BAB : III

199 130 65
                                    

[Follow sebelum membaca]
Happy Reading!

•Color of Catur•
°Bahkan alam mendukungku°

Hari keempat, ibarat masih di atas kotak hitam. Suasana hati Zanayya belum berubah.

Namun kali ini Zanayya bisa beranjak dari tempat tidurnya, tidak selalu berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Ini sarapannya Non" ucap Bi Ratih, ART baru, yang ditugaskan oleh Setya untuk menjaga Zanayya.

Zanayya memakan makanan tersebut tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Setelah selesai ia langsung pergi menuju kamarnya.

Meskipun bi Ratih baru bekerja selama 3 hari di rumah Zanayya, tapi bi Ratih sangat menyayanginya.

Mulai dari menyiapkan baju, menyisir rambut, merapikan kamar, memasak makanan yang mungkin kesukaannya, dan membantu menidurkan Zanayya.

Trauma yang dialami Zanayya masih sering kambuh, terkadang Zanayya menangis di malam hari, bahkan sampai berfikir untuk bunuh diri.

Bi Ratihlah yang menjadi garda terdepan, orang yang selalu menemani Zanayya apapun keadaanya.

Didalam kamar, Zanayya menatap dirinya lekat di cermin.

Tangannya terulur untuk menghapus air mata yang luruh tanpa seizinnya.

Matanya sembab, rambutnya masih berantakan.

Tatapannya beralih pada bingkai foto dirinya semasa kecil, Zanayya memutar kembali memori bersama sahabat masa kecilnya.

"Cita-cita kamu apa?"

"Aku dokter, kalo kamu?"

"Kata bunda, aku cocok jadi pengacala"

"Pengacara itu apa?"

"Pekeljaan buat olang yang bawel"

"Iya bener, kamu bawel"

"Justlu itu, kamu bakal diem kalo aku bawel"

Ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Rasa ambisi dan amarah menjadi satu, Zanayya mengambil sesuatu benda dan melemparkannya pada cermin riasnya.

Prakk

Pecah. Pipi Zanayya ikut tergores oleh pecahan cermin.

"Non!!" pekik bi Ratih langsung menghampiri Zanayya dan memeluknya.

"Astagfirullah non, ada apa ini?" panik bi Ratih

"Non mandi ya, biar Bi Ratih yang bersihin ini".

Bi Ratih menuntun Zanayya masuk ke kamar mandi, dengan cepat bi Ratih membersihkan pecahan kaca tersebut tanpa menyisakan sisa.

Berselang beberapa menit kemudian, Zanayya keluar dan sudah lengkap dengan pakaiannya.

Bi ratih kembali ke kamar dan membawakan cemilan untuk Zanayya.

"Sini duduk, biar bi Ratih sisirin ya" ucap bi Ratih menepuk ujung space kasur.

Zanayya menurut dengan tatapan kosongnya.

Bi Ratih menyisir rambutnya dengan telaten dan hati hati, takut jika itu menyakiti kulit kepala Zanayya. Apalagi rambutnya sangat kusut dan berantakan.

Hampir selesai, bi Ratih menatap wajah Zanayya, seperti ada yang kurang, Bi Ratih menambahkan sedikit jepitan di rambut Zanayya.

Beralih pada wajah Zanayya, bi Ratih tak tahu menau soal Skincare atau make-up apa yang selalu dipakai Zanayya.

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang