BAB : III

236 140 70
                                    

Jangan lupa vote nya teman!

READY MASTER?!

□■Happy Reading■□

•Color of Catur•
°Tangisan alam°

Sudah lima hari, Zanayya masih tetap betah dalam kotak hitamnya. Jiwanya masih kosong, dan hampa, tak ada titik putih yang mampu menarik perhatiannya untuk keluar dari kotak hitam.

Namun, kali ini Zanayya bisa beranjak dari tempat tidurnya, tidak selalu berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Semuanya berkat bi Ratih─ART baru yang ditugaskan Setya untuk menjaga Zanayya.

"Ini sarapannya, Non." bi Ratih meletakkan piring berisi sandwich dengan keju parut, itu adalah kesukaan Zanayya.

Gadis dengan tatapan kosong dan mata sembab itu memakan makanan tersebut tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sesekali ia meneguk minumnya untuk menghilangkan rasa seret di tenggorokannya. Setelah selesai, ia langsung pergi menuju kamarnya.

Meskipun bi Ratih baru bekerja selama 3 hari di rumah Zanayya, rasa sayang sekaligus iba langsung mencuat dihari bi Ratih. Gadis malang itu masih membutuhkan sosok ibu. Bi Ratih siap, meskipun sosok Rietta tak pernah terganti, setidaknya ia akan berusaha supaya Zanayya tak merasakan kesendirian.

Mulai dari menyiapkan baju, menyisir rambut, merapikan kamar, memasak makanan yang mungkin kesukaannya, dan membantu menidurkan Zanayya. Itu semua bi Ratih lakukan atas dasar kasih sayang.

Trauma yang dialami Zanayya masih sering kambuh, terkadang Zanayya menangis di malam hari, bahkan sampai berfikir untuk bunuh diri.

Bi Ratihlah yang menjadi garda terdepan, orang yang selalu menemani Zanayya apapun keadaanya.

Didalam kamar, Zanayya menatap dirinya lekat di cermin. Sungguh penampilan aneh yang baru kali ini Zanayya lihat. Senyumnya hilang, wajah garang yang selalu ia pasang saat beradu mulut dengan Jesslyn pun lenyap, keceriaan dan kehangatannya yang ia selalu tunjukkan saat bersama Silla pudar.

Kini hanya ada Zanayya dengan lukanya.

Tangannya terulur untuk menghapus air mata yang luruh tanpa izin.

Matanya sembab, rambutnya masih berantakan.

Tatapannya beralih pada bingkai foto dirinya semasa kecil, Zanayya memutar kembali memori bersama sahabat masa kecilnya.

"Cita-cita kamu apa?"

"Aku dokter, kalo kamu?"

"Kata bunda, aku cocok jadi pengacala"

"Pengacara itu apa?"

"Pekeljaan buat olang yang bawel"

"Iya bener, kamu bawel"

"Justlu itu, kamu bakal diem kalo aku bawel"

Matanya kembali menggulir menatap pantulan dirinya di cermin. Tatapannya seketika menajam, sekaligus menyayukan ambisi dan amarah yang sempat sirna menjadi satu, Zanayya mengambil sesuatu benda dan melemparkannya pada cermin riasnya.

Prakk

Pecah. Pipi Zanayya ikut tergores oleh pecahan cermin.

"Non!!" pekik bi Ratih langsung menghampiri Zanayya dan memeluknya.

"Astagfirullah non, ada apa ini?" panik bi Ratih.

Demi mengalihkan perhatian, bi Ratih berucap, "non mandi ya, biar Bi Ratih yang bersihin ini."

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang