BAB : XXI

66 28 51
                                    

Klik bintangnya dulu teman!
Happy Reading!

•Color of Catur•
°Cinta itu Penghalang°

"Nanti pulangnya dijemput pak Aji─supir pribadi Cakra"  Pergerakan Zanayya terhenti saat membuka seat beltnya.

"Aku bisa pesen greb kalo kak Cakra gabisa jemput." balas Zanayya.

"Ini perintah, bukan penawaran."

Deg.

Pertama kalinya, nada tegas nan dingin milik Cakra diterima telinganya, Zanayya menundukkan pandangannya seraya mengangguk.

"See you." Zanayya melambaikan tangan, Cakra hanya membalasnya dengan lambaian singkat dengan senyum tipisnya.

Zanayya diam membiarkan pikirannya bergelut barang sejenak. Sejak kemarin, sikap Cakra tak seperti biasanya, netranya tak memancarkan kehangatan, melainkan kesuraman. Tak ada yang membuka suara sejak di mobil tadi, Cakra terus fokus mengendarai mobilnya menatap jalanan dibalik kacamata hitam yang bertengger dihidungnya.

Zanayya menghela nafas beratnya, "Sebenernya, dia kenapa?" gumam Zanayya.

"Kak Nayya!!" panggil seseorang berteriak.

Zanayya menoleh, ternyata itu Gia yang tengah berlari kearahnya. "Kak Nayya, boleh aku minta waktunya?" tanya Gia dengan nafas terengah-engah.

"Kenapa?" tanya Zanayya setelah Gia selesai mengatur nafasnya.

"Gia mau bicara sebentar."

"Boleh." Gia menuntun Zanayya ke taman belakang, mereka duduk bersampingan di kursi taman.

Gadis berkacamata minus itu menelan salivanya sulit, meremas rok abu selututnya dengan raut wajah ketakutan menahan air mata yang sudah membendung di pelupuk matanya.

Zanayya menatap bingung dan khawatir, "kenapa, hm?"

Gia memeluk Zanayya tanpa ragu, menangis tersedu-sedu. Zanayya sedikit tersentak, namun tangannya turut mengusap punggung Gia guna menenangkannya.

Selang lima menit berada diposisi itu, tangis Gia perlahan reda. Ia mengendurkan pelukannya, mendongak menatap Zanayya. "Maafin Gia, ya ,kak." lirihnya.

"Maaf kenapa?" Bingung Zanayya.

Dengan berderai air mata Gia menceritakan semua tentang rencana busuk Jesslyn, hingga ancaman yang dilayangkan pada Gia dan orang tuanya yang bekerja sebagai pembantu di rumah Jesslyn.

Hati Zanayya terenyuh dan iba mendengar penuturan Gia yang begitu polos. "Gia jahat! Gia gak pantes buat dapet maaf dari kak Nayya. Gia penghancur mimpi orang lain." Gia meluapkan semua kekesalan dihatinya. Kacamata minusnya dilepas, memudahkannya mengelap air mata.

Zanayya menangkup wajah Gia, "sstt, siapa yang bilang Gia jahat, hm? Gia baik, baiiikk bangett. Gia juga berani, karena Gia mau bela kebenaran dan juga ngebela haknya Gia."

"Apa yang Gia lakuin udah bener. Berdiri diatas keputusan sendiri itu lebih baik, daripada berjalan dalam setiran orang lain."

"Soal mimpi dan cita-cita, semua ada jalannya masing-masing. Sepuluh itu gak harus lima tambah lima, bisa juga satu tambah sembilan, atau yang lain. Jadi, untuk mencapai apa yang jadi tujuan kita, itu ada banyak cara. Paham, Gia?" Gia mengangguk pelan, masih dengan sorot mata sendunya.

Zanayya tersenyum singkat, lalu memeluk Gia dari samping, mengelus pelan lengannya. "Kak, boleh aku jadi temen kak Nayya?" tanya Gia setelah hening beberapa saat.

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang