Chapter 14

3.5K 176 3
                                    


Sesampai nya di halaman mansion.

"Turun,"pinta Hafdal dingin.

"Ini juga El mau turun,"jswab Elvano dengan nada kesal.

Hafdal tak menjawab nya lagi, diri nya juga ikut turun, lalu mengikuti  Elvano dari arah belakang.

Saat di dalam, tidak ada satu orang pun, bahkan  ke empat anak nya pun tidak ada, bertanda mereka sedang tidur.

Elvano terus berjalan, saat Elvano akan berjalan ke arah kamar sang anak, Hafdal langsung menggenggam pergelangan tangan nya.

"Kenapa kak?"tanya Elvano sambil melihat ke arah belakang.

"Mau ngapain lu ke sana?"tanya Hafdal dingin.

"El cuma mau liat anak-anak, emang nya kenapa?"

"Dia anak gue, lu gak usah ketemu sama mereka."

"Tapi kak, mereka juga anak El, El yang udah ngelahirin dan juga besarin mereka, kenapa sekarang kakak jadi seperti ini?"

"Chk, lu itu cuma alat bagi gue, mereka anak gue, lu gak usah berharap bertemu lagi sama mereka."

Bagaikan di tus*k seribu pedang, hati Elvano begitu sakit saat mendengar perkataan dari Hafdal, kenapa dengan tega nya Hafdal berkata seperti itu pada nya.

Ingin rasa nya Elvano menangis, tapi ia tahan sebisa mungkin.

"Gak usah nangis lu, gue gak suka liat lu nangis."

"Kakak jahat, kenapa kakak kaya gini sama El?, salah El apa sama kakak?, El hanya ingin bertemu dengan mereka kak."

"Salah lu itu banyak, udah lu gak usah berharap pengen ketemu sama mereka,"Hafdal berucap sambil menarik tangan Elvano menaiki tangga rumah nya.

"Kak pelan-pelan tangan El sakit. kaki El juga sakit kak karna tersandung,"pinta Elvano yang kesakitan.

"Diam,"ucap Hafdal dingin.

Elvano yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa menahan rasa sakit di pergelangan tangan dan juga kaki nya.

Sesampai nya di dalam kamar.

Hafdal langsung mel*mparkan Elvano ke atas ranjang membuat Elvano meringis kesakitan.

Saat Elvano akan bangun, Hafdal terlebih dahulu menindihnya, dan memegang kedua tangan Elvano agar Elvano tidak bisa kemana-mana.

"Kakak mau ngapain, lepasin El kak, itu sakit,"pinta Elvano.

"Dengar, jika kau berani meminta tolong pada orang lain, atau pun mencoba bun*h diri, maka aku akan memb*nuh ke empat anak itu,"ancam Hafdal.

" Jangan kak, El bakal nurut sama kakak, asalkan kakak jangan apa-apain mereka."

"Anak pintar, sekarang istirahat lah, nanti saya akan kembali mengantarkan makan malam,"ucap Hafdal sambil mengecup kening Elvano.

Bukan hanya mengecup kening saja, bahkan Hafdal mengecup kedua pipi Elvano sampai ke bib*r nya.

Setelah nya Hafdal pergi dari kamar itu bahkan mengunci pintu nya membuat Elvano tak bisa kemana-mana.

"Kenapa kak Hafdal jadi seperti ini?"tanya nya pada diri sendiri.

Elvano yang memang masih lemah pun, memilih untuk tidur saja melupakan semua kejadian yang menimpa nya hari ini.

Kembali ke Hafdal.

Kini Hafdal sedang duduk di ruang tamu sendirian, dengan sebuah bingkai foto anak kecil yang baru berusia 12 tahun.

"Aku sangat merindukan mu, kenapa sipatmu berubah begitu cepat, aku tak suka melihatmu seperti ini, aku benci orang yang pembangkang apa lagi tidak nurut pada ku,"gumam Hafdal sambil mengusap wajah bocil yang ada di bingkai itu.

Saat sedang sibuk dengan lamunan nya, tiba-tiba ada seorang bocil yang menghampiri nya dan berdiri di depan nya dengan mata sayu nya.

"Kenapa Abang?"tanya Hafdal pada sang anak sambil mengangkat tubuh mungil itu ke pangkuan nya.

"Abang kangen Bunda,"ucap nya sambil membenamkan muka nya di dada bidang Hafdal.

"Bunda nya lagi istirahat sayang, ketemu Bunda nya nanti aja ya."

"Kapan Dad, tapi Abang denger suara Bunda, pasti Bunda udah pulang kan?"

"Kamu salah denger kali, perasaan dari tadi Daddy sendirian di sini, gak ada tuh liat atau pun denger suara Bunda."

"Masa Abang mimpi si dad?"

"Mungkin kali, Abang kan baru bangun tidur."

"ia deh Dad."

Arga kembali membenamkan muka nya, dan mendusel-dusel kan hidung nya pada dad Hafdal yang membuat Hafdal terkekeh.

"Daddy ini foto siapa?"tanya Arga pada foto bicah 12 tahun itu.

"Dia bukan siapa-siapa."

"Kalau bukan siapa-siapa, kenapa foto nya ada di Daddy?"

"Daddy gak sengaja nemu, udah ya jangan tanya lagi kalau gak mau Daddy marahin."

"Ia Daddy."

Arga yang memang takut pun, memilih untuk tak bertanya lagi, dan kembali pokus membenamkan muka nya.

Melahirkan anak untuk Mafia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang