bawa kemana-mana.
"Daddy tau tidak?, kemarin temen Arga nangis,"ucap Arga memecahkan keheningan di dalam mobil.
"Ko bisa?, nangis nya kenapa?"tanya balik Hafdal.
"Nangis nya di pukul terus di dorong sama Arga."
"Ihk ko Abang jahat banget si,"ucap Cahsel yang ikut mendengarkan cerita Arga.
"Abang gak jahat, dia nya aja yang lemah,"jawab nya santai.
"Tapi kan Abang pukul sama dorong temen Abang, itu tanda nya Abang jahat, kalau nanti Abang gak punya temen gimana?"tanya Carel.
"Abang gak suka yang nama nya temen."
"Udah-udah, ko malah berantem si, malu dong di ketawain sama Nadira,"ucap Hafdal.
"Lagian nih si kembar ikut-ikutan."
"Terus itu temen Abang nya gimana?"tanya Hafdal mengalihkan pembicaraan.
"Gak gimana-gimana, dia nangis ngadu sama orang tua nya, terus Abang di marahin sama guru, dan Guru nyuruh Abang buat minta maaf."
"Tapi Abang minta maaf?"
"Engga, ngapain Abang minta maaf, udah dia yang salah, ko jadi Abang yang minta maaf."
"emang masalah nya apa?, sampai Abang kaya gitu?"
"Dia ngatain Abang kalau Abang gak punya Bunda karna selalu di antar jemput oleh Daddy."
"Jadi itu masalah nya, udah ya Abang jangan dengerin mereka, kalau ada yang jahat sama Abang lawan aja, Abang gak boleh nangis hanya cuma di katain dan di kerjain sama temen, selagi Abang mampu Abang lawan, kalau engga?, Abang tinggalin aja."
"Siap Daddy, Abang akan selalu denger nasehat Daddy, dan biar bisa jaga adek kalau Abang kuat."
"Anak pintar, kalian berdua juga dengerkan apa kata Daddy?"
"Denger ko Daddy, kata Daddy, kalau kita kuat dan gak cengeng Bunda pasti bangga sama kita."
Hafdal hanya menganggukan kepala nya dan tak lupa tersenyum.
Sesampai nya di halaman sekolah.
Carel dan Cahsel baru masuk Tk, sedang kan Arga, dia sudah kelas satu SD, walau pun begitu, tapi sekolah mereka tidak berjauhan, hanya membutuhkan tiga langkah untuk sampai di sekolah Arga.
"Ini uang jajan nya, ingat gak boleh beli apa?"tanya Hafdal.
"Gak boleh beli permen coklah Ice sama yang pedes-pedes,"jawab ketiga nya serempak.
"Pintar , Daddy kerja dulu ya, nanti kalian di jemput sama sekertaris Daddy."
"Ia Daddy, yang semangat kerja nya Daddy."
"Kecupan nya mana?"
Mereka bertiga langsung mengecup pipi Hafdal, dan setelah nya masuk kehalaman sekolah masing-masing.
Hafdal yang melihat ketiga anak nya sudah masuk kedalam kelas pun hanya bisa menarik nafas nya dalam-dalam, lalu melajukan mobil nya ke suatu tempat dan tak lupa membawa Nadira.
Kini Hafdal sudah sampai di sebuah bangunan yang hanya memiliki satu ruangan, dan bangunan itu terletak sangat jauh dari kota, jadi tidak akan ada yang berani ke sana.
Hafdal turun dari mobil nya, lalu di sambut kelima Bodyguard yang menjaga di bangunan itu.
Hafdal menidurkan Nadira di sebuah ranjang yang sudah di siapkan oleh para Bodyguard nya, karna mereka tau jika Hafdal selalu ke sana membawa sang anak.
"Bagaimana?"tanya Hafdal dingin.
"Masih aman Tuan, dan mereka juga belum mat*,"jawab salah satu Bodyguard sambil menundukan kepala nya karna takut.
"Bagus, jangan biarkan mereka mat* terlebih dahulu, saya masih ingin bermain dengan nya."
"Baik Tuan, kami akan melakukan nya."
Dengan tatapan yang tajam, Hafdal berjalan ke sebuah ruangan yang terdapat di bangunan itu, dan tak lupa dengan pisau di tangan nya.
Sesampai nya di ruangan yang di maksud. terdapat dua wanita yang di ikat di atas ranjang dengan tubvh yang sudah penuh dengan luka .
"Bagaimana?, apa kalian bersenang-senang?"tanya Hafdal dengan nada dingin.
"Hafdal aku mohon hentikan,"pinta nya dengan nada yang sudah lemas.
"Hahaha itu terlalu bermimpi, ingat ini belum apa-apa, aku akan melepaskan kalian berdua, jika istri kecil ku bangun."
"Kau masih mengharapkan jalang kecil itu?"tanya salah satu wanita itu.
"Jaga mulut kotor mu, istri ku orang baik, bahkan untuk keluar mansion saja dia tidak pernah."
"Dia memang tidak pernah keluar mansion, tapi untuk sekedar jalan-jalan mansion sering, bisa saja dia menjadi pelacur para Bodyguard mu."
"Diam, sekali lagi kau menjelekan istri ku, kan ku buat kau tidak akan melihat dunia lagi,"ucap Hafdal dingin sambil menggoreskan pisau yang diri nya pegang pada wanita itu di bagian sudut bibir nya, membuat mulut nya sedikit sobek.
"Ku dengar-dengar kalian sedang mengandung anak para Bodyguard ku, bagaimana jika aku menggugurkan nya?"
"Jangan Hafdal, aku juga tidak membunuh anak mu."
"Ya kau memang tidak membunuh anak ku, tapi kau hampir membuat nya, bahkan sekarang istri ku saja belum sadar."
"Dia nya aja yang lemah."
"Cukup, dengar baik-baik, jika istri ku tidak sadar dengan secepat nya, aku akan benar-benar membunuh kalian berdua."
Hafdal langsung pergi dari ruangan itu begitu saja, setelah meninggalkan beberapa luka goresan pada tubuh kedua nya.
Dua wanita itu adalah pelayan yang mendorong Elvano, dan wanita yang mengaku-ngaku kekasih Hafdal pada Elvano.
Jangan lupa tinggalkan vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Melahirkan anak untuk Mafia (End)
Short StoryElvano seorang cowok lulusan SMA yang di paksa harus melahirkan seorang anak perempuan oleh seorang mafia yang sangat kejam. Sampai akhirnya Elvano mendapat ingatan nya kembali, bahwa si Mafia adalah orang yang diri nya cintai di masa lalu. Apakah E...