BAB : XXV

74 34 39
                                    

Klik bintangnya dulu teman!

READY MASTER?!

□■Happy reading■□

•Color of Catur•
°Hide and seek°

1 minggu kemudian..

Mentari selalu memancarkan sinarnya tanpa tertutup awan hitam, burung berkicau merdu setiap pagi seolah menjadi pengiring semangat Zanayya untuk memulai hari.

Hal-hal yang menyebabkan fokusnya hilang, kini telah teratasi. Cakra kembali, menemaninya, menjadi suport systemnya, memberinya perlindungan dan kenyamanan disetiap saat. Silla yang kini sama sibuknya dengan Zanayya, karena menjalani ujian akhir semester yang menjadi penentu kelulusan.

Selama satu minggu ini, peneror seolah memberikannya pengertian, ia sama sekali tak mengganggu Zanayya dengan mengirimi pesan ancaman, membuat Zanayya lega memfokuskan diri pada ujian.

Zanayya, kembali melangkahkan kakinya pada kotak putih.

"Ujian, telah selesai. Semoga kalian mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai harapan. Kalian diberi jeda selama satu minggu sebelum wisuda. Saya pamit, selamat berakhir pekan," papar sang pengawas ujian, lalu keluar ruangan.

Zanayya menghembuskan nafas leganya. Akhirnya setitik beban dihatinya sudah terbebaskan, ia telah menyelesaikan ujian akhir sesuai kemampuannya yang maksimal.

Tak munafik, ia mengakui bahwa Cakra adalah pengaruh terbesar untuk mengembalikan fokusnya.

Dengan adanya Cakra, Zanayya mampu meraih apa yang ia inginkan.

Selama satu minggu ujian, Zanayya sangat gigih belajar, mempersiapkan segalanya dengan matang. Terbukti saat pengerjaan, ia minim sekali mengalami kesulitan.

Zanayya mampir pergi ke toilet untuk sekedar mencuci tangannya sebelum pulang, saat ia menyalakan kran westafel, seseorang berdiri disebelahnya, ikut menyalakan kran.

Tanpa menoleh, Zanayya tahu itu Jesslyn karena gelang mahal dengan ukiran JR melingkar dipergelangan tangannya.

"Kali ini mau lo apa?" Untuk kali pertama, Zanayya membuka percakapan terlebih dahulu sambil fokus mencuci tangannya.

Jesslyn mematikan kran, menyerongkan badannya menghadap Zanayya. "Gue pengen lo kalah."

Zanayya mematikan kran air, mengambil tissu lalu menghadap Jesslyn sambil mengelap tangannya yang basah. "Gue heran sama lo, tujuan lo itu jadi pemenang, atau pengen liat gue kalah? Kalo lo--"

"Dua-duanya." potong Jesslyn. "Gue pengen jadi pemenang, asal lo yang kalah. Kemenangan gue atas kekalahan orang lain itu gak ada artinya dibanding kemenangan gue atas kekalahan lo."

"Why should I?" tanya Zanayya enteng menunjuk dirinya sendiri.

Jesslyn menundukkan pandangannya menatap sembarang arah, "you're brilliant." ucap Jesslyn sangat pelan sampai Zanayya mendengarnya samar.

"Pardon?" Zanayya meminta Jesslyn mengulang kalimatnya yang tak jelas didengar.

Jesslyn tak menyahut, ia malah menyalakan kembali air dan membasuh wajahnya.

"Listen, gue tau ambisi lo sama besarnya dengan ambisi gue. Kita berdua haus akan nilai dan kemenangan, tapi cara lo untuk bersaing dengan gue itu salah. Lo selalu bertindak curang demi mendapatkan apapun yang lo mau termasuk kemenangan. Lo selalu menggunakan uang dan kuasa. Come on, we can compete fairly."

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang